Jakarta (ANTARA) - Presiden pertama Amerika Serikat, George Washington, pernah menyatakan bahwa petani adalah pekerjaan yang paling sehat, paling bermanfaat, serta paling mulia bagi manusia.
Petani, sebagai salah satu profesi tertua di sepanjang sejarah umat manusia, telah membuat pola hidup masyarakat berubah, dari nomaden menjadi menetap untuk merawat lahan sawah atau kebun mereka.
Tidak heran bila Revolusi Agraria, yang pertama kali terjadi pada sekitar tahun 10.000 SM di daerah Timur Tengah dan terus meluas ke berbagai penjuru dunia, adalah suatu pencapaian akbar bagi kalangan Bani Adam.
Namun sayangnya, di berbagai negara seperti Indonesia, muncul permasalahan yaitu semakin menuanya rata-rata usia petani, karena generasi muda lebih menyenangi profesi sektor manufaktur atau jasa.
Baca juga: DPR: Generasi milenial jangan malu jadi petani
Bahkan anggota Komisi IV DPR RI Slamet pernah menyatakan bahwa ancaman pangan terbesar yang dihadapi di Tanah Air adalah persoalan terkait regenerasi petani.
Salah satu alasan yang kerap terlontar adalah bahwa petani dinilai bukanlah profesi yang menjanjikan, sehingga isu kesejahteraan petani dinilai harus menjadi fokus pemerintah.
Logikanya, bila semakin banyak petani yang sejahtera di berbagai daerah, maka hal tersebut akan menarik semakin banyak anak muda untuk menjadi petani.
Koordinator LSM Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah juga menyatakan bahwa kalangan anak muda adalah solusi untuk mewujudkan sistem pangan yang berdaulat di Indonesia, sehingga anak-anak muda harus lebih dilibatkan di dalam sektor pertanian.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah petani menurun dan petani muda hanya 6 persen atau 2,7 juta dari total petani di Tanah Air yang berjumlah 33,4 juta.
Baca juga: LSM: Anak muda solusi sistem pangan Indonesia berdaulat
Namun, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Luki Abdullah berpendapat bahwa pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 di Indonesia membuat generasi milenial tertarik mengelola bisnis peternakan karena dianggap menguntungkan di tengah banyaknya waktu luang.
Dengan waktu luang yang melimpah, membuat banyak anak muda mulai melirik ke bisnis produktif seperti di sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Senada, Kepala Perwakilan International Fund for Food and Agriculture (IFAD) Indonesia Ivan Cossio Cortez menilai Indonesia memerlukan lebih banyak petani milenial sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan terlebih di tengah pandemi COVID-19.
Menurut Ivan Cossio Cortez, menjadi penting membangun pertanian melalui dukungan transformasi pedesaan yang inklusif.
Teknologi digital
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan mengingatkan bahwa langkah penerapan teknologi digital di dalam sektor pertanian Indonesia perlu dipercepat terutama dalam rangka menarik semakin banyak petani generasi muda.
Apalagi, Indra Setiawan mengingatkan bahwa sebanyak 85,62 persen di antara kalangan pemuda merupakan pengguna internet dan berpeluang menjadi early adopter atau pengadopsi dini dari teknologi digital di sektor pertanian.
Menurut dia, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki daya lenting tinggi selama pandemi COVID-19.
Hal tersebut terindikasi antara lain dari data BPS yang menunjukkan adanya kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 2,78 juta selama periode Agustus 2019 hingga Agustus 2020.
Sedangkan Survei Angkatan Kerja Nasional oleh BPS menyatakan sebanyak 20,62 persen pemuda Indonesia bekerja di sektor pertanian pada Agustus 2020, naik dari periode sebelumnya yang berjumlah 18,43 persen.
Baca juga: Peneliti: Percepat penerapan teknologi digital dalam sektor pertanian
Kehadiran teknologi digital pertanian dinilai dapat pula menghubungkan petani langsung dengan konsumen, yang dapat mempersingkat rantai pasok, sehingga mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak.
Selama ini masih ditemukan banyak petani yang lebih banyak menjual hasil pertanian dalam jumlah besar ke tengkulak. Hal ini layak disorot karena menyebabkan petani antara lain tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menentukan harga produsen.
Dengan digitalisasi di mana petani semakin memiliki akses terhadap informasi harga komoditas di pasaran yang akurat dan transparan, maka peningkatan pemahaman yang kuat terhadap dinamika harga komoditas pertanian dapat membantu petani untuk menentukan harga produsen secara lebih terukur.
Dalam hal program pinjaman dari pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai sumber pendanaan untuk aktivitas pertanian, dinilai masih belum memiliki jumlah pinjaman yang maksimum bagi petani.
Untuk itu, berbagai instansi seperti Kementerian Pertanian dan kementerian lain yang relevan perlu segera menyusun proyek-proyek nasional mengenai pengenalan teknologi digital pertanian. Kementan dapat melakukan perluasan cakupan kerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan penetrasi di area lain.
Baca juga: Bonus demografi perlu dioptimalkan untuk regenerasi sektor pertanian
Literasi digital
Tantangan lainnya yang juga harus untuk disorot adalah rendahnya literasi digital petani, di mana mayoritas petani Indonesia merupakan lulusan sekolah dasar yang rata-rata berumur lebih dari 45 tahun.
Sejumlah pihak seperti Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia M Anwar Bashori menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat sejumlah piloting pengembangan pertanian cerdas berbasis teknologi IoT (internet of things).
Salah satunya yakni pengembangan Greenhouse Aquaponik untuk budi daya pertanian dan perikanan sebagai upaya untuk menarik pemuda bertani.
Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian gencar mengintegrasikan kegiatan ekonomi dan keuangan inklusif pada sektor pertanian khususnya bagi kalangan petani milenial guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa program yang dilakukan oleh sejumlah BUMN untuk meningkatkan inklusi keuangan di sektor pertanian seperti sinergi oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan juga PT Pupuk Indonesia.
Baca juga: Akademisi: Kembangkan teknologi pertanian, dongkrak regenerasi petani
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir juga dalam sejumlah kesempatan telah memuji kolaborasi BUMN untuk membangun ketahanan pangan dan wirausaha petani.
Erick menekankan peningkatan kesejahteraan petani harus ditunjang dengan penciptaan kegiatan bisnis petani secara profesional.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Sutrisno mengingatkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Pertanian perlu betul-betul bersinergi dalam melakukan perluasan pendidikan dan pelatihan bagi kalangan petani di berbagai daerah.
Ia menyarankan hal tersebut dapat dibenahi dengan memperbanyak dan memperluas pendidikan dan pelatihan kepada petani sehingga sumber daya manusia dalam bidang pertanian menjadi semakin baik.
Dengan semakin meleknya petani dalam proses teknologi digital, maka diharapkan ke depanya juga akan membuat semakin banyak anak muda yang bergairah dan berbondong-bondong menjadi petani.
Baca juga: Unimma rintis sekolah untuk angkat derajat petani muda
Petani, sebagai salah satu profesi tertua di sepanjang sejarah umat manusia, telah membuat pola hidup masyarakat berubah, dari nomaden menjadi menetap untuk merawat lahan sawah atau kebun mereka.
Tidak heran bila Revolusi Agraria, yang pertama kali terjadi pada sekitar tahun 10.000 SM di daerah Timur Tengah dan terus meluas ke berbagai penjuru dunia, adalah suatu pencapaian akbar bagi kalangan Bani Adam.
Namun sayangnya, di berbagai negara seperti Indonesia, muncul permasalahan yaitu semakin menuanya rata-rata usia petani, karena generasi muda lebih menyenangi profesi sektor manufaktur atau jasa.
Baca juga: DPR: Generasi milenial jangan malu jadi petani
Bahkan anggota Komisi IV DPR RI Slamet pernah menyatakan bahwa ancaman pangan terbesar yang dihadapi di Tanah Air adalah persoalan terkait regenerasi petani.
Salah satu alasan yang kerap terlontar adalah bahwa petani dinilai bukanlah profesi yang menjanjikan, sehingga isu kesejahteraan petani dinilai harus menjadi fokus pemerintah.
Logikanya, bila semakin banyak petani yang sejahtera di berbagai daerah, maka hal tersebut akan menarik semakin banyak anak muda untuk menjadi petani.
Koordinator LSM Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah juga menyatakan bahwa kalangan anak muda adalah solusi untuk mewujudkan sistem pangan yang berdaulat di Indonesia, sehingga anak-anak muda harus lebih dilibatkan di dalam sektor pertanian.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah petani menurun dan petani muda hanya 6 persen atau 2,7 juta dari total petani di Tanah Air yang berjumlah 33,4 juta.
Baca juga: LSM: Anak muda solusi sistem pangan Indonesia berdaulat
Namun, Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Luki Abdullah berpendapat bahwa pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 di Indonesia membuat generasi milenial tertarik mengelola bisnis peternakan karena dianggap menguntungkan di tengah banyaknya waktu luang.
Dengan waktu luang yang melimpah, membuat banyak anak muda mulai melirik ke bisnis produktif seperti di sektor pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Senada, Kepala Perwakilan International Fund for Food and Agriculture (IFAD) Indonesia Ivan Cossio Cortez menilai Indonesia memerlukan lebih banyak petani milenial sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan terlebih di tengah pandemi COVID-19.
Menurut Ivan Cossio Cortez, menjadi penting membangun pertanian melalui dukungan transformasi pedesaan yang inklusif.
Teknologi digital
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Indra Setiawan mengingatkan bahwa langkah penerapan teknologi digital di dalam sektor pertanian Indonesia perlu dipercepat terutama dalam rangka menarik semakin banyak petani generasi muda.
Apalagi, Indra Setiawan mengingatkan bahwa sebanyak 85,62 persen di antara kalangan pemuda merupakan pengguna internet dan berpeluang menjadi early adopter atau pengadopsi dini dari teknologi digital di sektor pertanian.
Menurut dia, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki daya lenting tinggi selama pandemi COVID-19.
Hal tersebut terindikasi antara lain dari data BPS yang menunjukkan adanya kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 2,78 juta selama periode Agustus 2019 hingga Agustus 2020.
Sedangkan Survei Angkatan Kerja Nasional oleh BPS menyatakan sebanyak 20,62 persen pemuda Indonesia bekerja di sektor pertanian pada Agustus 2020, naik dari periode sebelumnya yang berjumlah 18,43 persen.
Baca juga: Peneliti: Percepat penerapan teknologi digital dalam sektor pertanian
Kehadiran teknologi digital pertanian dinilai dapat pula menghubungkan petani langsung dengan konsumen, yang dapat mempersingkat rantai pasok, sehingga mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak.
Selama ini masih ditemukan banyak petani yang lebih banyak menjual hasil pertanian dalam jumlah besar ke tengkulak. Hal ini layak disorot karena menyebabkan petani antara lain tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menentukan harga produsen.
Dengan digitalisasi di mana petani semakin memiliki akses terhadap informasi harga komoditas di pasaran yang akurat dan transparan, maka peningkatan pemahaman yang kuat terhadap dinamika harga komoditas pertanian dapat membantu petani untuk menentukan harga produsen secara lebih terukur.
Dalam hal program pinjaman dari pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai sumber pendanaan untuk aktivitas pertanian, dinilai masih belum memiliki jumlah pinjaman yang maksimum bagi petani.
Untuk itu, berbagai instansi seperti Kementerian Pertanian dan kementerian lain yang relevan perlu segera menyusun proyek-proyek nasional mengenai pengenalan teknologi digital pertanian. Kementan dapat melakukan perluasan cakupan kerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan penetrasi di area lain.
Baca juga: Bonus demografi perlu dioptimalkan untuk regenerasi sektor pertanian
Literasi digital
Tantangan lainnya yang juga harus untuk disorot adalah rendahnya literasi digital petani, di mana mayoritas petani Indonesia merupakan lulusan sekolah dasar yang rata-rata berumur lebih dari 45 tahun.
Sejumlah pihak seperti Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia M Anwar Bashori menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat sejumlah piloting pengembangan pertanian cerdas berbasis teknologi IoT (internet of things).
Salah satunya yakni pengembangan Greenhouse Aquaponik untuk budi daya pertanian dan perikanan sebagai upaya untuk menarik pemuda bertani.
Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian gencar mengintegrasikan kegiatan ekonomi dan keuangan inklusif pada sektor pertanian khususnya bagi kalangan petani milenial guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa program yang dilakukan oleh sejumlah BUMN untuk meningkatkan inklusi keuangan di sektor pertanian seperti sinergi oleh PT Bank Mandiri Tbk, PT Telkom Indonesia Tbk, dan juga PT Pupuk Indonesia.
Baca juga: Akademisi: Kembangkan teknologi pertanian, dongkrak regenerasi petani
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir juga dalam sejumlah kesempatan telah memuji kolaborasi BUMN untuk membangun ketahanan pangan dan wirausaha petani.
Erick menekankan peningkatan kesejahteraan petani harus ditunjang dengan penciptaan kegiatan bisnis petani secara profesional.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Sutrisno mengingatkan bahwa pemerintah melalui Kementerian Pertanian perlu betul-betul bersinergi dalam melakukan perluasan pendidikan dan pelatihan bagi kalangan petani di berbagai daerah.
Ia menyarankan hal tersebut dapat dibenahi dengan memperbanyak dan memperluas pendidikan dan pelatihan kepada petani sehingga sumber daya manusia dalam bidang pertanian menjadi semakin baik.
Dengan semakin meleknya petani dalam proses teknologi digital, maka diharapkan ke depanya juga akan membuat semakin banyak anak muda yang bergairah dan berbondong-bondong menjadi petani.
Baca juga: Unimma rintis sekolah untuk angkat derajat petani muda
Oleh M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment