Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA meluncurkan buku Indonesia Bergerak 1900-1942 yang berisi foto-foto sejarah hasil kurasi Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) yang dihimpun dari sejumlah sumber sekaligus dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-83 kantor berita tersebut.
"Melalui buku Indonesia Bergerak dan pameran ini, kita bisa belajar bersama tentang apa yang ada dalam sejarah pergerakan kita sejak 1900 sampai 1942," kata Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA Akhmad Munir saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Minggu.
Baca juga: ANTARA pamerkan foto tahun 1900-1942 refleksikan Indonesia Bergerak
Baca juga: Moeldoko buka pameran foto LKBN ANTARA "Indonesia Bergerak 1900-1942"
Ia mengatakan tentunya masih banyak hal-hal yang belum terekspos atau tersiar melalui media cetak, tulisan, foto, televisi maupun radio. Melalui pameran tersebut, sejarah perjalanan dan pergerakan bangsa dapat ditampilkan kembali.
"Melalui peluncuran buku ini kita bisa memperkenalkan kepada para pihak khususnya generasi muda bahwa kita memiliki sebuah zaman dan era di zaman pergerakan sampai sekarang ini jalannya kesejarahan bangsa," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Hilmar Farid mengatakan dalam buku Indonesia Bergerak tersebut terdapat tiga poin penting.
"Pertama, fotografi atau image termasuk juga grafis merupakan sumber sejarah," kata dia.
Baca juga: Pengamat: ANTARA tetap terdepan penyampai informasi kepada masyarakat
Hal kedua, fotografi atau image merupakan sebagai media penyampai narasi sebuah sejarah. Terakhir, ialah narasi terkait masa pergerakan yang menjadi subjek pembahasan buku Indonesia Bergerak 1900-1942.
Di kalangan sejarawan, ujar Hilmar, dokumen dianggap sebagai sumber yang paling otoritatif dan biasanya termuat dalam arsip. "Dokumen ini dianggap sebagai sumber yang paling dekat dengan kenyataan," katanya.
Bahkan, sejarawan Prancis pernah mengatakan bahwa bila tidak ada dokumen, tidak akan ada sejarah. Hal itu menandakan begitu pentingnya sebuah dokumen. "Alasannya dokumen dianggap meninggalkan jejak yang nyata untuk menelusuri masa lalu," ujarnya.
Baca juga: KSP apresiasi pameran virtual Indonesia Bergerak 1900-1942
Secara umum Hilmar menilai peluncuran buku Indonesia Bergerak tepat waktu karena menyongsong satu generasi yang terbiasa pada karya visual. Melalui buku tersebut, generasi saat ini dapat melihat langsung foto-foto masa lalu.
"Melalui buku Indonesia Bergerak dan pameran ini, kita bisa belajar bersama tentang apa yang ada dalam sejarah pergerakan kita sejak 1900 sampai 1942," kata Direktur Pemberitaan LKBN ANTARA Akhmad Munir saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Minggu.
Baca juga: ANTARA pamerkan foto tahun 1900-1942 refleksikan Indonesia Bergerak
Baca juga: Moeldoko buka pameran foto LKBN ANTARA "Indonesia Bergerak 1900-1942"
Ia mengatakan tentunya masih banyak hal-hal yang belum terekspos atau tersiar melalui media cetak, tulisan, foto, televisi maupun radio. Melalui pameran tersebut, sejarah perjalanan dan pergerakan bangsa dapat ditampilkan kembali.
"Melalui peluncuran buku ini kita bisa memperkenalkan kepada para pihak khususnya generasi muda bahwa kita memiliki sebuah zaman dan era di zaman pergerakan sampai sekarang ini jalannya kesejarahan bangsa," katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Hilmar Farid mengatakan dalam buku Indonesia Bergerak tersebut terdapat tiga poin penting.
"Pertama, fotografi atau image termasuk juga grafis merupakan sumber sejarah," kata dia.
Baca juga: Pengamat: ANTARA tetap terdepan penyampai informasi kepada masyarakat
Hal kedua, fotografi atau image merupakan sebagai media penyampai narasi sebuah sejarah. Terakhir, ialah narasi terkait masa pergerakan yang menjadi subjek pembahasan buku Indonesia Bergerak 1900-1942.
Di kalangan sejarawan, ujar Hilmar, dokumen dianggap sebagai sumber yang paling otoritatif dan biasanya termuat dalam arsip. "Dokumen ini dianggap sebagai sumber yang paling dekat dengan kenyataan," katanya.
Bahkan, sejarawan Prancis pernah mengatakan bahwa bila tidak ada dokumen, tidak akan ada sejarah. Hal itu menandakan begitu pentingnya sebuah dokumen. "Alasannya dokumen dianggap meninggalkan jejak yang nyata untuk menelusuri masa lalu," ujarnya.
Baca juga: KSP apresiasi pameran virtual Indonesia Bergerak 1900-1942
Secara umum Hilmar menilai peluncuran buku Indonesia Bergerak tepat waktu karena menyongsong satu generasi yang terbiasa pada karya visual. Melalui buku tersebut, generasi saat ini dapat melihat langsung foto-foto masa lalu.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2020
0 comments:
Post a Comment