Jakarta (ANTARA) - Pendidikan terkait dengan etika Pancasila dinilai mendesak diterapkan kepada kaum milenial sebagai pedoman perilaku dalam menghadapi ancaman intoleransi yang kerap terjadi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komunitas Milenial Peduli Indonesia (Kompii) Dedy Mahendra di Jakarta, Senin, menilai etika Pancasila perlu untuk menghadapi potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan negara dari kelompok sektarian anti-Pancasila.
"Kita perlu mengejar keutamaan hidup berbangsa dengan mengembangkan cara berpikir dan cara bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu percaya kepada Tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing, menjadi manusia yang beradab, nasionalis atau menjaga persatuan bangsa, mengutamakan musyawarah mufakat, dan adil kepada sesama," kata Dedy.
Oleh karena itu, Dedy mendorong agar setiap keluarga mendidik anak-anak mereka tentang etika atau cara hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Baca juga: Kesbangpol : etika bernegara Pancasila sering diabaikan
Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku bangsa dan bahasa sehingga interaksi dan dinamika kehidupan sosial perlu dilandasi dan dinapasi etika atau cara hidup Pancasila.
"Dengan etika Pancasila, kita sebagai warga akan bisa menerima mereka yang berbeda dengan kita. Dengan etika Pancasila, semua pekerja dalam profesi apa pun tidak akan merugikan orang lain karena di dalam Pancasila ada sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," kata Dedy.
Menurut dia, pendidikan etika Pancasila perlu dimulai dari keluarga dan secara formal di sekolah sejak sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak.
Hal itu, menurut Dedy, menjadi suatu kebutuhan yang mendesak, mengingat situasi negara Indonesia akhir-akhir ini yang berada dalam tantangan praktik intoleransi.
"Etika Pancasila adalah jawaban bagi pluralitas bangsa kita, ini adalah rahmat Allah bagi rakyat Indonesia. Saya tidak sependapat kalau ada yang bilang Pancasila berlawanan dengan agama. Justru di dalam etika Pancasila tersirat nilai-nilai ajaran agama yang luhur," katanya.
Ia menekankan bahwa etika didasari oleh suatu keinginan mencapai tujuan, yaitu kebaikan bersama.
“Etika adalah pedoman dalam berperilaku di segala aspek kehidupan agar yang kita lakukan itu menjadi kebaikan, bukan hanya bagi diri sendiri, melainkan bagi orang lain juga. Jadi, tujuan etika adalah kebajikan," kata Dedy.
Baca juga: Mahfud: Penataran P4 dihidupkan lagi dengan format baru
Baca juga: BPIP-KPK kerja sama soal pendidikan dan pembumian Pancasila
Ia membedakan dua macam tujuan. Pertama, tujuan yang ada di dalam dirinya sendiri, yakni di dalam perilaku itu sendiri. Contohnya mendengarkan musik untuk kepuasan diri sendiri.
Kedua, tujuan yang ada di luar tindakan itu sendiri. Contoh tujuan kedua adalah tidak menyetel musik terlalu keras pada jam tidur malam agar orang di sekitarnya tidak terganggu.
"Kebahagiaan dan kepenuhan hidup pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara hanya dapat ditemukan jika kita sebagai makhluk yang memiliki akal budi, bersedia menerapkan etika hidup yang bajik. Dalam konteks Indonesia, kita perlu menerapkan etika Pancasila,” katanya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komunitas Milenial Peduli Indonesia (Kompii) Dedy Mahendra di Jakarta, Senin, menilai etika Pancasila perlu untuk menghadapi potensi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan negara dari kelompok sektarian anti-Pancasila.
"Kita perlu mengejar keutamaan hidup berbangsa dengan mengembangkan cara berpikir dan cara bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu percaya kepada Tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing, menjadi manusia yang beradab, nasionalis atau menjaga persatuan bangsa, mengutamakan musyawarah mufakat, dan adil kepada sesama," kata Dedy.
Oleh karena itu, Dedy mendorong agar setiap keluarga mendidik anak-anak mereka tentang etika atau cara hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Baca juga: Kesbangpol : etika bernegara Pancasila sering diabaikan
Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku bangsa dan bahasa sehingga interaksi dan dinamika kehidupan sosial perlu dilandasi dan dinapasi etika atau cara hidup Pancasila.
"Dengan etika Pancasila, kita sebagai warga akan bisa menerima mereka yang berbeda dengan kita. Dengan etika Pancasila, semua pekerja dalam profesi apa pun tidak akan merugikan orang lain karena di dalam Pancasila ada sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," kata Dedy.
Menurut dia, pendidikan etika Pancasila perlu dimulai dari keluarga dan secara formal di sekolah sejak sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak.
Hal itu, menurut Dedy, menjadi suatu kebutuhan yang mendesak, mengingat situasi negara Indonesia akhir-akhir ini yang berada dalam tantangan praktik intoleransi.
"Etika Pancasila adalah jawaban bagi pluralitas bangsa kita, ini adalah rahmat Allah bagi rakyat Indonesia. Saya tidak sependapat kalau ada yang bilang Pancasila berlawanan dengan agama. Justru di dalam etika Pancasila tersirat nilai-nilai ajaran agama yang luhur," katanya.
Ia menekankan bahwa etika didasari oleh suatu keinginan mencapai tujuan, yaitu kebaikan bersama.
“Etika adalah pedoman dalam berperilaku di segala aspek kehidupan agar yang kita lakukan itu menjadi kebaikan, bukan hanya bagi diri sendiri, melainkan bagi orang lain juga. Jadi, tujuan etika adalah kebajikan," kata Dedy.
Baca juga: Mahfud: Penataran P4 dihidupkan lagi dengan format baru
Baca juga: BPIP-KPK kerja sama soal pendidikan dan pembumian Pancasila
Ia membedakan dua macam tujuan. Pertama, tujuan yang ada di dalam dirinya sendiri, yakni di dalam perilaku itu sendiri. Contohnya mendengarkan musik untuk kepuasan diri sendiri.
Kedua, tujuan yang ada di luar tindakan itu sendiri. Contoh tujuan kedua adalah tidak menyetel musik terlalu keras pada jam tidur malam agar orang di sekitarnya tidak terganggu.
"Kebahagiaan dan kepenuhan hidup pribadi, keluarga, masyarakat, dan negara hanya dapat ditemukan jika kita sebagai makhluk yang memiliki akal budi, bersedia menerapkan etika hidup yang bajik. Dalam konteks Indonesia, kita perlu menerapkan etika Pancasila,” katanya.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment