Jakarta (ANTARA) - Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi meminta Dewan Perwakilan Rakyat lebih transparan agar dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif tersebut.
Hanafi, dalam seminar bertajuk “Partisipasi Publik dalam Legislasi” yang diikuti di Jakarta, Rabu, mengusulkan DPR perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas transparansi atau keterbukaan, terutama dalam proses penyusunan undang-undang.
Hanafi mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian lembaganya, sebagian besar publik berpendapat akses terhadap informasi legislasi cukup rendah.
“Kalau memang melihat (data) publik masih haus informasi tentang legislasi di parlemen,” kata Hanafi saat seminar yang diadakan secara virtual oleh Open Parliament Indonesia (OPI).
Baca juga: KI Pusat: Buka akses publik dalam proses legislasi
Terkait itu, Hanafi mengusulkan kepada lembaga-lembaga legislatif, termasuk DPR RI, untuk rutin melaporkan kinerja legislatif kepada masyarakat khususnya menyangkut isu-isu krusial.
Tidak hanya itu, Hanafi mendorong anggota dewan untuk aktif meminta masukan dari kelompok-kelompok masyarakat yang terdampak dari pengesahan UU atau produk legislatif tertentu.
Hanafi juga mengusulkan ke anggota dewan agar mereka memanfaatkan media sosial sebagai kanal menyalurkan informasi ke publik serta menggunakan berbagai media yang telah ada secara optimal.
Saran-saran itu disampaikan oleh Hanafi ke anggota dewan karena hasil kajian lembaganya menunjukkan sebagian besar masyarakat masih bergantung pada media massa untuk mendapatkan informasi mengenai perundang-undangan.
“Dari website (laman, Red) porsinya masih rendah,” kata dia menambahkan.
Baca juga: DPR janji kebut proses legislasi
Dalam sesi yang sama, Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Johan Budi mengakui persepsi publik terhadap DPR RI masih belum terlalu positif, apalagi jika dikaitkan dengan konteks pengesahan beberapa UU yang kontroversial antara lain revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia berpendapat kondisi itu terjadi karena ketersediaan data dan informasi mengenai kinerja DPR RI terutama dalam kerja-kerja penyusunan undang-undang masih cukup terbatas.
Dampaknya, tingkat kepercayaan masyarakat ke DPR RI relatif rendah apabila dibandingkan dengan lembaga lain, kata Johan Budi.
Ia mengutip hasil survei pada 2020 yang menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada DPR RI mencapai 52,6 persen, sementara skor yang diperoleh lembaga kepresidenan di atas 70 persen.
Johan Budi pun mengusulkan situasi itu dapat diatasi salah satunya dengan memanfaatkan Open Parliament Indonesia (OPI), wadah kolaborasi lembaga legislatif di Indonesia dengan non legislatif yang dibentuk pada 2018.
“Open Parliament ini medium paling bagus dalam rangka meluruskan kembali citra, persepsi DPR, anggota parlemen di mata publik,” kata Johan Budi.
Baca juga: DPR bahas lambannya proses legislasi
Hanafi, dalam seminar bertajuk “Partisipasi Publik dalam Legislasi” yang diikuti di Jakarta, Rabu, mengusulkan DPR perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas transparansi atau keterbukaan, terutama dalam proses penyusunan undang-undang.
Hanafi mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian lembaganya, sebagian besar publik berpendapat akses terhadap informasi legislasi cukup rendah.
“Kalau memang melihat (data) publik masih haus informasi tentang legislasi di parlemen,” kata Hanafi saat seminar yang diadakan secara virtual oleh Open Parliament Indonesia (OPI).
Baca juga: KI Pusat: Buka akses publik dalam proses legislasi
Terkait itu, Hanafi mengusulkan kepada lembaga-lembaga legislatif, termasuk DPR RI, untuk rutin melaporkan kinerja legislatif kepada masyarakat khususnya menyangkut isu-isu krusial.
Tidak hanya itu, Hanafi mendorong anggota dewan untuk aktif meminta masukan dari kelompok-kelompok masyarakat yang terdampak dari pengesahan UU atau produk legislatif tertentu.
Hanafi juga mengusulkan ke anggota dewan agar mereka memanfaatkan media sosial sebagai kanal menyalurkan informasi ke publik serta menggunakan berbagai media yang telah ada secara optimal.
Saran-saran itu disampaikan oleh Hanafi ke anggota dewan karena hasil kajian lembaganya menunjukkan sebagian besar masyarakat masih bergantung pada media massa untuk mendapatkan informasi mengenai perundang-undangan.
“Dari website (laman, Red) porsinya masih rendah,” kata dia menambahkan.
Baca juga: DPR janji kebut proses legislasi
Dalam sesi yang sama, Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Johan Budi mengakui persepsi publik terhadap DPR RI masih belum terlalu positif, apalagi jika dikaitkan dengan konteks pengesahan beberapa UU yang kontroversial antara lain revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia berpendapat kondisi itu terjadi karena ketersediaan data dan informasi mengenai kinerja DPR RI terutama dalam kerja-kerja penyusunan undang-undang masih cukup terbatas.
Dampaknya, tingkat kepercayaan masyarakat ke DPR RI relatif rendah apabila dibandingkan dengan lembaga lain, kata Johan Budi.
Ia mengutip hasil survei pada 2020 yang menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada DPR RI mencapai 52,6 persen, sementara skor yang diperoleh lembaga kepresidenan di atas 70 persen.
Johan Budi pun mengusulkan situasi itu dapat diatasi salah satunya dengan memanfaatkan Open Parliament Indonesia (OPI), wadah kolaborasi lembaga legislatif di Indonesia dengan non legislatif yang dibentuk pada 2018.
“Open Parliament ini medium paling bagus dalam rangka meluruskan kembali citra, persepsi DPR, anggota parlemen di mata publik,” kata Johan Budi.
Baca juga: DPR bahas lambannya proses legislasi
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment