Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk menyosialisasikan mengenai adanya sanksi pidana bagi individu atau komunitas yang secara klinis terbukti merupakan bagian dari kontak pasien positif COVID-19 namun menolak mengikuti tes COVID-19, baik tes cepat maupun tes usap.
"Di samping menjelaskan pentingnya melakukan tes cepat maupun tes usap, juga menyampaikan sosialisasi dan pemahaman terkait adanya sanksi pidana bagi individu atau komunitas yang secara klinis terbukti merupakan bagian dari kontak pasien positif COVID-19 namun menolak mengikuti tes COVID-19," kata Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam pernyataannya, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Ketua MPR ingatkan bahaya infodemik di tengah pandemi COVID-19
Hal tersebut disampaikan Bamsoet merespons bahwa sanksi pidana bisa diterapkan kepada individu maupun komunitas yang menolak mengikuti tes dalam rangka penanggulangan COVID-19, baik tes cepat maupun tes usap berbasis reaksi berantai polimerase.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu meminta masyarakat untuk memahami penerapan sanksi pidana bagi masyarakat yang terbukti memiliki kontak pasien COVID-19 namun menolak mengikuti tes COVID-19.
Baca juga: Bamsoet: Perhatikan kekhawatiran orang tua siswa soal KBM tatap muka
Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, kata dia, kedua UU tersebut menjadi dasar bagi penegakan sanksi pidana bagi yang melanggar atau abai terhadap protokol kesehatan.
Meski demikian, Bamsoet mendorong aparat berwajib lebih mengedepankan upaya persuasif dengan mengajak masyarakat untuk menaati aturan yang telah menjadi kebijakan pemerintah.
Baca juga: MPR dorong Kemenkes beri kepastian vaksin COVID-19
Selain itu, Bamsoet meminta komitmen pemerintah dan aparat kepolisian untuk tidak tebang pilih dalam menindak dan memberlakukan aturan tersebut kepada pihak manapun yang tidak menaati kebijakan dan aturan yang berlaku.
"Di samping menjelaskan pentingnya melakukan tes cepat maupun tes usap, juga menyampaikan sosialisasi dan pemahaman terkait adanya sanksi pidana bagi individu atau komunitas yang secara klinis terbukti merupakan bagian dari kontak pasien positif COVID-19 namun menolak mengikuti tes COVID-19," kata Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam pernyataannya, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Ketua MPR ingatkan bahaya infodemik di tengah pandemi COVID-19
Hal tersebut disampaikan Bamsoet merespons bahwa sanksi pidana bisa diterapkan kepada individu maupun komunitas yang menolak mengikuti tes dalam rangka penanggulangan COVID-19, baik tes cepat maupun tes usap berbasis reaksi berantai polimerase.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila itu meminta masyarakat untuk memahami penerapan sanksi pidana bagi masyarakat yang terbukti memiliki kontak pasien COVID-19 namun menolak mengikuti tes COVID-19.
Baca juga: Bamsoet: Perhatikan kekhawatiran orang tua siswa soal KBM tatap muka
Sebagaimana ditegaskan pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, kata dia, kedua UU tersebut menjadi dasar bagi penegakan sanksi pidana bagi yang melanggar atau abai terhadap protokol kesehatan.
Meski demikian, Bamsoet mendorong aparat berwajib lebih mengedepankan upaya persuasif dengan mengajak masyarakat untuk menaati aturan yang telah menjadi kebijakan pemerintah.
Baca juga: MPR dorong Kemenkes beri kepastian vaksin COVID-19
Selain itu, Bamsoet meminta komitmen pemerintah dan aparat kepolisian untuk tidak tebang pilih dalam menindak dan memberlakukan aturan tersebut kepada pihak manapun yang tidak menaati kebijakan dan aturan yang berlaku.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment