Jakarta (ANTARA) - Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia akan kembali tumbuh tinggi seperti sebelum terjadi pandemi COVID-19 yaitu pada 2022 dengan angka mencapai 5 persen sedangkan tahun ini diperkirakan 4,5 persen.
“Indonesia melewati tahun 2020 dengan baik berkat respon krisis yang dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan bagus serta kepemimpinan yang kuat dalam menanggulangi pandemi,” kata Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein di Jakarta, Rabu.
Wicklein menyatakan Indonesia akan kembali ke jalur pertumbuhannya pada tahun depan dengan didorong oleh pulihnya perdagangan secara berkelanjutan, kebangkitan sektor manufaktur, dan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besar untuk 2021.
Baca juga: HSBC dan ADB kerja sama pembiayaan vaksin senilai 300 juta dolar
Wicklein menuturkan pengeluaran rumah tangga di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada 2021 seiring melajunya program vaksinasi dan makin banyak sektor perekonomian yang kembali beroperasi.
Untuk investasi diharapkan akan meningkat lagi bersama dengan membaiknya prospek ekonomi sedangkan laju pemulihan pembiayaan atau kredit masih akan tertinggal mengingat ketidakpastian sentimen investor.
Kemudian untuk inflasi yang mencapai rata-rata 1,6 persen tahun lalu diperkirakan akan naik ke level 2,4 persen pada 2021 sebelum akhirnya turun lagi ke level 2,8 persen pada 2022.
Angka inflasi ini masih berada dalam rentang target Bank Indonesia karena tekanan inflasi akibat depresiasi mata uang dan permintaan pangan yang lebih tinggi akan diimbangi sebagian oleh penurunan harga barang yang ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya, ekspor bersih yang didukung oleh kuatnya ekspor komoditas akan menjadikan defisit transaksi berjalan sebesar 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021.
Baca juga: ADB setujui pinjaman 450 juta dolar AS untuk penyaluran vaksin
Seiring naiknya investasi tahun depan serta volume barang modal impor yang lebih tinggi seperti mesin dan peralatan maka diperkirakan akan mendorong defisit transaksi berjalan Indonesia hingga 1,3 persen PDB pada 2022.
Wicklein menyebutkan terdapat beberapa risiko terhadap perkiraan ini di antaranya terganggunya pemulihan global oleh ancaman dari mutasi COVID-19, laju vaksinasi yang tidak merata di dunia, dan pengetatan keuangan global yang tidak terduga.
Sementara di dalam negeri, pemulihan ekonomi dapat melambat bila terjadi lonjakan kasus COVID-19 selama bulan Ramadhan, keterlambatan dalam upaya vaksinasi, dan melemahnya pendapatan pemerintah.
Oleh sebab itu, ADB merekomendasikan agar Indonesia memobilisasi sumber daya domestik dan memastikan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.
Kemudian untuk mengatasi kekhawatiran mengenai utang yang berlebihan dapat diatasi dengan reformasi fiskal untuk memperluas basis pajak, meningkatkan administrasi dan kepatuhan pajak, serta menutup celah-celah perpajakan.
“Juga dengan mendorong pemulihan yang ramah lingkungan akan melindungi lingkungan dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta membuka lapangan kerja,” katanya.
“Indonesia melewati tahun 2020 dengan baik berkat respon krisis yang dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan bagus serta kepemimpinan yang kuat dalam menanggulangi pandemi,” kata Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein di Jakarta, Rabu.
Wicklein menyatakan Indonesia akan kembali ke jalur pertumbuhannya pada tahun depan dengan didorong oleh pulihnya perdagangan secara berkelanjutan, kebangkitan sektor manufaktur, dan anggaran pemulihan ekonomi nasional yang besar untuk 2021.
Baca juga: HSBC dan ADB kerja sama pembiayaan vaksin senilai 300 juta dolar
Wicklein menuturkan pengeluaran rumah tangga di Indonesia diperkirakan akan meningkat pada 2021 seiring melajunya program vaksinasi dan makin banyak sektor perekonomian yang kembali beroperasi.
Untuk investasi diharapkan akan meningkat lagi bersama dengan membaiknya prospek ekonomi sedangkan laju pemulihan pembiayaan atau kredit masih akan tertinggal mengingat ketidakpastian sentimen investor.
Kemudian untuk inflasi yang mencapai rata-rata 1,6 persen tahun lalu diperkirakan akan naik ke level 2,4 persen pada 2021 sebelum akhirnya turun lagi ke level 2,8 persen pada 2022.
Angka inflasi ini masih berada dalam rentang target Bank Indonesia karena tekanan inflasi akibat depresiasi mata uang dan permintaan pangan yang lebih tinggi akan diimbangi sebagian oleh penurunan harga barang yang ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya, ekspor bersih yang didukung oleh kuatnya ekspor komoditas akan menjadikan defisit transaksi berjalan sebesar 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021.
Baca juga: ADB setujui pinjaman 450 juta dolar AS untuk penyaluran vaksin
Seiring naiknya investasi tahun depan serta volume barang modal impor yang lebih tinggi seperti mesin dan peralatan maka diperkirakan akan mendorong defisit transaksi berjalan Indonesia hingga 1,3 persen PDB pada 2022.
Wicklein menyebutkan terdapat beberapa risiko terhadap perkiraan ini di antaranya terganggunya pemulihan global oleh ancaman dari mutasi COVID-19, laju vaksinasi yang tidak merata di dunia, dan pengetatan keuangan global yang tidak terduga.
Sementara di dalam negeri, pemulihan ekonomi dapat melambat bila terjadi lonjakan kasus COVID-19 selama bulan Ramadhan, keterlambatan dalam upaya vaksinasi, dan melemahnya pendapatan pemerintah.
Oleh sebab itu, ADB merekomendasikan agar Indonesia memobilisasi sumber daya domestik dan memastikan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.
Kemudian untuk mengatasi kekhawatiran mengenai utang yang berlebihan dapat diatasi dengan reformasi fiskal untuk memperluas basis pajak, meningkatkan administrasi dan kepatuhan pajak, serta menutup celah-celah perpajakan.
“Juga dengan mendorong pemulihan yang ramah lingkungan akan melindungi lingkungan dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta membuka lapangan kerja,” katanya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment