Jakarta (ANTARA) -
​​​Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai sistem pemilu proporsional terbuka berpotensi memicu kelahiran demokrasi transaksional yang mengikis idealisme dan komitmen politik para calon anggota legislatif (caleg) untuk memperjuangkan aspirasi rakyat

"Model transisi demokrasi ini tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi," kata Bamsoet sapaan akrab Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
 
Ia mengatakan penerapan sistem proporsional terbuka berpotensi menyebabkan persaingan para calon anggota legislatif (caleg) dalam pemilu didominasi kekuatan finansial. Pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas para caleg sebagai pertimbangan mereka dalam menggunakan hak pilih. Bamsoet menyampaikan para pemilih kemungkinan sibuk menghitung uang yang diterima dari para caleg.
 
Hal tersebut dia sampaikan dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Banjarnegara, Jawa Tengah, Selasa.

Baca juga: Bamsoet ingatkan tantangan potensi konflik saat kontestasi politik
 
Ia menyampaikan selama penyelenggaraan tiga kali pemilu dengan sistem terbuka, keberadaan politik transaksional luar biasa. Hal itu, lanjutnya, merusak dan meningkatkan tindak pidana korupsi di Tanah Air.
 
Bamsoet menilai untuk mendapatkan kursi legislatif, caleg harus mengeluarkan uang hingga miliaran rupiah yang salah satunya dipergunakan untuk biaya kampanye.
 
"Yang menjadi pertanyaan adalah uang itu berasal dari mana dan bagaimana bisa mengembalikan. Ini pertanyaan sederhana dan mudah, apakah begitu banyak orang merelakan uangnya dihamburkan, lalu bekerja untuk rakyat meski uang tidak kembali? Saya tidak yakin,” kata Bamsoet.

Baca juga: Bamsoet ajak generasi muda optimalkan bonus demografi Indonesia
 
Dengan demikian, menurut Bamsoet, di tengah kenyataan tersebut penilaian sebagian pihak bahwa demokrasi Indonesia di era reformasi sedang mengalami stagnasi menjadi suatu penilaian yang wajar.
 
Demokrasi setelah era reformasi dinilai hanya memanjakan para elite politik sehingga rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan, terutama terkait dengan kesejahteraan dan kemakmuran, paparnya..
 
"Berdasarkan kenyataan tersebut, secara umum pascareformasi, demokrasi tidak bertambah baik. Kita sudah terjebak pada demokrasi angka-angka. Angka transaksi bukan lagi aspirasi. Kedaulatan rakyat berkembang tidak sejalan dengan kedaulatan hukum," ucap Bamsoet.
 
Saat ini, katanya, tengah berlangsung uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka di Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila uji materi tersebut dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
 
Dengan menerapkan sistem pemilihan proporsional tertutup, hal itu memungkinkan masyarakat pemilih hanya disajikan logo partai politik pada surat suara, bukan nama kader partai calon anggota legislatif, ujarnya.
 
Sejauh ini, papar dia, terdapat beragam pendapat soal sistem pemilihan mana yang terbaik bagi penyelenggaraan pemilu di Tanah Air. Sebagian pihak ada yang mendukung penerapan sistem proporsional terbuka dan ada pula yang mendukung sistem proporsional tertutup.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023