Kita lihat pertumbuhan kredit bank selama pandemi ini masih di kisaran 1 persen...Jika kredit didorong, pertumbuhan ekonomi akan ikut terangkat
Jakarta (ANTARA) - Ekonom Senior dari The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan kinerja perbankan yang kuat akibat adanya dukungan likuiditas yang solid dan kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait, dapat mendukung pemulihan ekonomi.

Sunarsip dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, menyatakan kondisi ini sangat berbeda dengan krisis 1998 ketika perbankan nasional mengalami kekeringan likuiditas dan pasar uang antarbank sangat ramai, bahkan suku bunga acuan yang ditetapkan cukup tinggi.

"Ini menunjukkan kebijakan pre-emptive dan pengawasan industri perbankan sudah dijalankan dengan baik oleh OJK. Meski di sisi lain penyaluran kredit perbankan baru tumbuh tipis, sehingga harus terus didorong," katanya.

Baca juga: BI injeksi likuiditas perbankan Rp680,89 triliun

Menurut Sunarsip, sektor perbankan yang solid dalam masa pandemi COVID-19 ini bisa memberikan rasa percaya diri bagi pelaku usaha, regulator, maupun pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dalam waktu cepat.

Saat ini kekuatan likuiditas perbankan tercermin dari rasio alat likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) yang tercatat di level 154,14 persen dan alat likuid terhadap pihak ketiga (AL/DPK) 32,94 persen pada Oktober 2020.

Posisi ini meningkat dari periode Maret 2020 ketika Indonesia memasuki awal pandemi, dengan AL/NCD di posisi 112,9 persen dan AL/DPK 24,16 persen. Sementara itu, batas bawah yang ditetapkan adalah di level 50 persen untuk AL/NCD dan AL/DPK 10 persen.

Baca juga: Gubernur BI: Tidak ada bank ajukan pinjaman likuiditas

"Artinya, likuiditas perbankan saat ini memang sangat kuat," kata Sunarsip.

Sunarsip menambahkan kekuatan likuditas perbankan tersebut akan bisa lebih efektif me-leverage pemulihan ekonomi jika bisa dimanifestasikan dalam bentuk penyaluran kredit yang optimal untuk menggerakkan sektor riil.

"Ini menjadi tugas bersama pemerintah selaku otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, serta OJK yang bertanggung jawab terhadap kebijakan mikro prudensial dalam hubungannya dengan industri perbankan," jelasnya.

Oleh karena itu ia mendukung adanya berbagai pelonggaran agar kegiatan penyaluran kredit bisa kembali seperti semula karena semakin besar penyaluran kredit, pemulihan ekonomi nasional juga akan semakin cepat.

Baca juga: OJK: Industri perbankan saat ini terjaga dan solid, berkat stimulus

"Kita lihat pertumbuhan kredit bank selama pandemi ini masih di kisaran 1 persen. Hal ini berkorelasi terhadap perekonomian nasional yang pada triwulan III-2020 terkontraksi sekitar 3 persen. Jika kredit didorong, pertumbuhan ekonomi akan ikut terangkat," katanya.

Meski demikian ia mengingatkan penyaluran kredit perbankan tersebut harus dilakukan dengan pengawasan dari otoritas terkait secara maksimal, meski terjadi relaksasi terhadap kebijakan.

"Dalam hal ini posisi OJK sangat strategis. Selain menyelaraskan kebijakan mikro prudensial agar bisa mendorong bergeraknya sektor riil, juga menjalankan peran pengawasan perbankan secara efektif," katanya.

Baca juga: OJK: Likuiditas perbankan kuat, tidak ada alasan "rush money"

Pewarta: Satyagraha
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2020