Jakarta (ANTARA) - Direktur Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai penyelesaian kasus Jiwasraya harus lebih mengedepankan penyelematan perusahaan melalui transformasi bisnis ketimbang kepentingan politik.

"Dalam penyelesaian kasus Jiwasraya maupun ASABRI harus konsisten dengan semangat orientasi mencari solusi melalui transformasi bisnis perusahaan," kata Karyono dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, selanjutnya dari sisi bisnisnya, yang perlu diperhatikan adalah soal pemulihan aset dan manajemen keuangan kedua perusahaan tersebut.

Karena itu Karyono menilai bahwa proses politik di DPR bukan hanya potensial menyandera proses hukum, tapi dikhawatirkan menjadi ajang politik yang tidak menjamin dana investasi nasabah bisa kembali.
Saat ini ujarnya, dua partai politik yaitu PKS dan Demokrat sedang mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) pada kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Namun, persoalannya kedua partai tersebut tidak menunjukkan sikap yang sama pada persoalan PT ASABRI (Persero).
"Jadi patut dipertanyakan keseriusan PKS dan Demokrat dalam menegakkan hukum, dalam membongkar kasus-kasus korupsi. Kalau memang mau serius, harusnya tidak ada perbedaan antara Jiwasraya dan ASABRI," katanya.
Sebelumnya diberitakan (Kamis, 16/1) bahwa Fraksi Partai Demokrat DPR RI sedang mematangkan sikap untuk membentuk Pansus Hak Angket terkait kasus di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) karena tidak cukup hanya diselesaikan dalam bentuk Panitia Kerja (Panja).

"Kami sedang menyiapkan untuk mengambil prakarsa mengajukan penggunaan hak angket bisa di Pansus. Demokrat sedang mematangkan wacana untuk membentuk Pansus Angket Jiwasraya," kata anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Benny menjelaskan tidak masalah apabila Komisi VI DPR RI sudah membentuk Panja terkait persoalan Jiwasraya, namun fraksinya tetap mengusulkan pembentukan Pansus.

Menurutnya, kasus Jiwasraya merupakan kejahatan yang sistemik dan terstruktur, yang melibatkan sejumlah tokoh yang berada di lingkaran kekuasaan.

Sementara itu, salah seorang nasabah Jiwasraya, Budi Setiyono mengaku menolak untuk pembentukan Pansus yang sedang diwacanakan di DPR. Penolakan itu didasarkan pada rasa trauma pada Pansus Bank Century, yang ketika itu keberadaan Pansus malah menjadikan kasus Century sebagai komoditas politik semata dan tidak memberikan kepastian untuk pengembalian uang nasabah.
"Yang ada Pansus hanya membuat gaduh dan tidak menjamin pengembalian uang kami. Kami trauma dengan pansus Century yang akhirnya uang nasabah tidak kembali," ujar Budi. Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir menargetkan "holdingisasi" PT Asuransi Jiwasrata (Persero) untuk menyelamatkan perusahaan milik negara tersebut dapat mulai dilakukan pada pertengahan Februari 2020.
"Holdingisasi kan baru ditandatangani prosesnya pada pertengahan Februari, dari situ baru bisa terlaksana. Memang kita harus ikuti langkah demi langkah dari pembentukan 'holding' itu sendiri," kata Erick.
Manajemen PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengakui tidak akan sanggup membayar polis nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun yang jatuh tempo mulai Oktober-Desember 2019 (gagal bayar). Kesulitan keuangan ini disebabkan kesalahan investasi yang dilakukan oleh manajemen lama Jiwasraya.

"Karena memang salah satu yang kita usulkan juga bagaimana tupoksi (tugas pokok dan fungsi) menteri BUMN adalah 'memerger' atau melikuidasi tapi Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) nanti kan untuk menjual atau menyuntikkan," ungkap Erick.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2020