Sebenarnya kan memang masih berfluktuasi. Jadi memang sudah seharusnya, diamkan saja harga waktu itu, tidak diturunkan. Daripada akhirnya malah memunculkan gejolak.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Profesor Sulastri Surono menilai keputusan untuk tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu sudah tepat dilakukan karena saat ini atau hanya dalam waktu sekitar dua bulan, harga minyak mentah kembali melonjak lebih dari 100 persen.

"Sebenarnya kan memang masih berfluktuasi. Jadi memang sudah seharusnya, diamkan saja harga waktu itu, tidak diturunkan. Daripada akhirnya malah memunculkan gejolak," kata Sulastri di Jakarta, Rabu.

Saat ini, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus sudah mencapai 42,30 dolar AS /barel di London ICE Futures Exchange melonjak 19,2 persen dibandingkan pekan sebelumnya.

Baca juga: Venezuela naikkan harga BBM mulai Juni

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), tambahnya, naik pada level 39,55 dolar AS/barel atau menguat 10,7 persen dalam sepekan.

Jika harga BBM ikut naik turun, menurut Sulastri, justru akan memunculkan gejolak, padahal dalam masa pandemi, permintaan juga menurun drastis.

Bahkan, dikatakannya, dalam perhitungan inflasi, bahan pokok yang memiliki kontribusi besar, harganya juga cenderung turun.

"Apalagi permintaan akan transportasi selama pandemi juga jauh berkurang," katanya melalui keterangan tertulis.

Baca juga: China pertahankan harga BBM di tengah terpuruknya harga minyak dunia

Sulastri menilai harga BBM sebaiknya memang dalam posisi wait and see saja serta harus dilihat bagaimana tren selanjutnya.

"Ini kan pengaruh dari luar negeri, OPEC. Jadi masih berfluktuasi. Apalagi kalau pada level 40 dolar AS, belum berpengaruh ke APBN," kata dia.

Baca juga: Ini kata Ombudsman mengapa harga BBM tak turun

Selain itu, lanjutnya, pemangkasan produksi 9,7 juta barel/hari juga harus dilihat kelanjutannya, apalagi persaingan negara-negara OPEC dalam pasar yang oligopoli, sering terjadi persaingan.

Di antara negara-negara OPEC, menurut dia, sering terjadi persaingan yang sebenarnya merugikan sendiri, yaitu cut throat competition (persaingan memotong leher).

"Jadi sebaiknya memang kita tunggu saja harga minyak ke depan. Harga BBM dalam negeri, sebaiknya juga didiamkan saja dahulu. Apalagi ekonomi kita baru digerakkan kembali," kata Sulastri.

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2020