Jakarta (ANTARA) - Pengamat Komunikasi Politik yang juga Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan wabah virus corona atau COVID-19 harus dilawan dengan memanfaatkan setiap sumber daya (resources) yang dimiliki bangsa Indonesia dengan mengandalkan sains (ilmu pengetahuan) sebagai ujung tombak.
“Kita harus menang dengan mengandalkan setiap 'resources' yang kita miliki, dan mengandalkan sains sebagai ujung tombak,” kata Hendri Satrio dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
“Kita harus menang dengan mengandalkan setiap 'resources' yang kita miliki, dan mengandalkan sains sebagai ujung tombak,” kata Hendri Satrio dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: "Bertahan Di Wuhan" jadi potret "gerak cepat" lawan COVID-19
Hendri mengungkapkan bahwa melawan corona bukan seperti melawan manusia atau kelompok, bukan juga entitas negara. Tapi lawan yang dihadapi adalah virus atau penyakit sehingga pendekatan dan strateginya khusus. Selain itu, Indonesia harus belajar dari keberhasilan negara lain, dan kesalahan dari negara lain.
Menurutnya, pemerintah, militer, polisi harus percaya dengan mendengarkan dan melibatkan dokter, epidemiolog, ahli-ahli kesehatan, ahli komunikasi, kesejahteraan masyarakat, dan ekonom dalam menentukan strategi yang tepat.
Setiap langkah harus dikuantifikasi dalam kacamata medis, dalam kacamata sosiologis dan dalam kacamata ekonomi. Apabila memang diperlukan mobilisasi dan pendisiplinan, maka mobilisasi dan pendisiplinan tersebut harus merujuk pada koridor keterhitungan berdasarkan ilmu pengetahuan tersebut itu.
“Pengabaian terhadap sains akan menjerembabkan kita pada fatalisme,” katanya.
Baca juga: Pasien positif COVID-19 tidak bergejala diisolasi di RSBNH
Baca juga: China laporkan jumlah kasus corona harian yang kian sedikit
Akademisi Universitas Paramadina itu mengatakan, belajar dari pengalaman beberapa negara lain, karantina wilayah terbukti berhasil menekan jumlah korban.
Seperti Italia, di mana sebelumnya banyak pihak meragukan, ternyata karantina wilayah yang mereka lakukan cukup berhasil menekan jumlah korban. Walaupun efeknya mengalami penundaan 2-3 minggu menyesuaikan masa inkubasi.
“Kita bisa lihat grafik eksponensial peningkatan jumlah korban di Italia menunjukkan perbaikan, ada harapan mereka akan berhasil mengontrol penyebaran dan pertambahan jumlah korban COVID-19,” jelasnya.
Terkait penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia, Hendri menilai, cara itu efektif bangsa Indonesia belajar dari apa yang dilakukan oleh China dan Italia.
Termasuk mempertimbangkan kesalahan yang mereka lakukan, serta menghitung sumberdaya. Misalnya, pada awalnya warga Italia banyak yang tidak mematuhi peraturan karantina kewilayahan yang mereka berlakukan terutama anak muda, hal tersebut yang mempercepat penyebaran COVID-19, dan tumbangnya lansia.
Anak-anak muda menjadi pembawa virus (carrier), sedangkan mereka yang ada di rentang usia rentan serta pemilik penyakit bawaan menjadi korban.
“Ketidakpatuhan di Italia misalnya disebabkan tidak sepenuhnya publik terinformasi dengan baik, terkait ancaman sebenarnya dari COVID-19,” tutur founder lembaga survei KedaiKOPI itu.
Baca juga: China pantau kemungkinan gelombang kedua corona karena kasus impor
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2020
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment