Jakarta (ANTARA) - Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak sektor dan industri yang terpukul akibat pandemi COVID-19, tak terkecuali industri fesyen.
Beberapa rumah mode hingga gerai retail fast fashion pun harus mengeluarkan keputusan berat demi dapat bertahan di situasi ini.
Zara, misalnya. Dikutip dari Reuters, kerugian yang menimpa Zara pada kuartal pertama 2020 ini memaksa mereka untuk menutup hingga 1.200 tokonya pada tahun 2020 dan 2021.
Menurut desainer perancang busana Musa Widyatmojo pada siaran IG Live, Minggu (14/6), terdapat sejumlah kiat yang sekiranya dapat dilakukan para pelaku di industri fesyen di tengah pandemi dan jelang normal baru. Berikut ulasannya.
Baca juga: Tren fashion saat normal baru
Baca juga: Dior luncurkan skuter, kolaborasi dengan Vespa
Cerdas berinvestasi
Hal pertama ialah berhati-hati dengan investasi. Menurut Musa, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk berinvestasi guna membangun citra merek (brand).
"Hati-hati dengan investasi. Kalau masih punya dana, jangan investasi untuk membangun brand karena saya rasa ini bukan saat yang tepat. Lebih ke bagaimana kita menciptakan produk baru berdasarkan pengamatan kita dengan apa yang terjadi saat ini," kata dia.
Adaptif dan kreatif
Kedua, adalah bagaimana pelaku industri fesyen mampu beradaptasi, kreatif, dan melihat peluang di tengah kondisi pandemi.
"Mempelajari kebutuhan masyarakat yang WFH misalnya, mereka fokus virtual (conference), jadi kita bisa memperhatikan bahwa bagian pinggang ke atas yang lebih penting," kata Musa.
"Produk juga lebih ke sustainable. Ke depannya ini menjadi penting; recycle, reuse, resources, earthy. Orang akan memilih produk dengan value dan kualitas yang bagus agar lama dipakai," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Dior luncurkan sendal jeli untuk pria
Baca juga: Sambut normal baru, GUESS luncurkan platform situs di Indonesia
Brand as reason
Terakhir adalah menanamkan pola pikir bahwa branding (citra produk) bukan lagi tentang cerita, melainkan alasan.
"Kalau sekarang, branding bukan tentang story lagi, tapi reason. Harus ada alasan kenapa produk brand kita harus dibeli, menyusul di kondisi sekarang ini, dimana uang untuk luxury bisa menjadi pertimbangan," kata desainer tersebut.
Baca juga: Kenzo dan Vans hidupkan kembali kolaborasi "floral sneaker"
Baca juga: Koleksi "Cruise 2021" Chanel, pulau Capri yang diboyong ke Paris
Baca juga: Chanel pamerkan koleksi "Cruise 2021" secara digital
Beberapa rumah mode hingga gerai retail fast fashion pun harus mengeluarkan keputusan berat demi dapat bertahan di situasi ini.
Zara, misalnya. Dikutip dari Reuters, kerugian yang menimpa Zara pada kuartal pertama 2020 ini memaksa mereka untuk menutup hingga 1.200 tokonya pada tahun 2020 dan 2021.
Menurut desainer perancang busana Musa Widyatmojo pada siaran IG Live, Minggu (14/6), terdapat sejumlah kiat yang sekiranya dapat dilakukan para pelaku di industri fesyen di tengah pandemi dan jelang normal baru. Berikut ulasannya.
Baca juga: Tren fashion saat normal baru
Baca juga: Dior luncurkan skuter, kolaborasi dengan Vespa
Cerdas berinvestasi
Hal pertama ialah berhati-hati dengan investasi. Menurut Musa, saat ini bukanlah saat yang tepat untuk berinvestasi guna membangun citra merek (brand).
"Hati-hati dengan investasi. Kalau masih punya dana, jangan investasi untuk membangun brand karena saya rasa ini bukan saat yang tepat. Lebih ke bagaimana kita menciptakan produk baru berdasarkan pengamatan kita dengan apa yang terjadi saat ini," kata dia.
Adaptif dan kreatif
Kedua, adalah bagaimana pelaku industri fesyen mampu beradaptasi, kreatif, dan melihat peluang di tengah kondisi pandemi.
"Mempelajari kebutuhan masyarakat yang WFH misalnya, mereka fokus virtual (conference), jadi kita bisa memperhatikan bahwa bagian pinggang ke atas yang lebih penting," kata Musa.
"Produk juga lebih ke sustainable. Ke depannya ini menjadi penting; recycle, reuse, resources, earthy. Orang akan memilih produk dengan value dan kualitas yang bagus agar lama dipakai," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Dior luncurkan sendal jeli untuk pria
Baca juga: Sambut normal baru, GUESS luncurkan platform situs di Indonesia
Brand as reason
Terakhir adalah menanamkan pola pikir bahwa branding (citra produk) bukan lagi tentang cerita, melainkan alasan.
"Kalau sekarang, branding bukan tentang story lagi, tapi reason. Harus ada alasan kenapa produk brand kita harus dibeli, menyusul di kondisi sekarang ini, dimana uang untuk luxury bisa menjadi pertimbangan," kata desainer tersebut.
Baca juga: Kenzo dan Vans hidupkan kembali kolaborasi "floral sneaker"
Baca juga: Koleksi "Cruise 2021" Chanel, pulau Capri yang diboyong ke Paris
Baca juga: Chanel pamerkan koleksi "Cruise 2021" secara digital
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment