Jakarta (ANTARA) - Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polri untuk meningkatkan kewaspadaan terkait ancaman aksi terorisme pada akhir tahun menyusul kasus pembunuhan yang dilakukan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

"Apa yg mereka lakukan di Sigi seperti sebuah sinyal bahwa kelompok radikal terorisme itu akan kembali menebar teror di berbagai tempat. Untuk itu Mabes Polri perlu mewaspadai akan munculnya aksi terorisme di Indonesia menjelang akhir tahun ini," ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Neta mengatakan kasus pembunuhan terhadap empat warga diikuti pembakaran enam rumah serta satu gereja di Sigi semakin menunjukkan bahwa kelompok radikal dan garis keras keagamaan yang bersekutu dengan terorisme makin bercokol kuat di Indonesia.

Kelompok teroris tersebut, kata dia, akan berusaha memanfaatkan celah sekecil apapun untuk menebar teror ketakutan di tengah masyarakat.

Baca juga: Pascaserangan teroris, warga Desa Lembantongoa diminta tetap waspada
Baca juga: Densus 88 tangkap 32 teroris MIT sepanjang 2020
Baca juga: DPR: Pemerintah yakinkan warga Sigi kondisi sudah membaik


Oleh karena itu, Neta meminta Polri untuk bekerja cepat dan membuat strategi taktis menangkap dan membongkar jaringan MIT baik di dalam maupun di luar hutan Sulawesi Tengah.

"Untuk itu Mabes Polri perlu mengonsolidasikan Brimob dan TNI yang memang punya pengalaman di medan tempur hutan untuk memburu teroris MIT itu," ucap dia.

Lebih lanjut, Neta juga melihat adanya celah lain yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teroris untuk melancarkan aksi mereka, yakni maraknya aksi kerumunan massa dan gerakan intoleransi.

"Dengan maraknya aksi kerumunan massa dan meluasnya gerakan intoleransi akhir-akhir ini telah membuat kalangan radikal dan jaringan terorisme seakan mendapat angin untuk kembali beraksi secara masif," kata Neta.

Neta khawatir dengan meluasnya aksi kerumunan massa dan gerakan intoleransi belakangan ini membuat kelompok teroris kembali bermanuver dan melakukan aksi teror.

Saat ini, kata dia, narapidana terorisme yang tersebar di sejumlah lembaga pemasyarakatan berjumlah lebih dari 500 orang. Mereka yang telah dinyatakan bebas memperoleh binaan dari pemerintah melalui program deradikalisasi.

Namun, Neta mengingatkan bahwa terdapat pula mantan napi yang saat ini tidak terlacak keberadaannya dan berpotensi melakukan aksi teror.

"Para mantan napi yang tidak terlacak keberadaannya memang perlu diwaspadai agar tidak bermanuver untuk melakukan aksi teror kembali," kata dia.

Neta juga mengingatkan kepada Kepala Badan Intelijen Keamanan Polri untuk bekerja ekstra keras mencermati hal tersebut agar jajaran kepolisian tidak kecolongan.

"Menjelang akhir tahun ini Baintelkam Polri perlu memetakan situasi dan kondisi yang ada sehingga situasi Kamtibmas benar-benar terkendali," ujar Neta.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2020