Jakarta (ANTARA) -
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebutkan Pancasila yang digali Bung Karno dari peradaban Nusantara, agama, dan peradaban dunia membuat Indonesia bisa menjadi juru damai bagi tatanan baru di dunia internasional.
 
 
Mahasiswa S3 Cohort Universitas Pertahanan (Unhan) RI ini menilai Pancasila yang digali Proklamator RI Bung Karno memberikan legitimasi terhadap bangsa ini untuk hidup tanpa konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Baca juga: Hasto: Perjanjian batu tulis Megawati-Prabowo sudah selesai
 
Hasto mengutip kalimat dalam Buku Negara Paripurna karya Yudi Latif. Dalam buku itu disebutkan hanya Indonesia yang mengidentifikasikan diri sebagai Tanah Air.
 
Hal itu, kata Hasto, untuk menunjukkan bahwa negara ini adalah satu kesatuan wilayah yang di dalamnya melekat jiwa bangsa, yakni Pancasila.
 
Hasto mencontohkan sejumlah konflik horizontal yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Di Irlandia, terdapat konflik antaragama, Katolik dengan Kristen. Di Timur Tengah, terdapat konflik Suni dan Syiah. Sedangkan di India, terdapat konflik suku, agama, dan perbedaan bahasa.
 
"Indonesia tidak ada persoalan. Karena apa? Nilai-nilai filosofi dasar yang digali dari bumi Indonesia itu akhirnya bisa merumuskan sesanti Bhinneka Tunggal Ika," jelasnya dalam siaran persnya.
 
Hasto menjelaskan bahwa Soekarno menegaskan soal prinsip ketuhanan. Maka tidak hanya setiap rakyat Indonesia bertuhan, negara juga bertuhan.
 
Oleh karena itulah negara menjamin bahwa setiap anak-anak bangsa dapat menjalankan keyakinan dan agamanya masing-masing.

Baca juga: Peringati Bulan Bung Karno, PDIP gelar kegiatan di 70 ribu desa
 
"Maka, prinsip ketuhanan dimaksudkan Bung Karno adalah ketuhanan yang berkebudayaan. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur. Ketuhanan yang tidak ada egoisme agama. Ketuhanan dengan semangat gotong royong di mana semua umat beragama dan seluruh aliran kepercayaan bersama-sama bergotong royong untuk Indonesia Raya kita. Itu makna filsafat dari Ketuhanan Yang Maha Esa," jelas pria asal Yogyakarta itu.
 
Dalam Pancasila, lanjut Hasto, juga memuat tentang prinsip kemanusiaan.
 
Hal ini diilhami dari sejarah perjuangan Budi Utomo yang akhirnya hingga saat ini ditandai dengan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei. Bung Tomo mengubah cara berpikir kerajaaan-kerajaan yang rentan diadu domba dengan politik devide at impera.
 
"Budi Utomo mengisnpirasi lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 di mana kita menegaskan kita adalah satu nation. Yang menjunjung tinggi persatuan," kata Hasto.

Baca juga: Hasto sebut PDIP berkomitmen bumikan Pancasila
 
Selain itu, kata Hasto, para pendiri bangsa sudah merancang Indonesia untuk menjadi pemimpin bangsa-bangsa sejak kita merdeka. Indonesia seharusnya menjadi komandan dari pasukan perdamaian dunia.
 
Dia menjelaskan, hal ini kerap menjadi motivasi Rektor Unhan Laksdya TNI Amarulla Octavian. "Kita harus menjadi pemimpin dalam seluruh aspek kehidupan di duniam," kata Hasto.
 
Menurut Hasto, Indonesia harus membangun kekuatan pertahanan. Diplomat-diplomat muda harus melakukan pendekatan ke sejumlah negara untuk menyelesaikan persoalan di Laut Tiongkok Selatan dan Timur Tengah.
 
"Semangat dari kemanusaian dalam perspektif keluar dalam perdamaian dunia itu sudah dibangun. Penjajahan tidak berperikemanusiaan. Dengan diplomat-diplomat kita, kita temui Amerika Serikat, kita temui Tiongkok, kemudian kita jadi juru damai. Di saat bersamaan, kita perlu membangun kekuatan militer kita agar bisa menjadi juru damai, agar kita disegani. Kita harus punya kekuatan yang andal dan terkuat di belahan bumi selatan," jelasnya.
 
Dalam seminar ini, Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksdya TNI Amarulla Octavian menjadi pembicara utama seminar itu.
 
Pembicara lainnya adalah Direktur S3 Unhan Laksamana Muda (Purn) TNI Siswo Hadi Sumantri dan Dekan FKN Unhan RI Marsekal Muda Syamsunasir. Dua narasumber utama seminar adalah mahasiswa S3 Cohort Unhan Hasto Kristiyanto dan aktivis dan cendekiawan Muda Yudi Latif.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2021