Jakarta (ANTARA) - Direktur Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Anti-teror Polri Kombes Pol MD Shodiq mengatakan Densus 88 melakukan pendekatan yang humanis kepada pelaku maupun orang-orang yang terpapar terorisme sebagai upaya deradikalisasi.

Kombes Pol MD Shodiq pada diskusi Peran Yayasan Debintal dalam reintegrasi mantan narapidana terorisme di Indonesia, di Jakarta, Sabtu, mengatakan sampai saat ini belum ditemukan model yang tepat upaya deradikalisasi teroris.

"Sampai hari ini pun belum ada saya baca baik jurnal maupun di buku-buku dari para pakar ahli bagaimana orang yang sudah radikal tinggi dengan berbagai teori dan metodologi supaya kembali kepada pemikiran yang moderat, ini saya belum temukan," kata dia.

Oleh karena itu, menurut dia Densus 88 melakukan pendekatan humanis sebagai sebagai upaya deradikalisasi terhadap pelaku, mantan bahkan orang yang terpapar terorisme.

Baca juga: Ideologi "Takfiri/Jihadi" dan terorisme di Indonesia
Baca juga: Pengamat sarankan pemerintah evaluasi program deradikalisasi


"Sehingga kami melakukan pendekatan ini yang soft yang humanis terhadap orang yang terpapar radikal, dengan harapan membangun kepercayaan, ini yang penting," kata dia.

Dia membagikan pengalamannya yang sudah terlibat menghadapi terorisme sejak 21 tahun lalu. Berbagai upaya dilakukan agar orang-orang yang sudah radikal tinggi bisa kembali menjadi moderat.

"Era 2000 sampai dengan 2008-2009 kita lakukan pendekatan dengan pendekatan tokoh-tokoh jihadis di jazirah Arab, tokoh-tokoh Al-Qaeda yang sudah kembali pada pemahaman modern kita hadirkan," kata dia.

Namun, menurut dia beberapa metode deradikalisasi yang dilakukan itu baik yang dilakukan oleh Densus 88 maupun bersama institusi yang resmi, yakni BNPT belum menghasilkan hal yang sangat signifikan.

"Artinya hanya trial and error, hanya mencoba-coba jadinya mana konsep yang bagus untuk menurunkan tingkat radikalisme ini. Nah ketika dibentuk nomenklatur baru di Densus, kami membuat satu konsep bagaimana melakukan pendekatan baik di dalam rutan, di lapas maupun di luar lapas," ucpanya.

Dia mengatakan, jika berbicara deradikalisasi sesuai peraturan perundang-undangan, deradikalisasi itu dilakukan terhadap orang yang statusnya sudah menjadi tersangka, sementara pemahaman dari kalangan luar menilai deradikalisasi adalah proses secara komprehensif. Artinya kata dia belum dilakukan penegakan hukum pun, mereka yang terpapar radikal juga harus diberikan pendekatan-pendekatan deradikalisasi.

"Sehingga kami melakukan pendekatan ini yang soft yang humanis terhadap orang yang terpapar radikal. Dasar utama pendekatan dengan trust, kebutuhan primer, kemudian pendekatan membangun komunitas, terjadi suatu pertemuan yang rutin sehingga hubungan emosional akan terjalin," ucapnya.

Hal itu lanjut dia pelan-pelan akan menarik kembali orang-orang yang sudah terpapar, agar kembali membuka mindset mereka, membuka ruang bahwa dunia itu tidak seperti yang mereka pahami selama ini.

Dengan pemahaman itu pula, lanjut dia, para napiter yang berada di rutan, lapas hingga sampai kembali ke masyarakat nantinya perlu mendapatkan wadah pendampingan. Wadah tersebut menurut dia direalisasikan dalam bentuk Yayasan Debintal

"Harapan kita ini nanti akan jadi satu role model yayasan yang mengimplementasikan kegiatan pemahaman yang moderat. Dan kalau bisa nantinya di sana juga dibuat area tangguh ideologi," ujarnya.

Baca juga: BNPT apresiasi penangkapan teroris di Merauke
Baca juga: Polisi: Teroris Merauke terkait kelompok Vila Mutiara Makassar


Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2021