PKI sendiri terbukti telah merongrong kewibawaan Pancasila dan berkhianat pada republik.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta pembatalan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) apabila tidak ada perubahan fundamental dalam RUU tersebut, salah satunya memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsiderans.

"FPKS dengan tegas RUU HIP harus memasukkan usul perbaikan fundamental yang hari ini menjadi catatan kritis ormas-ormas dan publik secara luas. Jika tidak, sebaiknya RUU ditarik atau dibatalkan pembahasannya," kata Jazuli di Jakarta, Selasa.

Baca juga: MPR: Baleg DPR harus perhatikan suara rakyat terkait RUU HIP

Ia menyebutkan catatan kritis dan perbaikan fundamental RUU tersebut, antara lain memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran yang menjiwai RUU HIP.

Langkah itu, menurut dia, untuk menegaskan bahwa Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang memang ajarannya bertentangan dengan Pancasila.

"PKI sendiri terbukti telah merongrong kewibawaan Pancasila dan berkhianat pada republik," ujarnya.

Kedua, lanjut dia, menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila sehingga ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus karena mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya.

Anggota Komisi I DPR RI itu menilai Pancasila yang disepekati bangsa Indonesia adalah yang terdiri atas lima sila dan termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.

Baca juga: LaNyalla: Mayoritas senator tolak RUU HIP

"Penekanan kembali pada trisila dan ekasila bisa mengacaukan konstruksi pemahaman Pancasila dan membuka kembali debat ideologis lama yang kontraproduktif," katanya.

Poin ketiga, menurut Jazuli, ada persoalan serius dalam konstruksi RUU HIP dalam menempatkan sila-sila Pancasila.

Ia mencontohkan sila pertama yang seharusnya menjadi sila utama dan menerangi sila-sila lainnya, sangat minimalis penjabarannya dan terkesan hanya pelengkap, misalnya penulisan frasa "ketuhanan yang berkebudayaan", pensejajaran agama, ruhani, dan budaya, makin mengesankan reduksi makna sila pertama Pancasila.

"Oleh karena itu, kami meminta Ketuhanan Yang Maha Esa harus dimaknai secara tepat dan ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya," ujarnya.

Jazuli mengatakan bahwa sikap tegas Fraksi PKS sejalan dengan kritisi ormas-ormas besar dan publik secara luas sehingga DPR mau mendengar karena ini soal dasar negara yang sangat fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia.

Baca juga: Muhammadiyah: Trisila-ekasila reduksi Pancasila

Ia menyebutkan sejumlah ormas besar, seperti Muhammadiyah, MUI, organisasi otonom NU, dan berbagai kalangan meminta pembahasan RUU HIP dihentikan karena berbagai catatan subtantif dan rawan membuka polemik ideologis yang kontraproduktif.

"Kami mempelajari dengan cermat naskah akademik maupun pasal-pasal RUU dan menyimpulkan bahwa RUU bermasalah secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Konstruksinya mengarah pada reduksi makna sila-sila Pancasila yang utuh yang disepakati dan termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945," katanya menegaskan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2020