Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Siti Musdah Mulia mengajak seluruh pihak untuk tidak terjebak provokasi dalam konflik sektarian.
Siti Musdah Mulia di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa India kini sedang diuji dengan tantangan keragaman. Konflik sektarian agama menjadi penyebab munculnya konflik horizontal yang meluas.
"Tidak seharusnya konflik sektarian di mana pun asalnya ini disikapi dengan dalih solidaritas komunal. Hendaknya kita tidak ikut terprovokasi dalam konflik sektarian dan tetap merawat persaudaraan berbangsa dan bernegara," kata Siti Musdah.
Menghadapi kondisi-kondisi seperti itu, Siti juga menyarankan agar pemerintah bisa selalu bersikap tegas dalam upaya pencegahan konflik di tengah masyarakat.
"Jadi, ketika ada masalah pemerintah itu harus cepat mengantisipasi. Misalnya, sekarang ada berita di India sedang bergolak. Akan tetapi, itu 'kan kejadiannya di sana. Artinya kita di sini harus tetap menjaga agar jangan sampai hal yang sama terjadi di sini," katanya.
Baca juga: Mahfud MD ajak masyarakat jalin persatuan dalam keberagaman
Menurutnya pemerintah bersama tokoh mayarakat dan tokoh agama harus sigap menanggapi setiap informasi yang beredar, sehingga informasi yang keliru atau dipelintir-pelintir itu tidak sampai terjadi.
"Pemerintah bisa mengimbau masyarakat untuk tetap bersikap secara rasional dan tidak reaktif berlebihan. Tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama juga harus ikut serta untuk memberika pengertian kepada masyarakat bahwa kita tidak boleh ikut-ikutan seperti di India," ucapnya.
Indonesia, menurut dia, merupakan negara dengan ideologi Pancasila, kemudian ideologi ini menunjukkan sikap menghormati semua agama dan kepercayaan yang berkembang di Tanah Air.
"Tidak mayoritas maupun minoritas semua diperlakukan sama dan setara di sini,” katanya.
Perempuan yang juga Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan bahwa kelompok yang menyerukan umat Islam dipersekusi di India itu juga lupa kalau di Indonesia juga ada hal yang seperti itu.
"Seperti kejadian kemarin Hari Lahir (Harlah) NU di Jogja ditolak oleh Muhammadiyah, padahal NU sudah mengantongi izin kegiatan. Akan tetapi, 'kan akhirnya NU mengalah dan pindah tempat acara, dan di sini aparat pemerintah malah diam saja membiarkan hal itu terjadi,” kata Siti.
Oleh karena itu, tanpa ketegasan pemerintah, menurut dia, masyarakat akan sulit untuk mengambil sikap jika pemerintah sendiri tidak tegas.
"Karena saat ini yang saya lihat negara kadang justru tersandera oleh kelompok-kelompok intoleran itu. Padahal, pemerintah yang punya power dan kewenangan untuk menertibkan itu semua. Pemerintah harus bertindak tegas dalam menghadapi hal yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut,” ujarnya.
Baca juga: MPR: Jaga keberagaman dan toleransi
Siti berpendapat pendidikan agama di Indonesia ini juga belum mampu membuat masyarakat bisa beragama secara rasional sehingga sering kali muncul tindakan-tindakan irasional, tindakan-tindakan intoleran atas nama agama.
“Karena sekarang kita berada pada era post-truth, pada masa orang-orang tidak percaya pada data-data yang valid, tetapi terhadap yang ingin dia percayai meskipun itu tidak benar. Padahal seharusnya apa pun kamu harus tetap rasional, tidak ikut-ikutan rusuh, atau bahkan fanatik dan militan," ujarnya.
Siti Musdah Mulia di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa India kini sedang diuji dengan tantangan keragaman. Konflik sektarian agama menjadi penyebab munculnya konflik horizontal yang meluas.
"Tidak seharusnya konflik sektarian di mana pun asalnya ini disikapi dengan dalih solidaritas komunal. Hendaknya kita tidak ikut terprovokasi dalam konflik sektarian dan tetap merawat persaudaraan berbangsa dan bernegara," kata Siti Musdah.
Menghadapi kondisi-kondisi seperti itu, Siti juga menyarankan agar pemerintah bisa selalu bersikap tegas dalam upaya pencegahan konflik di tengah masyarakat.
"Jadi, ketika ada masalah pemerintah itu harus cepat mengantisipasi. Misalnya, sekarang ada berita di India sedang bergolak. Akan tetapi, itu 'kan kejadiannya di sana. Artinya kita di sini harus tetap menjaga agar jangan sampai hal yang sama terjadi di sini," katanya.
Baca juga: Mahfud MD ajak masyarakat jalin persatuan dalam keberagaman
Menurutnya pemerintah bersama tokoh mayarakat dan tokoh agama harus sigap menanggapi setiap informasi yang beredar, sehingga informasi yang keliru atau dipelintir-pelintir itu tidak sampai terjadi.
"Pemerintah bisa mengimbau masyarakat untuk tetap bersikap secara rasional dan tidak reaktif berlebihan. Tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama juga harus ikut serta untuk memberika pengertian kepada masyarakat bahwa kita tidak boleh ikut-ikutan seperti di India," ucapnya.
Indonesia, menurut dia, merupakan negara dengan ideologi Pancasila, kemudian ideologi ini menunjukkan sikap menghormati semua agama dan kepercayaan yang berkembang di Tanah Air.
"Tidak mayoritas maupun minoritas semua diperlakukan sama dan setara di sini,” katanya.
Perempuan yang juga Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan bahwa kelompok yang menyerukan umat Islam dipersekusi di India itu juga lupa kalau di Indonesia juga ada hal yang seperti itu.
"Seperti kejadian kemarin Hari Lahir (Harlah) NU di Jogja ditolak oleh Muhammadiyah, padahal NU sudah mengantongi izin kegiatan. Akan tetapi, 'kan akhirnya NU mengalah dan pindah tempat acara, dan di sini aparat pemerintah malah diam saja membiarkan hal itu terjadi,” kata Siti.
Oleh karena itu, tanpa ketegasan pemerintah, menurut dia, masyarakat akan sulit untuk mengambil sikap jika pemerintah sendiri tidak tegas.
"Karena saat ini yang saya lihat negara kadang justru tersandera oleh kelompok-kelompok intoleran itu. Padahal, pemerintah yang punya power dan kewenangan untuk menertibkan itu semua. Pemerintah harus bertindak tegas dalam menghadapi hal yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut,” ujarnya.
Baca juga: MPR: Jaga keberagaman dan toleransi
Siti berpendapat pendidikan agama di Indonesia ini juga belum mampu membuat masyarakat bisa beragama secara rasional sehingga sering kali muncul tindakan-tindakan irasional, tindakan-tindakan intoleran atas nama agama.
“Karena sekarang kita berada pada era post-truth, pada masa orang-orang tidak percaya pada data-data yang valid, tetapi terhadap yang ingin dia percayai meskipun itu tidak benar. Padahal seharusnya apa pun kamu harus tetap rasional, tidak ikut-ikutan rusuh, atau bahkan fanatik dan militan," ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment