Timika (ANTARA) - Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) atas area konsesi pertambangan PT Freeport Indonesia selama beberapa hari terakhir mulai mendata warga Banti 1, Banti 2 dan Opitawak yang selama tujuh bulan terakhir mengungsi sementara ke Timika untuk dipulangkan kembali ke kampung halaman mereka di Distrik Tembagapura, Mimika, Papua.

Wakil Ketua FPHS Yohan Songgonao di Timika, Jumat, mengatakan pendataan warga tiga kampung itu akan dilakukan hingga akhir Oktober ini sehingga bisa diketahui secara pasti berapa banyak warga yang nantinya akan kembali ke kampung mereka.

"Sudah mulai pendataan di Posko Jalan C Heatubun Kwamki Baru. Kami dari FPHS bersama kuasa hukum membantu memfasilitasi keinginan warga tiga kampung untuk segera kembali ke kampung mereka di Distrik Tembagapura agar bisa merayakan Natal pada Desember nanti di kampung," ucap Yohan.

Berdasarkan hasil diskusi pengurus FPHS dengan warga tiga kampung itu, mereka bersepakat untuk bisa dipulangkan ke Tembagapura setelah tanggal 1 Desember atau paling lambat sekitar 10 Desember.

Baca juga: Kondisi dua karyawan PT Freeport Indonesia korban penembakan stabil

Baca juga: Warga Kimbeli tinggalkan kampung untuk selamatkan diri dari KKB


"Kalau mereka terus-terusan berada di Timika tentu ini menjadi beban tersendiri, mereka tidak punya tempat tinggal hanya menetap di rumah keluarga ataupun tinggal di rumah kontrakan berdesak-desakan. Kondisi mereka sangat memprihatinkan, apalagi tidak ada pihak yang memperhatikan nasib mereka," tutur Yohan.

FPHS bersama kuasa hukum dari Kantor Hukum dan HAM Lokataru Foundation pimpinan Haris Azhar hanya akan berupaya memfasilitasi pemulangan warga Banti 1, Banti 2 dan Opitawak.

Sementara warga Kimbeli yang juga pada awal Maret diungsikan ke Timika dari Tembagapura sebetulnya bukan merupakan warga asli, namun hanya membuat perkampungan darurat untuk tujuan mendulang butiran emas di Kali Kabur.

Sejauh ini FPHS sudah menjalin komunikasi dengan pihak manajemen Freeport, pimpinan TNI dan Polri di Mimika untuk memulangkan sekitar 1.800 warga tiga kampung itu.

"Sebetulnya pimpinan TNI dan Polri serta manajemen Freeport tidak ada masalah. Malah CLO Freeport siap menyediakan bus untuk mengangkut masyarakat kembali ke Tembagapura. Memang ada sedikit ganjalan dari pihak-pihak tertentu terkait rencana pemulangan masyarakat Distrik Tembagapura. Kami tidak tahu ada apa sesungguhnya dibalik sikap mereka itu. Tentu dalam perjalanan ke depan semua ini akan terbuka secara terang-benderang," papar Yohan.

Ketua FPHS Yafet Beanal mengatakan wadah yang dipimpinnya bersama warga Tsinga, Waa-Banti dan Aroanop (Tsingwarop) telah memberikan kuasa kepada aktivis HAM sekaligus pengacara Haris Azhar dan kawan-kawannya untuk membantu pemulangan warga Banti 1, Banti 2 dan Opitawak dari Timika ke Tembagapura.

Tidak itu saja, Haris Azhar dan kawan-kawan juga mendapat kepercayaan dari warga tiga desa di sekitar area pertambangan Freeport di Tembagapura itu untuk membantu memperjuangkan hak-hak masyarakat adat korban permanen aktivitas tambang Freeport, terutama dalam mendapatkan bagian saham yang saat ini diklaim penuh oleh Pemkab Mimika.

Baca juga: Wabup Mimika: 614 warga Tembagapura minta dievakuasi ke Timika

Baca juga: Pemerintah perlu lebih dorong manfaat "smelter" untuk masyarakat


Pemkab Mimika mengklaim mendapatkan bagian saham 7 persen dari 10 persen saham untuk masyarakat Papua dari 51 persen kepemilikan saham Freeport yang dikuasai oleh Pemerintah Indonesia.

"Kami sangat prihatin dengan nasib masyarakat karena selama tujuh bulan diungsikan ke Timika ada satu rumah yang bisa menampung sampai 10 kepala keluarga. Ada juga yang harus diusir dari rumah kost karena tidak sanggup bayar," kata Yafet.

Ribuan warga tiga kampung itu diungsikan sementara ke Timika sejak 6-8 Maret lalu setelah kampung mereka dilanda konflik antara aparat TNI-Polri dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2020