Pemerintah dan BI justru harus waspada karena impor yg merosot terlalu dalam jadi warning (peringatan) industri tertekan.
Jakarta (ANTARA) - Penurunan drastis defisit neraca dagang pada akhir 2019 diikuti dengan anomali karena impor barang modal dan bahan baku turut anjlok padahal dua komponen tersebut dibutuhkan untuk menggencarkan pembangunan industri manufaktur dalam negeri, kata Ekonom lembaga kajian Indef.

Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira di Jakarta, Jumat, mengatakan anomali juga timbul karena perbaikan defisit neraca dagang bukan disebabkan oleh pertumbuhan ekspor, namun karena impor yang menurun lebih dalam.

Pada 2019, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor turun 6,94 persen menjadi 167,53 miliar dolar AS, sedangkan impor terjun bebas sebesar 9,53 persen menjadi 178,72 miliar dolar AS.

Baca juga: BI sebut neraca dagang berpotensi jadi surplus di 2020

Selain itu, kata Bhima, perlu dicermati juga karena impor yang turun justru dari komponen bahan baku dan barang modal. Masing-masing dua komponen tersebut turun drastis hingga 11 persen dan 2,16 persen. Padahal, untuk kegiatan industri di dalam negeri, Indonesia masih membutuhkan impor bahan baku dan barang modal.

"Ini justru mengindikasikan manufaktur sedang tertekan. Pemerintah dan BI justru harus waspada karena impor yg merosot terlalu dalam jadi warning (peringatan) industri tertekan," ujarnya.

Pada akhir 2019, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2019 defisit 3,2 miliar dolar AS. Angka itu menurun drastis dibanding 2018 ketika defisit mencapai 8,7 miliar dolar AS.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengatakan kinerja perdagangan menunjukkan perbaikan drastis pada akhir 2019. Bahkan, oleh karena perbaikan neraca dagang itu, BI memperkirakan ada potensi neraca perdagangan pada 2020 akan berbalik menjadi surplus.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Kamis, mengaku optimistis penyempitan defisit neraca perdagangan di akhir 2019 akan berlanjut sepanjang 2020 seiring tekanan ekonomi global yang kian mereda. Bahkan, Dody meyakini ada peluang neraca dagang menjadi surplus.

"Karena berkurangnya defisit neraca perdagangan cukup besar dari 8,70 miliar dolar AS menjadi pada kisaran 3 miliar dolar AS," kata Dody.

Baca juga: SKK Migas sebut impor minyak dipangkas untuk atasi defisit perdagangan

Dody berharap kondisi perekonomian global mengalami perbaikan dalam beberapa waktu ke depan untuk membantu mengerek harga komoditas.

Dia melanjutkan, penguatan nilai neraca perdagangan akan membantu memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit) dari kisaran 2,5-3 persen Produk Domestik Bruto, serta menjaga nilai tukar rupiah.


 
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2020