Jakarta (ANTARA) - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Kejaksaan untuk ikut mengawasi berbagai kegiatan dan pemanfaatan penggunaan bantuan yang diberikan berbagai pihak untuk menghadapi pandemi virus covid-19.
"Saya berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan wabah virus corona sekarang ini. Tidak boleh sampai terjadi korupsi di tengah upaya besar kita untuk menghadapi bencana yang luar biasa ini," kata Doni saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Sabtu malam.
"Saya berharap ada transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan wabah virus corona sekarang ini. Tidak boleh sampai terjadi korupsi di tengah upaya besar kita untuk menghadapi bencana yang luar biasa ini," kata Doni saat dihubungi ANTARA, di Jakarta, Sabtu malam.
Pihaknya tidak akan berkompromi terhadap berbagai penyimpangan yang terjadi.
Baca juga: Gugus Tugas catat donasi penanganan COVID-19 capai Rp83 miliar
Kepala BNPB ini meminta aparat hukum untuk menindak tegas siapa pun yang berupaya untuk mengambil keuntungan pribadi di tengah usaha bersama menyelamatkan bangsa dari ancaman virus corona.
"Saya juga mengajak masyarakat dan media untuk ikut mengawasi berbagai bantuan yang telah diberikan banyak negara dan kelompok masyarakat untuk menanggulangi virus corona. Laporkan saja kepada aparat penegak hukum apabila ada yang mencoba bermain-main dengan berbagai bantuan yang telah diterima dan penyalahgunaan perizinan bea masuk terhadap barang-barang untuk penanganan COVID-19," tuturnya.
Pihaknya juga mengingatkan kelompok masyarakat agar jangan ada yang mengambil keuntungan yang tidak wajar dalam menjalankan usaha berkaitan dengan penanganan COVID-19.
Baca juga: IPC bantu Rp400 juta untuk beli alat pendeteksi Covid-19
Pasalnya, pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat tentang masker yang langka atau harga jualnya melambung tinggi.
Demikian pula dengan alat rapid test yang dijual dengan harga mahal memanfaatkan rasa kekhawatiran masyarakat terpapar virus COVID-19.
"Saya ingin mengingatkan, ada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kepada siapa saja yang mengganggu akses dalam penanganan kebencanaan seperti sekarang ini, bisa dikenakan tindakan pidana sesuai Pasal 77," imbuhnya.
Pasal 50 ayat 1 UU Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan, dalam hal status keadaan darurat bencana, BNPB mempunyai kemudahan akses terhadap: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; d. imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h. penyelamatan; dan i. komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
Baca juga: Pengusaha China sumbang alat kesehatan melalui KJRI Shanghai
Kepada mereka yang dinilai menghambat akses BNPB dalam menanggulangi bencana, maka pada Pasal 77 ditetapkan: setiap orang yang dengan sengaja menghambat kemudahan akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun atau paling lama enam tahun dan denda paling sedikit Rp2 miliar atau denda paling banyak Rp4 miliar.
Ketua Gugus Tugas pun membuka kesempatan kepada masyarakat untuk melapor apabila ada pihak yang diketahui mencoba menimbun atau mempermainkan harga dari produk-produk yang dibutuhkan masyarakat sekarang ini.
"Gugus Tugas akan memberikan tindakan tegas kepada mereka yang mempersulit kehidupan masyarakat," kata Doni.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment