Agar koperasi dapat lebih optimal sebagai agregator produksi kopi petani, maka petani harus mau menjadi anggota koperasi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menekankan pentingnya peran koperasi untuk mendukung permodalan petani kopi arabika java ijen raung sebagai komoditas unggulan Bondowoso Republik Kopi.

Hal itu disampaikan oleh Suharso saat menghadiri peluncuran Golden Wood Coffee atau Kopi Kayumas di Pendopo Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada Minggu (18/4).

“Kopi Kayumas Situbondo ini juara satu di dunia dan mudah-mudahan ini bisa dipertahankan terus karena Indonesia dikenal sebagai yang banyak produknya di seluruh daerah,” katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan kopi yang dihasilkan Desa Kayumas, Kecamatan Arjasan, Kabupaten Situbondo tersebut sudah tersohor sejak 1886 dan sudah mendapatkan rekognisi dari dunia internasional.

“Artinya Situbondo bisa mengindustrikan kopi ini sedemikian rupa sehingga tersebar ke seluruh dunia,” ujarnya.

Ia berharap ke depannya potensi komoditas kopi di Situbondo dapat lebih didorong oleh industri-industri mengingat telah menjadi kopi nomor satu di dunia.

Sementara itu, untuk klaster kopi arabika telah dimulai sejak 2010 yang didasari tingkat keberhasilan kebun PTPN XII, kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, tinggi rendahnya prospek pasar kopi arabika, serta perkembangan kondisi ekonomi lokal.

Kopi arabika java ijen raung ini mendapat Sertifikat Indikasi Geografis (SIG) dan sertifikat internasional yang melatarbelakangi deklarasi Bondowoso sebagai Republik Kopi.

Ia menegaskan perlu kolaborasi berbagai pihak untuk menjaga kelangsungan kopi khas Bondowoso salah satunya dengan memperkuat internal kelembagaan koperasi.

“Agar koperasi dapat lebih optimal sebagai agregator produksi kopi petani, maka petani harus mau menjadi anggota koperasi,” tegasnya.

Menurutnya, produktivitas kopi arabika sangat rentan dengan perubahan cuaca yakni adanya potensi penurunan hingga 40 persen ketika hujan tak menentu dan kemarau panjang.

Kendala lain yang dihadapi petani kopi arabika adalah fluktuasi harga dan kurangnya nilai tambah produk bagi petani karena penjualan kopi gelondong basah atau kering.

Kemudian juga kurangnya pengetahuan petani kopi rakyat tentang efektivitas dan efisiensi menanam kopi serta rendahnya minat generasi muda pada tradisi budidaya kopi.

Ia menambahkan, pelatihan dan pendampingan budidaya mengenal pengolahan kopi yang benar serta manajemen usaha, pengemasan sampai pemasaran harus didukung penuh oleh semua pihak.

“Dukungan pemerintah untuk produk UMKM seperti program Bangga Buatan Indonesia juga perlu dioptimalkan,” katanya.

Baca juga: Tiga strategi bisnis agar milenial jatuh hati menjadi pengusaha tani
Baca juga: Menkop UKM inginkan revitalisasi koperasi di Indonesia
Baca juga: Pelaku usaha kopi mulai kembangkan wisata edukasi


 

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2021