Jakarta (ANTARA) - Budayawan Dr Ngatawi Al Zastrouw mengatakan pentingnya masyarakat untuk membangun aliansi anti narasi radikal dan anti tindakan anarkisme dengan memperkuat konter narasi dan menyuburkannya di ruang-ruang publik.
Ngatawi meminta masyarakat untuk memperkuat diri dengan cara menggali, mengeksplorasi suatu nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh para leluhur bangsa ini dahulu.
“Hal ini pada dasarnya watak dari konstruksi budaya tradisi nusantara itu adalah tradisi integratif dan harmoni. Hal inilah yang membuat kita bisa bertahan sampai sekarang ini. Nah dari harmoni dan integrasi inilah yang sebetulnya bisa menyebabkan resiliensi, daya lenting, daya suspensif dari masyarakat kita agar terhindar dari narasi-narasi radikal,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Baca juga: BNPT: Semua elemen bangsa harus cegah radikal terorisme
Namun demikian, menurut dia, agar masyarakat dapat membuat konter narasi terhadap narasi-narasi radikalisme ataupun narasi intoleransi, maka masyarakat harus memperkuat khazanah dan contoh-contohnya, baik perspektif yang hidup dalam tradisi, maupun dalam sistem nilai yang berkembang di masyarakat.
Dosen pasca sarjana dari Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini menilai bahwa selama ini yang menjadi penyebab suburnya narasi radikal dan tindakan anarkis ini dikarenakan kelompok-kelompok yang suka menyebarkan narasi radikal dan tindakan anarkis ini sudah menguasai ruang media.
“Ini dikarenakan ruang media itu tidak ada yang bisa mengontrol, sehingga mereka ini sangat produktif dalam memproduksi narasi radikal tersebut. Akhirnya seolah-olah menjadi subur. Karena hampir setiap hari dia (kelompok radikal) mengisi ruang itu,” ujar alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta iitu
Maka dari itu supaya kelompok tersebut tidak kelihatan subur, dirinya meminta kepada orang-orang atau masyarakat yang punya kepedulian untuk melawan kelompok tersebut juga harus mengembangkan narasi-narasi positif. Karena sebetulnya orang yang bisa mengkonnter hal itu sebenarnya sangat banyak sekali di masyarakat.
Baca juga: Polda Jateng: Pondok pesantren berperan penting tangkal radikalisme
“Kita kelihatan tidak subur itu bukannya tidak ada, tetapi kita ini tidak membiasakan diri untuk me-mainstraimingkan atau mengarusutamakan melalui media sosial dari gagasan-gagasan positif ini. Saya melihat salah satunya Duta Damai Dunia Maya BNPT itu bisa berperan serta untuk memberikan counter narasi melalui media sosial dan bahkan harus mengajak masyarakat untuk turut berperan serta,” kata mantan asisten pribadi Presiden RI ke-4 alm KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) itu.
Selain itu dirinya mencontohkan apa yang menjadi pemikiran-pemikiran posiitif para ulama seperti KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), KH Bahauddin Nursalim Gus Baha' ataupun Habib Syech Abdul Qodir Assegaf dan ulama moderat lainnya itu banyak sekali. Tetapi sayangnya pemikiran positif itu tidak di mainstreaming-kan melalui media sosial, sehingga seolah-olah menjadi tidak subur.
“Maka dari itu kita harus mengimbangi gerak mereka dengan mengupload atau memposting dan mempublikasikan dari narasi-narasi positif ini ke publik atau ranah publik melalui media social dan media lainnya. Karena selama ini saya lihat masih kurang dipublikasikan. Padahal orang-orang yang memiliki pemikiran positif itu sejatinya lebih banyak dibanding orang-orang dari kelompok-kelompok itu,” kata mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU ini.
Baca juga: Guru Besar UIN: Paham khilafah politik karena kurang pemahaman agama
Ngatawi meminta masyarakat untuk memperkuat diri dengan cara menggali, mengeksplorasi suatu nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh para leluhur bangsa ini dahulu.
“Hal ini pada dasarnya watak dari konstruksi budaya tradisi nusantara itu adalah tradisi integratif dan harmoni. Hal inilah yang membuat kita bisa bertahan sampai sekarang ini. Nah dari harmoni dan integrasi inilah yang sebetulnya bisa menyebabkan resiliensi, daya lenting, daya suspensif dari masyarakat kita agar terhindar dari narasi-narasi radikal,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Baca juga: BNPT: Semua elemen bangsa harus cegah radikal terorisme
Namun demikian, menurut dia, agar masyarakat dapat membuat konter narasi terhadap narasi-narasi radikalisme ataupun narasi intoleransi, maka masyarakat harus memperkuat khazanah dan contoh-contohnya, baik perspektif yang hidup dalam tradisi, maupun dalam sistem nilai yang berkembang di masyarakat.
Dosen pasca sarjana dari Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini menilai bahwa selama ini yang menjadi penyebab suburnya narasi radikal dan tindakan anarkis ini dikarenakan kelompok-kelompok yang suka menyebarkan narasi radikal dan tindakan anarkis ini sudah menguasai ruang media.
“Ini dikarenakan ruang media itu tidak ada yang bisa mengontrol, sehingga mereka ini sangat produktif dalam memproduksi narasi radikal tersebut. Akhirnya seolah-olah menjadi subur. Karena hampir setiap hari dia (kelompok radikal) mengisi ruang itu,” ujar alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta iitu
Maka dari itu supaya kelompok tersebut tidak kelihatan subur, dirinya meminta kepada orang-orang atau masyarakat yang punya kepedulian untuk melawan kelompok tersebut juga harus mengembangkan narasi-narasi positif. Karena sebetulnya orang yang bisa mengkonnter hal itu sebenarnya sangat banyak sekali di masyarakat.
Baca juga: Polda Jateng: Pondok pesantren berperan penting tangkal radikalisme
“Kita kelihatan tidak subur itu bukannya tidak ada, tetapi kita ini tidak membiasakan diri untuk me-mainstraimingkan atau mengarusutamakan melalui media sosial dari gagasan-gagasan positif ini. Saya melihat salah satunya Duta Damai Dunia Maya BNPT itu bisa berperan serta untuk memberikan counter narasi melalui media sosial dan bahkan harus mengajak masyarakat untuk turut berperan serta,” kata mantan asisten pribadi Presiden RI ke-4 alm KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) itu.
Selain itu dirinya mencontohkan apa yang menjadi pemikiran-pemikiran posiitif para ulama seperti KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), KH Bahauddin Nursalim Gus Baha' ataupun Habib Syech Abdul Qodir Assegaf dan ulama moderat lainnya itu banyak sekali. Tetapi sayangnya pemikiran positif itu tidak di mainstreaming-kan melalui media sosial, sehingga seolah-olah menjadi tidak subur.
“Maka dari itu kita harus mengimbangi gerak mereka dengan mengupload atau memposting dan mempublikasikan dari narasi-narasi positif ini ke publik atau ranah publik melalui media social dan media lainnya. Karena selama ini saya lihat masih kurang dipublikasikan. Padahal orang-orang yang memiliki pemikiran positif itu sejatinya lebih banyak dibanding orang-orang dari kelompok-kelompok itu,” kata mantan Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU ini.
Baca juga: Guru Besar UIN: Paham khilafah politik karena kurang pemahaman agama
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment