Denpasar (ANTARA) - Anggota DPD RI Made Mangku Pastika mengingatkan Pemerintah Provinsi Bali dalam merevisi peraturan daerah atau peraturan gubernur harus menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja agar tetap dapat memberikan perlindungan pada alam dan budaya setempat.
"Ini sebenarnya menjadi waktu bagi kita untuk bisa mengambil jarak terhadap investasi yang bisa merusak alam dan budaya kita," kata Pastika saat melakukan kunjungan kerja secara virtual di Denpasar, Bali, Kamis.
Dalam kunjungan kerja secara virtual bertajuk Pemantauan dan Evaluasi tentang Raperda dan Perda terkait dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghadirkan narasumber Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Bali Dewa Putu Mantera dan Kabag Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gde Aryani Koriawan.
Pastika dalam kesempatan tersebut mengaku gembira karena jajaran Pemerintah Provinsi Bali sudah proaktif melakukan sejumlah kajian terhadap perda yang dimiliki, yang terkait dengan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Anggota DPD: Gerakan Eco Enzyme membuat lingkungan Bali lebih baik
"Saya mendengar teman-teman anggota DPD daerah lain belum apa-apa. Sedangkan kita sudah sangat proaktif," ucap Pastika yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD itu.
Menurut dia, UU Cipta Kerja ditujukan untuk memangkas "hutan rimba" regulasi perizinan yang selama ini banyak dan tidak jelas. Namun, karena UU Cipta Kerja dibuat cepat-cepat dan mengadopsi lebih dari 70 UU, sehingga masih ada sejumlah rujukan yang terkesan tidak "nyambung".
Selain itu, UU Cipta Kerja juga berdampak mengurangi sejumlah kewenangan pemerintah daerah dalam penerbitan izin karena kewenangan diambil alih pemerintah pusat.
"Yang terpenting saat ini izin itu bukan sekadar mudah didapatkan, tetapi bagaimana dengan pengawasannya. Jangan sampai daerah menjadi benar-benar kehilangan kendali ketika perizinan yang dikeluarkan pusat berdampak merusak lingkungan," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Misalnya, menurut dia, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harus disesuaikan dengan UU Cipta Kerja itu betul-betul dapat menjaga keseimbangan alam dan budaya. Terlebih hal ini sesuai dengan visi Pemprov Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali".
Baca juga: Anggota DPD: Masyarakat masih perlu sosialisasi dana program PEN
Sementara itu, Kabag Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gde Aryani Koriawan mengatakan sekitar 14 peraturan daerah di Provinsi Bali yang perlu dikaji terkait dengan lahirnya UU Cipta Kerja.
Satu di antaranya yakni Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali karena dalam UU Cipta Kerja diamanatkan dalam Perda RTRW harus mengintegrasikan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Sedangkan Perda RZWP3K Bali hingga saat ini masih dalam proses evaluasi di Kemendagri.
"Dalam UU Cipta Kerja, pasal mengenai ketentuan RZWP3K yang sebelumnya diatur dalam bentuk perda telah dihapus dan dimasukkan pasal baru terkait pengintegrasiannya dalam Perda RTRW," ucapnya.
Pihaknya berharap Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan UU Cipta Kerja dapat segera diterbitkan sehingga di daerah bisa melakukan penyesuaian terhadap perda atau pergub yang sekiranya bertentangan dengan UU tersebut.
Baca juga: Anggota DPD: Mahasiswa jadi sukarelawan pendidikan di tengah pandemi
Sedangkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Bali Dewa Putu Mantera dalam kesempatan itu banyak mengulas mengenai sejumlah inovasi yang dilakukan dengan mengadopsi teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan perizinan.
"Ini sebenarnya menjadi waktu bagi kita untuk bisa mengambil jarak terhadap investasi yang bisa merusak alam dan budaya kita," kata Pastika saat melakukan kunjungan kerja secara virtual di Denpasar, Bali, Kamis.
Dalam kunjungan kerja secara virtual bertajuk Pemantauan dan Evaluasi tentang Raperda dan Perda terkait dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghadirkan narasumber Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Bali Dewa Putu Mantera dan Kabag Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gde Aryani Koriawan.
Pastika dalam kesempatan tersebut mengaku gembira karena jajaran Pemerintah Provinsi Bali sudah proaktif melakukan sejumlah kajian terhadap perda yang dimiliki, yang terkait dengan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Anggota DPD: Gerakan Eco Enzyme membuat lingkungan Bali lebih baik
"Saya mendengar teman-teman anggota DPD daerah lain belum apa-apa. Sedangkan kita sudah sangat proaktif," ucap Pastika yang juga anggota Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD itu.
Menurut dia, UU Cipta Kerja ditujukan untuk memangkas "hutan rimba" regulasi perizinan yang selama ini banyak dan tidak jelas. Namun, karena UU Cipta Kerja dibuat cepat-cepat dan mengadopsi lebih dari 70 UU, sehingga masih ada sejumlah rujukan yang terkesan tidak "nyambung".
Selain itu, UU Cipta Kerja juga berdampak mengurangi sejumlah kewenangan pemerintah daerah dalam penerbitan izin karena kewenangan diambil alih pemerintah pusat.
"Yang terpenting saat ini izin itu bukan sekadar mudah didapatkan, tetapi bagaimana dengan pengawasannya. Jangan sampai daerah menjadi benar-benar kehilangan kendali ketika perizinan yang dikeluarkan pusat berdampak merusak lingkungan," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Misalnya, menurut dia, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang harus disesuaikan dengan UU Cipta Kerja itu betul-betul dapat menjaga keseimbangan alam dan budaya. Terlebih hal ini sesuai dengan visi Pemprov Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali".
Baca juga: Anggota DPD: Masyarakat masih perlu sosialisasi dana program PEN
Sementara itu, Kabag Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Luh Gde Aryani Koriawan mengatakan sekitar 14 peraturan daerah di Provinsi Bali yang perlu dikaji terkait dengan lahirnya UU Cipta Kerja.
Satu di antaranya yakni Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali karena dalam UU Cipta Kerja diamanatkan dalam Perda RTRW harus mengintegrasikan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Sedangkan Perda RZWP3K Bali hingga saat ini masih dalam proses evaluasi di Kemendagri.
"Dalam UU Cipta Kerja, pasal mengenai ketentuan RZWP3K yang sebelumnya diatur dalam bentuk perda telah dihapus dan dimasukkan pasal baru terkait pengintegrasiannya dalam Perda RTRW," ucapnya.
Pihaknya berharap Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan UU Cipta Kerja dapat segera diterbitkan sehingga di daerah bisa melakukan penyesuaian terhadap perda atau pergub yang sekiranya bertentangan dengan UU tersebut.
Baca juga: Anggota DPD: Mahasiswa jadi sukarelawan pendidikan di tengah pandemi
Sedangkan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Bali Dewa Putu Mantera dalam kesempatan itu banyak mengulas mengenai sejumlah inovasi yang dilakukan dengan mengadopsi teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan perizinan.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment