Depok (ANTARA) - Dokter spesialis kedokteran olahraga Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Dr. dr. Listya Tresnanti Mirtha, Sp.KO menyarankan agar masyarakat tetap melakukan aktivitas fisik selama menjalankan ibadah puasa di era pandemi COVID-19.
"Dengan membuat tubuh tetap aktif bergerak selama berpuasa akan menjaga kebugaran dan dapat memelihara produktivitas. Bergerak saat puasa justru dapat mengurangi fatigue atau kelelahan, dibandingkan dengan hanya bermalas-malasan yang justru membuat tubuh lelah," kata dr. Listya Tresnanti Mirtha dalam keterangannya, Jumat.
Dokter Tata menjelaskan terminologi terkait aktivitas fisik yang sering keliru disamakan dengan olahraga.
Baca juga: Pentingnya aktivitas fisik selama pandemi
Ia menjelaskan aktivitas fisik (physical activity), yaitu seluruh gerakan tubuh sebagai hasil kontraksi otot rangka, yang akan meningkatkan energi ekspenditur. Sementara latihan fisik (exercise), yaitu aktivitas fisik yang terencana terstruktur dengan gerakan yang dilakukan berulang untuk memperbaiki atau memelihara komponen kebugaran jasmani.
"Olahraga (sport) yaitu aktivitas fisik yang mempunyai ciri permainan, mempunyai aturan tertentu, serta mengandung unsur kompetisi," ujar dr. Tata.
Saat menjalankan ibadah puasa, asupan makanan dan minuman berkurang, sehingga energi yang dimiliki lebih sedikit dari biasanya.
"Walaupun begitu, kita masih dapat melakukan latihan fisik dengan beberapa penyesuaian, di antaranya frekuensi tidak sesering pada bulan-bulan biasa, intensitas lebih ringan dari biasanya, waktu dibuat lebih singkat, dan jenis diutamakan yang bersifat kardiorespirasi," tuturnya.
Ia mengatakan tidak hanya 4 poin tersebut, dalam melakukan latihan fisik yang aman juga harus menerapkan prinsip BBTT (Baik, Benar, Terukur, Teratur). Prinsip “Baik”, yaitu latihan dimulai sejak dini sesuai dengan kondisi fisik medis, tidak menimbulkan dampak yang merugikan, serta mampu laksana.
Prinsip “Benar”, yaitu latihan dimulai secara bertahap, diawali dengan pemanasan 10-15 menit, latihan inti 20-60 menit dan diakhiri dengan pendinginan 5-10 menit.
Baca juga: Serangan jantung bisa dipicu beban kerja dan aktivitas fisik berat
Baca juga: Rajin latihan fisik masih bisa kena serangan jantung? Ini kata dokter
Prinsip “Terukur” yaitu denyut nadi maksimal 220-usia, dan peningkatan secara bertahap. Kemudian prinsip “Teratur”, yaitu latihan dilakukan secara teratur, 2 kali/minggu untuk awal, 3-4 kali/minggu untuk lanjutan dengan selang 1 hari untuk pemulihan.
Dokter Tata menampilkan beberapa data riset, salah satunya data Riskesdas tahun 2018, yang menunjukkan bahwa proporsi masyarakat Indonesia yang aktivitas fisiknya kurang (inaktivitas fisik) masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 33.5 persen.
Data tersebut merupakan kondisi sebelum pandemi dan diperkirakan angka ini meningkat saat pandemi, dimana aktivitas di luar rumah dibatasi, salah satunya banyak yang bekerja atau belajar dari rumah (Work From Home atau School From Home).
"Dengan membuat tubuh tetap aktif bergerak selama berpuasa akan menjaga kebugaran dan dapat memelihara produktivitas. Bergerak saat puasa justru dapat mengurangi fatigue atau kelelahan, dibandingkan dengan hanya bermalas-malasan yang justru membuat tubuh lelah," kata dr. Listya Tresnanti Mirtha dalam keterangannya, Jumat.
Dokter Tata menjelaskan terminologi terkait aktivitas fisik yang sering keliru disamakan dengan olahraga.
Baca juga: Pentingnya aktivitas fisik selama pandemi
Ia menjelaskan aktivitas fisik (physical activity), yaitu seluruh gerakan tubuh sebagai hasil kontraksi otot rangka, yang akan meningkatkan energi ekspenditur. Sementara latihan fisik (exercise), yaitu aktivitas fisik yang terencana terstruktur dengan gerakan yang dilakukan berulang untuk memperbaiki atau memelihara komponen kebugaran jasmani.
"Olahraga (sport) yaitu aktivitas fisik yang mempunyai ciri permainan, mempunyai aturan tertentu, serta mengandung unsur kompetisi," ujar dr. Tata.
Saat menjalankan ibadah puasa, asupan makanan dan minuman berkurang, sehingga energi yang dimiliki lebih sedikit dari biasanya.
"Walaupun begitu, kita masih dapat melakukan latihan fisik dengan beberapa penyesuaian, di antaranya frekuensi tidak sesering pada bulan-bulan biasa, intensitas lebih ringan dari biasanya, waktu dibuat lebih singkat, dan jenis diutamakan yang bersifat kardiorespirasi," tuturnya.
Ia mengatakan tidak hanya 4 poin tersebut, dalam melakukan latihan fisik yang aman juga harus menerapkan prinsip BBTT (Baik, Benar, Terukur, Teratur). Prinsip “Baik”, yaitu latihan dimulai sejak dini sesuai dengan kondisi fisik medis, tidak menimbulkan dampak yang merugikan, serta mampu laksana.
Prinsip “Benar”, yaitu latihan dimulai secara bertahap, diawali dengan pemanasan 10-15 menit, latihan inti 20-60 menit dan diakhiri dengan pendinginan 5-10 menit.
Baca juga: Serangan jantung bisa dipicu beban kerja dan aktivitas fisik berat
Baca juga: Rajin latihan fisik masih bisa kena serangan jantung? Ini kata dokter
Prinsip “Terukur” yaitu denyut nadi maksimal 220-usia, dan peningkatan secara bertahap. Kemudian prinsip “Teratur”, yaitu latihan dilakukan secara teratur, 2 kali/minggu untuk awal, 3-4 kali/minggu untuk lanjutan dengan selang 1 hari untuk pemulihan.
Dokter Tata menampilkan beberapa data riset, salah satunya data Riskesdas tahun 2018, yang menunjukkan bahwa proporsi masyarakat Indonesia yang aktivitas fisiknya kurang (inaktivitas fisik) masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 33.5 persen.
Data tersebut merupakan kondisi sebelum pandemi dan diperkirakan angka ini meningkat saat pandemi, dimana aktivitas di luar rumah dibatasi, salah satunya banyak yang bekerja atau belajar dari rumah (Work From Home atau School From Home).
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment