Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan turut menjaga ketersediaan likuiditas di industri jasa keuangan untuk mencegah dampak negatif dari kebijakan restrukturisasi kredit nasabah-nasabah yang terdampak COVID-19.
Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu, menjelaskan akan terdapat mekanisme interbank, dan penyiapan cadangan bantuan likuiditas dengan menempatkan dana pemerintah di bank tersebut.
“Kalau bank kemudian, karena adanya penundaan angsuran menghadapi masalah likuiditas, pemerintah akan siapkan mekanisme interbank, namun pemerintah juga siapkan cadangan bantuan dukungan likuiditas bagi bank yang melakukan restrukturisasi dengan penempatan dana pemerintah di bank tersebut,,” kata Menkeu dalam konferensi pers usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta.
Bantuan likuiditas tersebut, kata Sri Mulyani, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menuntaskan naskah PP tersebut dalam pekan ini. Dengan demikian, lembaga jasa keuangan tidak perlu khwatir dalam melakukan restrukturisasi kredit.
“Sehingga segera bisa dijalankan program ini kepada masyarakat melalui perbankan, lembaga keuangan, BPR (Bank Perkreditan Rakyat) bahkan melalui lembaga UMi (Ultra Mikro), PNM, serta Pegadaian,” katanya.
Adapun total restrukturisasi kredit UMKM dan kredit setara ultra mikro bagi nasabah yang terdampak COVID-19 akan mencapai Rp271 triliun selama periode enam bulan.
Dari total Rp271 triliun itu, Sri Mulyani merinci untuk penundaan bayar cicilan pokok Kredit Usaha Rakyat, Ultra Mikro, Program Mekaar, dan kredit di Pegadaian mencapai Ro105,7 triliun.
Sedangkan untuk penundaan bayar cicilan pokok kredit UMKM di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), perbankan umum dan perusahaan pembiayaan mencapai Rp165,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan upaya tersebut merupakan langkah untuk menjaga keberlangsungan bisnis UMKM di tengah pandemi COVID-19. Seperti diketahui pandemi virus Corona (Covid-19) menciptakan krisis bagi sejumlah pelaku usaha, utamanya di sektor restoran, perdagangan, transportasi dan pariwisata.
Sebelumnya, dalam pembukaan rapat terbatas itu, Presiden Joko Widodo meminta penerapan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi sektor UMKM termasuk program khusus bagi usaha ultramikro.
Dari lima skema itu, di antaranya adalah relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM. Kemudian, relaksasi penundaan angsuran dan subsidi bunga bagi KUR, kredit ultra mikro atau UMi, debitur program Mekaar dan debitur mikro di Pegadaian.
Baca juga: BI injeksi likuiditas Rp503,8 triliun melalui pelonggaran moneter
Baca juga: BI turunkan GWM rupiah untuk tambah likuiditas Rp102 triliun
Baca juga: Sri Mulyani: Bank Pembangunan Islam siap beri dana darurat COVID-19
Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu, menjelaskan akan terdapat mekanisme interbank, dan penyiapan cadangan bantuan likuiditas dengan menempatkan dana pemerintah di bank tersebut.
“Kalau bank kemudian, karena adanya penundaan angsuran menghadapi masalah likuiditas, pemerintah akan siapkan mekanisme interbank, namun pemerintah juga siapkan cadangan bantuan dukungan likuiditas bagi bank yang melakukan restrukturisasi dengan penempatan dana pemerintah di bank tersebut,,” kata Menkeu dalam konferensi pers usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta.
Bantuan likuiditas tersebut, kata Sri Mulyani, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menuntaskan naskah PP tersebut dalam pekan ini. Dengan demikian, lembaga jasa keuangan tidak perlu khwatir dalam melakukan restrukturisasi kredit.
“Sehingga segera bisa dijalankan program ini kepada masyarakat melalui perbankan, lembaga keuangan, BPR (Bank Perkreditan Rakyat) bahkan melalui lembaga UMi (Ultra Mikro), PNM, serta Pegadaian,” katanya.
Adapun total restrukturisasi kredit UMKM dan kredit setara ultra mikro bagi nasabah yang terdampak COVID-19 akan mencapai Rp271 triliun selama periode enam bulan.
Dari total Rp271 triliun itu, Sri Mulyani merinci untuk penundaan bayar cicilan pokok Kredit Usaha Rakyat, Ultra Mikro, Program Mekaar, dan kredit di Pegadaian mencapai Ro105,7 triliun.
Sedangkan untuk penundaan bayar cicilan pokok kredit UMKM di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), perbankan umum dan perusahaan pembiayaan mencapai Rp165,4 triliun.
Sri Mulyani mengatakan upaya tersebut merupakan langkah untuk menjaga keberlangsungan bisnis UMKM di tengah pandemi COVID-19. Seperti diketahui pandemi virus Corona (Covid-19) menciptakan krisis bagi sejumlah pelaku usaha, utamanya di sektor restoran, perdagangan, transportasi dan pariwisata.
Sebelumnya, dalam pembukaan rapat terbatas itu, Presiden Joko Widodo meminta penerapan lima skema besar dalam program perlindungan dan pemulihan ekonomi sektor UMKM termasuk program khusus bagi usaha ultramikro.
Dari lima skema itu, di antaranya adalah relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM. Kemudian, relaksasi penundaan angsuran dan subsidi bunga bagi KUR, kredit ultra mikro atau UMi, debitur program Mekaar dan debitur mikro di Pegadaian.
Baca juga: BI injeksi likuiditas Rp503,8 triliun melalui pelonggaran moneter
Baca juga: BI turunkan GWM rupiah untuk tambah likuiditas Rp102 triliun
Baca juga: Sri Mulyani: Bank Pembangunan Islam siap beri dana darurat COVID-19
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment