Jakarta (ANTARA) - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nadjamuddin Ramly meminta agar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja (Ciptaker) berlangsung tertib sesuai dengan budaya Indonesia.
"Kami minta unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa maupun buruh agar berlangsung tertib dan menghindari gesekan," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan dalam dunia demokrasi, unjuk rasa atau menyampaikan pendapat pada hakikatnya dijamin oleh undang-undang.
Baca juga: Kapolda imbau buruh tak anarkis unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja
Baca juga: Polda Metro Jaya tegaskan anak di bawah umur tetap bisa dipidana
"Saya kira di alam demokrasi ini, unjuk rasa atau demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 maupun UU Nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar setiap pengunjuk rasa dapat mengedepankan adab serta nilai-nilai kebudayaan Indonesia dalam melakukan aksinya.
"Cuma memang disayangkan antarpengunjuk rasa dan pihak keamanan sering berkonflik atau melakukan gesekan fisik yang justru tidak dikehendaki oleh UU itu," kata dia.
Menurutnya, mahasiswa, kaum buruh serta elemen pelajar seharusnya melakukan unjuk rasa dan menyampaikan pendapat dengan tertib. "Jadi berorasi yang betul-betul sesuai kebudayaan bangsa Indonesia. Bahkan, seharusnya kita menerapkan ajaran Bung Karno yakni Tri Sakti," ujar dia.
Baca juga: Polda Metro dan pihak terkait antisipasi pelajar ikut demo anarkis
Baca juga: 8.000 personel gabungan kawal demo tolak Omnibus Law
Selain itu, Nadjamuddin meminta para pengunjuk rasa untuk tidak melakukan aksi yang merugikan kepentingan umum termasuk merusak halte maupun fasilitas umum lainnya.
Ia mendorong agar mahasiswa melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Secara umum, unjuk rasa kembali terjadi pada Rabu (28/10) yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda dengan diikuti para buruh dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Tanah Air.
"Kami minta unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa maupun buruh agar berlangsung tertib dan menghindari gesekan," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan dalam dunia demokrasi, unjuk rasa atau menyampaikan pendapat pada hakikatnya dijamin oleh undang-undang.
Baca juga: Kapolda imbau buruh tak anarkis unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja
Baca juga: Polda Metro Jaya tegaskan anak di bawah umur tetap bisa dipidana
"Saya kira di alam demokrasi ini, unjuk rasa atau demonstrasi adalah hak warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 maupun UU Nomor 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar setiap pengunjuk rasa dapat mengedepankan adab serta nilai-nilai kebudayaan Indonesia dalam melakukan aksinya.
"Cuma memang disayangkan antarpengunjuk rasa dan pihak keamanan sering berkonflik atau melakukan gesekan fisik yang justru tidak dikehendaki oleh UU itu," kata dia.
Menurutnya, mahasiswa, kaum buruh serta elemen pelajar seharusnya melakukan unjuk rasa dan menyampaikan pendapat dengan tertib. "Jadi berorasi yang betul-betul sesuai kebudayaan bangsa Indonesia. Bahkan, seharusnya kita menerapkan ajaran Bung Karno yakni Tri Sakti," ujar dia.
Baca juga: Polda Metro dan pihak terkait antisipasi pelajar ikut demo anarkis
Baca juga: 8.000 personel gabungan kawal demo tolak Omnibus Law
Selain itu, Nadjamuddin meminta para pengunjuk rasa untuk tidak melakukan aksi yang merugikan kepentingan umum termasuk merusak halte maupun fasilitas umum lainnya.
Ia mendorong agar mahasiswa melakukan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Secara umum, unjuk rasa kembali terjadi pada Rabu (28/10) yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda dengan diikuti para buruh dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Tanah Air.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment