Timika (ANTARA) - Tokoh senior Papua Michael Manufandu menyebut berbagai kemajuan yang diraih Papua selama 20 tahun ini tidak lepas dari adanya kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001.

"Saya sebagai saksi sejarah, juga sebagai pelaku sejarah. Dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 itu banyak hak-hak orang Papua diangkat sehingga kita bisa melihat perkembangan selama 20 tahun itu sangat luar biasa," kata Manufandu yang dihubungi Antara dari Timika, Minggu.

Manufandu yang kini dipercayakan sebagai penasihat pemerintah untuk urusan Papua menyebut lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2001 akibat selama 37 tahun Papua mengalami kemunduran, keterbelakangan dan ketersisihan.

Saat era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, katanya, presiden menolak RUU tentang Otsus Papua baik yang diajukan oleh Depdagri maupun Pemprov Irian Jaya saat itu.

Selanjutnya Presiden Gus Dur memanggil empat orang tokoh Papua, yaitu Michael Manufandu, Simon Morin, Lukas Degei dan Erari untuk menyampaikan kepada rakyat Papua bahwa UU Otsus Papua disusun sendiri oleh orang Papua menurut hasrat, keinginan dan kehendak orang Papua sendiri, tapi tetap dalam bingkai NKRI.

Baca juga: Kemenkeu: UU Otsus Papua baru atur pengelolaan dana lebih komprehensif

Dengan dasar itulah, putra-putri Papua terdidik menyusun draf RUU Otsus Papua yang kemudian disetujui dan disahkan oleh DPR RI pada 21 November tahun 2001.

Tanpa adanya UU Nomor 21 Tahun 2001, katanya, Papua saat ini tidak mungkin memiliki dua provinsi, memiliki 42 kabupaten/kota. 733 kecamatan atau distrik dan 7.143 desa atau kampung.

"Dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 itu pemerintah berusaha lebih dekat dengan rakyat, memberikan pelayanan yang lebih cepat, tepat, dekat dan harmonis dengan rakyat. Dulu waktu zaman kami, Papua tidak ada perkembangan apapun seperti yang terjadi sekarang ini, kami hanya bekerja dengan apa yang ada," tutur Manufandu yang sejak 1970 sudah dipercaya menjadi Camat di Papua itu.

Mantan Dubes RI untuk negara Kolombia dan Dubes Keliling untuk Urusan Papua itu mengingatkan kalangan tertentu agar tidak terus-terusan menyoroti kegagalan program Otsus Papua.

Dari sisi infrastruktur, katanya, UU Otsus Papua mendorong tumbuhnya banyak lapangan terbang berkelas internasional di Papua, demikian pun dengan pelabuhan laut, jalan raya trans Papua yang menghubungkan satu kabupaten dengan kabupaten lainnya hingga wilayah pedalaman Papua.

Sementara dari sisi pembangunan sumber daya manusia, kini sudah banyak sekali orang Papua menjadi terpelajar dan bersekolah di berbagai universitas dan perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.

Baca juga: Gubernur Papua harap perubahan UU Otsus secara komprehensif

"Di Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat saya bertemu banyak anak-anak Papua yang sedang belajar. Demikian pun di Eropa, China dan Jepang. Dimana-mana banyak anak Papua dapat kelonggaran dan kebebasan untuk belajar dengan dibiayai oleh negara dan oleh dana Otsus. Jadi, UU Nomor 21 Tahun 2001 itu harus disyukuri sebagai UU rekonsiliasi dan UU pembebasan," ujarnya.

Adapun dalam bidang politik, katanya, hampir seluruh jabatan diisi oleh putra-putri asli Papua.

"Hari ini Gubernur, Wakil Gubernur semua orang Papua. Begitupun Bupati, Walikota, Ketua dan anggota DPRD sampai pada level pejabat pemerintahan, 80-90 persen putra-putri asli Papua," ujarnya.

Ia menyambut baik hasil revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 yang telah disahkan oleh DPR RI pada 15 Juli 2021 dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesejahteraan orang asli Papua dalam bingkai NKRI.

Sebelum lahirnya UU Otsus Papua, katanya, wilayah yang sangat luas itu hanya terdiri atas satu provinsi, satu gubernur, sembilan bupati, 117 camat dan 892 desa.

Namun setelah 20 tahun pascakebijakan Otsus Papua, pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat jauh lebih maju melampaui kemajuan pembangunan negara tetangga, Papua Nugini.

Baca juga: Anggota DPR RI ajak warga Papua kawal pelaksanaan UU Otsus yang baru

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2021