Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 terwujud berkat persatuan pemikiran para pemuda bangsa dalam menyingkirkan isu primordialisme.

Gus Jazil, sapaan Jazilul Fawaid, mengatakan bahwa sikap anak-anak muda yang demikian perlu ditiru.

"Sikap anak-anak muda yang mementingkan hal yang lebih besar daripada primordialisme, perlu ditiru. Meski mereka dari kalangan yang mapan, bisa sekolah di STOVIA, sekolah kedokteran yang elit pada masa itu; dan sekolah yang lainnya, mereka tetap ingin bangsa ini lepas dari penjajahan. Di tengah kesibukan belajar tetap memikirkan bangsanya,” ujar Gus Jazil dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Gus Jazil pun memuji Kongres II Pemuda yang mencetuskan Sumpah Pemuda tersebut. Menurut dia, itu merupakan cikal bakal adanya Indonesia, dan sumpah yang diucapkan masih relevan sampai kapanpun.

Baca juga: MPR ajak masyarakat kedepankan etika berbangsa
Baca juga: MPR: Sosialisasi skala nasional tingkatkan pemahaman terkait kanker
Baca juga: Ketua MPR sebut target ganda vaksinasi COVID-19 kekebalan-pemulihan


Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, generasi muda terdidik yang berasal dari berbagai suku, agama, dan bahasa itu sadar, apabila masing-masing suku berjuang sendiri-sendiri, maka daya dobrak yang ada dirasa kurang.

Agar perjuangan lebih maksimal dan menunjukkan adanya kebersamaan atau persatuan maka generasi muda yang berasal dari berbagai suku, agama, dan bahasa itu menyatukan diri. “Pikiran mereka sangat cerdas. Melepas keragaman untuk Indonesia,” kata Gus Jazil.

Semangat Sumpah Pemuda, menurut alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu, perlu terus dirawat, dilestarikan, dan diserukan.

Gus Jazil mengatakan semangat itu penting, sebab sebagai bangsa yang besar, terdiri dari ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Pulau Rote yang di dalamnya tinggal beragam penduduk yang memiliki latar suku, agama, dan bahasa yang tak sama, bangsa ini rentan dari ancaman disintegrasi bangsa. “Potensi-potensi disintegrasi bangsa itu ada,” kata dia.

Kongres II Pemuda dikatakan sebagai panduan bangsa dalam perjalanan ke masa depan. “Mengutip kata Bung Karno, Jas Merah, jangan-jangan sekali melupakan sejarah,” tuturnya.

Dengan mengacu pada sejarah bangsa kita belajar pada masa lalu tentang pentingnya persatuan. “Persatuan inilah yang membuat kita merdeka dan menjadi negara besar,” ujarnya.

Persatuan bisa digalang menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu karena masing-masing pihak tidak ingin menonjolkan diri atau merasa paling benar dan besar.

Mereka lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Sikap yang demikian, menurutnya, perlu dijaga dan diutamakan sejak Indonesia ingin merdeka, saat ini, dan hingga nanti.

Jazilul Fawaid mengajak persatuan yang ada tidak hanya untuk memperkokoh berdirinya bangsa Indonesia namun persatuan yang kita miliki juga digunakan untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang makmur, adil, dan sejahtera.

“Untuk melawan kebodohan dan kemiskinan juga memerlukan persatuan dan kepedulian semua rakyat Indonesia,” kata dia menandaskan.

Baca juga: Hari Santri, Gus Jazil dorong santri kuasai iptek pelopor perubahan
Baca juga: Diwisuda doktor secara daring, Gus Jazil: Pengalaman pertama

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2020