Jakarta (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM merilis hasil evaluasi status tingkat aktivitas gunung api Agung di Bali dari Level III (SIAGA) ke Level II (WASPADA).
Kepala PVMBG Badan Geologi, Kementerian ESDM, Kasbani, mengimbau masyarakat yang berada di wilayah gunung api tersebut untuk tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yakni radius 2 km dari Kawah Puncak Gunung api Agung.
"Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung api Agung yang paling terbaru," kata Kasbani melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
Hasil analisis dari PVMBG disampaikan visual gunung api dalam periode 1 Januari 2020 - 16 Juli 2020 di dominasi oleh asap kawah utama berwarna putih, intensitas tipis dengan ketinggian sekitar 20-150 meter di atas puncak.
Baca juga: Tersesat naik Gunung Agung-Bali, Dua pendaki ditemukan selamat
Baca juga: Basarnas Bali cari dua pendaki Gunung Agung tersesat
Erupsi sudah tidak terjadi dan di dominasi oleh hembusan dengan intensitas lemah hingga sedang. Jika dibandingkan visual Gunung api Agung pada Juni 2019 (erupsi terakhir) dengan beberapa bulan terakhir terjadi penurunan aktivitas yang signifikan.
Kemudian, jumlah kegempaan vulkanik sejak 1 (satu) tahun yang lalu secara umum berangsur mengalami penurunan. Kegempaan vulkanik sesekali masih terekam, namun jumlahnya tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan magma masih terjadi di dalam tubuh gunung api namun dengan intensitas rendah.
Kegempaan dalam periode 1 Januari 2020 hingga 16 Juli 2020 didominasi oleh gempa Hembusan, Vulkanik Dalam, Tektonik Lokal, dan Tektonik Jauh dengan rincian 97 kali gempa Hembusan, 18 kali gempa Vulkanik Dangkal, 62 kali gempa Vulkanik Dalam, 105 kali gempa Tektonik Lokal, dan 711 kali gempa Tektonik Jauh dengan kecenderungan energi yang menurun.Data deformasi Gunung Agung sejak satu tahun terakhir menunjukkan kecenderungan deflasi dan dalam beberapa bulan terakhir pola deformasi cenderung stabil .
Selanjutnya, anomali panas di permukaan kawah terakhir terdeteksi pada bulan Juli 2019 dan terus mengalami penurunan temperatur yang mengindikasikan rendahnya suplai magma ke permukaan.
Sedangkan untuk potensi bahaya, berdasarkan pemodelan, ancaman bahaya primer Gunung Agung masih terlokalisir di sekitar area puncak dengan radius bahaya maksimum diperkirakan hingga 2 km dari puncak.
Potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan dapat terjadi terutama pada musim hujan selama material erupsi-erupsi sebelumnya masih terpapar di area lereng dekat puncak. Area yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan adalah aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung terutama ke arah Utara, Timurlaut, Tenggara, Selatan dan Baratdaya.*
Baca juga: Orientasi berpikir, dari Keraton Agung Sejagat hingga keindonesiaan
Baca juga: Lima Gunung dalam dongeng versus Keraton Agung Sejagat
Kepala PVMBG Badan Geologi, Kementerian ESDM, Kasbani, mengimbau masyarakat yang berada di wilayah gunung api tersebut untuk tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yakni radius 2 km dari Kawah Puncak Gunung api Agung.
"Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan Gunung api Agung yang paling terbaru," kata Kasbani melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.
Hasil analisis dari PVMBG disampaikan visual gunung api dalam periode 1 Januari 2020 - 16 Juli 2020 di dominasi oleh asap kawah utama berwarna putih, intensitas tipis dengan ketinggian sekitar 20-150 meter di atas puncak.
Baca juga: Tersesat naik Gunung Agung-Bali, Dua pendaki ditemukan selamat
Baca juga: Basarnas Bali cari dua pendaki Gunung Agung tersesat
Erupsi sudah tidak terjadi dan di dominasi oleh hembusan dengan intensitas lemah hingga sedang. Jika dibandingkan visual Gunung api Agung pada Juni 2019 (erupsi terakhir) dengan beberapa bulan terakhir terjadi penurunan aktivitas yang signifikan.
Kemudian, jumlah kegempaan vulkanik sejak 1 (satu) tahun yang lalu secara umum berangsur mengalami penurunan. Kegempaan vulkanik sesekali masih terekam, namun jumlahnya tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pergerakan magma masih terjadi di dalam tubuh gunung api namun dengan intensitas rendah.
Kegempaan dalam periode 1 Januari 2020 hingga 16 Juli 2020 didominasi oleh gempa Hembusan, Vulkanik Dalam, Tektonik Lokal, dan Tektonik Jauh dengan rincian 97 kali gempa Hembusan, 18 kali gempa Vulkanik Dangkal, 62 kali gempa Vulkanik Dalam, 105 kali gempa Tektonik Lokal, dan 711 kali gempa Tektonik Jauh dengan kecenderungan energi yang menurun.Data deformasi Gunung Agung sejak satu tahun terakhir menunjukkan kecenderungan deflasi dan dalam beberapa bulan terakhir pola deformasi cenderung stabil .
Selanjutnya, anomali panas di permukaan kawah terakhir terdeteksi pada bulan Juli 2019 dan terus mengalami penurunan temperatur yang mengindikasikan rendahnya suplai magma ke permukaan.
Sedangkan untuk potensi bahaya, berdasarkan pemodelan, ancaman bahaya primer Gunung Agung masih terlokalisir di sekitar area puncak dengan radius bahaya maksimum diperkirakan hingga 2 km dari puncak.
Potensi ancaman bahaya sekunder berupa aliran lahar hujan dapat terjadi terutama pada musim hujan selama material erupsi-erupsi sebelumnya masih terpapar di area lereng dekat puncak. Area yang berpotensi terlanda aliran lahar hujan adalah aliran-aliran sungai yang berhulu di Gunung Agung terutama ke arah Utara, Timurlaut, Tenggara, Selatan dan Baratdaya.*
Baca juga: Orientasi berpikir, dari Keraton Agung Sejagat hingga keindonesiaan
Baca juga: Lima Gunung dalam dongeng versus Keraton Agung Sejagat
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment