Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mendukung wacana pemerintah untuk merevisi beberapa "pasal karet" dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang selama ini menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Herman menyoroti Pasal 27 UU ITE yang selama ini menjadi keluhan masyarakat dan dianggap telah banyak "memakan" korban.
"Untuk itu saya harap hasil kajian pemerintah sebagaimana disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD untuk segera diserahkan kepada DPR," kata Herman saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Dia meminta hasil temuan Tim Kajian UU ITE yang telah dibentuk pemerintah dapat disampaikan kepada DPR sehingga beberapa pasal kontroversial di UU ITE dapat dibahas bersama.
Baca juga: Herman Hery: Revisi UU ITE-KUHP sangat krusial dilakukan
Menurut dia, pembahasan revisi UU ITE harus berdasarkan kesepakatan tidak hanya pemerintah, namun juga DPR.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan dinamika beberapa tahun terakhir, UU ITE memang tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan pro dan kontra di masyarakat.
Dia menjelaskan aspirasi masyarakat terkait revisi UU ITE turut menambah krusialnya pengesahan RUU KUHP, yang pada periode DPR 2014-2019 telah diambil keputusan Tingkat I.
"Jika melihat fenomena hukum belakangan ini, seperti misalnya pemidanaan dalam UU ITE. Aspirasi publik atas revisi UU ITE ini membutuhkan juga revisi pada KUHP, khususnya terkait konstruksi pasal pencemaran nama baik," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengakui bahwa UU ITE sudah menjadi perhatian Presiden Jokowi karena sudah banyak masyarakat yang mengadu telah menjadi korban UU tersebut khususnya Pasal 27.
Baca juga: Sahroni sarankan UU ITE direvisi menyeluruh
Hal itu dikatakan Mahfud saat bertemu pengacara Hotman Paris Hutapea, di Jakarta, Sabtu.
Mahfud menjelaskan Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk mengkaji dan melihat urgensi dilakukannya revisi UU ITE dan pemerintah telah membentuk tim pengkaji.
Pasal 27 UU ITE menyebutkan:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Baca juga: Wamenkumham akui pasal tentang pencemaran nama baik meresahkan
Herman menyoroti Pasal 27 UU ITE yang selama ini menjadi keluhan masyarakat dan dianggap telah banyak "memakan" korban.
"Untuk itu saya harap hasil kajian pemerintah sebagaimana disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD untuk segera diserahkan kepada DPR," kata Herman saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Dia meminta hasil temuan Tim Kajian UU ITE yang telah dibentuk pemerintah dapat disampaikan kepada DPR sehingga beberapa pasal kontroversial di UU ITE dapat dibahas bersama.
Baca juga: Herman Hery: Revisi UU ITE-KUHP sangat krusial dilakukan
Menurut dia, pembahasan revisi UU ITE harus berdasarkan kesepakatan tidak hanya pemerintah, namun juga DPR.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan dinamika beberapa tahun terakhir, UU ITE memang tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan pro dan kontra di masyarakat.
Dia menjelaskan aspirasi masyarakat terkait revisi UU ITE turut menambah krusialnya pengesahan RUU KUHP, yang pada periode DPR 2014-2019 telah diambil keputusan Tingkat I.
"Jika melihat fenomena hukum belakangan ini, seperti misalnya pemidanaan dalam UU ITE. Aspirasi publik atas revisi UU ITE ini membutuhkan juga revisi pada KUHP, khususnya terkait konstruksi pasal pencemaran nama baik," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengakui bahwa UU ITE sudah menjadi perhatian Presiden Jokowi karena sudah banyak masyarakat yang mengadu telah menjadi korban UU tersebut khususnya Pasal 27.
Baca juga: Sahroni sarankan UU ITE direvisi menyeluruh
Hal itu dikatakan Mahfud saat bertemu pengacara Hotman Paris Hutapea, di Jakarta, Sabtu.
Mahfud menjelaskan Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk mengkaji dan melihat urgensi dilakukannya revisi UU ITE dan pemerintah telah membentuk tim pengkaji.
Pasal 27 UU ITE menyebutkan:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Baca juga: Wamenkumham akui pasal tentang pencemaran nama baik meresahkan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment