Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyarankan kepada Pemerintah melakukan "profiling" terhadap sekitar 600 Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS untuk menentukan perlakuan tepat yang akan diberikan kepada mereka.
"Pertama di asesmen dulu, dibikin 'profiling'nya. Dari 'profiling' itu maka 'treatment'nya beda-beda," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Minggu.
"Pertama di asesmen dulu, dibikin 'profiling'nya. Dari 'profiling' itu maka 'treatment'nya beda-beda," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Jakarta, Minggu.
Menurut Taufan, proses "profiling" itu penting dilakukan, karena dari 600 WNI tersebut, tidak semuanya merupakan kombatan ISIS, terdapat anak-anak atau WNI lainnya yang bergabung karena adanya paksaan.
"Itu kan juga harus dipikirkan mitigasinya. Pemerintah harus segera lakukan itu dan saya yakin Pemerintah sudah lakukan melalui BNPT dan Densus, mereka punya profil itu. Sekarang tinggal diupdate, divalidasi, dari situ diambil kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan hukum internasional dan hukum nasional kita," kata dia.
Lebih lanjut Taufan mengatakan bahwa Pemerintah tidak boleh melakukan pembiaran terhadap 600 orang tersebut, selama mereka masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia.
Selain itu, dia juga menyarankan kepada Pemerintah untuk cermat dan tidak berlama-lama dalam mengambil keputusan agar polemik yang timbul di masyarakat tidak berkepanjangan.
"Pemerintah tidak boleh berlama-lama, jangan jadi polemik politik, ini bukan isu politik, ini isu hukum. Juga bukan isu kemanusiaan, ini soal hukum," kata Taufan.
Namun, jika Pemerintah nantinya memutuskan memilih untuk tidak memulangkan para WNI eks kombatan ISIS tersebut ke Tanah Air, maka perlu dibuat suatu landasan hukum yang kuat.
"Argumentasi hukumnya harus dibuat, dijelaskan. Sepanjang argumentasi hukumnya jelas, internasional bisa juga memahaminya, tidak ada masalah. itu pilihannya," ujar dia.
Taufan melanjutkan."Tapi pasti akan ada kritik (dari dunia internasional), jangan kira tidak ada kritik. Kritiknya, karena mereka akan terkatung-katung, kalau kita katakan mereka bukan WNI lagi, 'stateless' dia, itu masalahnya".
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan masih memperhitungkan plus minus terkait dengan wacana pemulangan WNI mantan ISIS dari Timur Tengah.
“Sampai saat ini masih dalam pembahasan. Sebentar lagi kita akan putuskan kalau sudah dirataskan. Semuanya masih dalam proses. Plus dan minusnya,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara Jakarta, Rabu (5/2).
Kepala Negara memandang perlu menggelar rapat terbatas yang khusus membahas rencana tersebut.
Menurut Presiden Jokowi, semua yang terkait hal itu harus melalui perhitungan atau kalkulasi yang detail.
"Ya, kalau bertanya kepada saya, ini belum ratas, ya. Kalau bertanya kepada saya, saya akan bilang tidak. Akan tetapi, masih dirataskan. Kita ini pastikan harus semuanya lewat perhitungan, kalkulasi, plus minusnya, semua dihitung secara detail," katanya.
Dalam rapat terbatas tersebut akan diambil keputusan sehingga kemudian dapat segera ditindaklanjuti.
"Keputusan itu pasti kita ambil dalam ratas setelah mendengarkan dari kementerian dalam menyampaikan hitung-hitungan," katanya.
Baca juga: Ngabalin: Presiden tak ragu ambil keputusan soal WNI eks ISIS
Baca juga: BNPT pastikan belum ada rencana pemerintah pulangkan WNI eks ISIS
Baca juga: Sejumlah ormas di Yogyakarta menolak wacana pemulangan WNI eks-ISIS
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Yuniardi Ferdinand
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: Yuniardi Ferdinand
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment