Jakarta (ANTARA) - Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono menjelaskan kejadian Gubernur Maluku Murad Ismail yang berteriak dengan nada tinggi kepada seorang protokoler Istana Kepresidenan saat kunjungan kerja Presiden Joko Widodo disebabkan kesalahpahaman dan tak perlu dibesar-besarkan.
"Itu hanya kesalahpahaman saja, tidak perlu dibesar-besarkan. Saat itu juga sudah diselesaikan dan tidak ada permasalahan," ujar Heru di Jakarta, Jumat, saat dikonfirmasi mengenai kejadian tersebut yang terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial.
Kejadian dalam video viral itu, kata Heru terjadi pada 29 Oktober 2019 ketika Presiden Joko Widodo sedang melakukan kunjungan kerja untuk menemui korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Baca juga: Kasetpres: Pelantikan Gubernur Kepri terapkan ketat protokol kesehatan
Heru menjelaskan kesalahpahaman itu sudah diselesaikan dengan baik antara Gubernur Maluku dan protokoler Istana Kepresidenan selepas kejadian.
Saat ini, Gubernur Maluku beserta jajarannya sangat kooperatif apabila Presiden Joko Widodo berkunjung ke Provinsi Maluku dalam rangka kunjungan kerja.
"Peristiwa ini terjadi tahun 2019 ketika Presiden meninjau gempa di Maluku. Gubernur Maluku dan jajarannya sangat koperatif jika Presiden berkunjung ke Maluku," tuturnya.
Saat itu Kepala Negara beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo meninjau posko pengungsian yang didirikan di Universitas Darussalam, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, setelah terjadi bencana gempa M 6,5 di wilayah tersebut pada 26 September 2019.
Kepala Negara dalam kunjungan itu memerintahkan jajarannya untuk mengalokasikan anggaran untuk memberikan bantuan kepada warga terdampak gempa untuk membangun kembali rumah yang rusak hingga roboh setelah gempa itu.
Sebelumnya, video yang menayangkan Gubernur Maluku Murad Ismail marah dan membentak seorang perempuan beredar di media sosial.
Dalam rekaman video yang dilihat, Jumat (7/5/2021), Murad yang berbaju putih dan berkacamata tampak marah dan berteriak dengan nada tinggi kepada seorang perempuan yang disebut sebagai tim protokoler Istana.
Baca juga: Perangkat Istana jalani "rapid test" setiap hari
Baca juga: 700 rumah warga Tantui Ambon jadi "Kampung Pelangi"
Baca juga: Enam derah di Maluku jadi percontohan protokol "New Normal"
"Itu hanya kesalahpahaman saja, tidak perlu dibesar-besarkan. Saat itu juga sudah diselesaikan dan tidak ada permasalahan," ujar Heru di Jakarta, Jumat, saat dikonfirmasi mengenai kejadian tersebut yang terekam dalam sebuah video dan viral di media sosial.
Kejadian dalam video viral itu, kata Heru terjadi pada 29 Oktober 2019 ketika Presiden Joko Widodo sedang melakukan kunjungan kerja untuk menemui korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Baca juga: Kasetpres: Pelantikan Gubernur Kepri terapkan ketat protokol kesehatan
Heru menjelaskan kesalahpahaman itu sudah diselesaikan dengan baik antara Gubernur Maluku dan protokoler Istana Kepresidenan selepas kejadian.
Saat ini, Gubernur Maluku beserta jajarannya sangat kooperatif apabila Presiden Joko Widodo berkunjung ke Provinsi Maluku dalam rangka kunjungan kerja.
"Peristiwa ini terjadi tahun 2019 ketika Presiden meninjau gempa di Maluku. Gubernur Maluku dan jajarannya sangat koperatif jika Presiden berkunjung ke Maluku," tuturnya.
Saat itu Kepala Negara beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo meninjau posko pengungsian yang didirikan di Universitas Darussalam, Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, setelah terjadi bencana gempa M 6,5 di wilayah tersebut pada 26 September 2019.
Kepala Negara dalam kunjungan itu memerintahkan jajarannya untuk mengalokasikan anggaran untuk memberikan bantuan kepada warga terdampak gempa untuk membangun kembali rumah yang rusak hingga roboh setelah gempa itu.
Sebelumnya, video yang menayangkan Gubernur Maluku Murad Ismail marah dan membentak seorang perempuan beredar di media sosial.
Dalam rekaman video yang dilihat, Jumat (7/5/2021), Murad yang berbaju putih dan berkacamata tampak marah dan berteriak dengan nada tinggi kepada seorang perempuan yang disebut sebagai tim protokoler Istana.
Baca juga: Perangkat Istana jalani "rapid test" setiap hari
Baca juga: 700 rumah warga Tantui Ambon jadi "Kampung Pelangi"
Baca juga: Enam derah di Maluku jadi percontohan protokol "New Normal"
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nurul Hayat
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment