Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Jangan ada ampun
Jakarta (ANTARA) -
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menegaskan penyalahgunaan otoritas di bandara merupakan kejahatan luar biasa, seperti penggunaan alat rapid test bekas di Bandara Kualanamu dan lolosnya WNI dari India di Bandara Soekarno-Hatta belum lama ini.
 
 
Kejahatan semacam itu, kata Isyana, setara dengan korupsi dan terorisme karena membahayakan keamanan nasional dan keselamatan rakyat.
 
"Menimbang skala kejahatannya, para pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Jangan ada ampun. Sekali saja diberi hukuman ringan, para calon pelaku berikutnya akan melaksanakan rencana mereka," kata Isyana.
 
Karena itu, pihaknya mengingatkan pemerintah untuk terus meningkatkan pengawasan di pintu masuk ke Indonesia, terutama bandara, terkait upaya mencegah penyebaran COVID-19.
 
Pada akhir April lalu, seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD menyerahkan uang ke para oknum yang mengaku petugas Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang supaya lolos dari aturan karantina COVID-19. Padahal, JD baru tiba dari India.
 
Sedangkan, di Bandara Kualanamu, sejumlah pegawai Kimia Farma menggunakan alat rapid test antigen bekas untuk mendapatkan keuntungan.
 
"Dengan hadirnya-kasus tersebut, pemerintah harus bekerja ekstra keras dan tegas. Tidak boleh lagi kecolongan. Tutup semua potensi penyalahgunaan, cek dan perbaiki sistem pengawasan," kata Isyana.
 
Tidak bisa disangkal, di masa sulit seperti pandemi ini, tetap saja ada pihak-pihak yang ingin menangguk keuntungan secara melawan hukum, katanya pula.
 
"Pihak otoritas dan aparat hukum tak boleh lengah sedikit pun, harus bekerja ekstra keras, tidak boleh bekerja dengan pola pikir normal," ujarnya lagi.
Baca juga: PSI: Pemerintah pasti hati-hati distribusikan vaksin COVID-19
Baca juga: PSI apresiasi pemberian Bintang Jasa untuk tenaga medis yang gugur

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2021