Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris meminta Presiden Joko Widodo segera memutuskan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena kondisi sudah darurat.
"Tolong Pak Jokowi, kondisi sudah darurat. Jangan sampai ini semakin gawat, dan akhirnya kita semua tersapu 'banjir bandang' yang sebenarnya sudah kita ketahui ancamannya, tapi telat kita tanggulangi," kata Charles dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan angka kasus harian COVID-19 yang terus mencetak rekor dari hari ke hari menunjukkan kurva infeksi di Indonesia sedang terus meroket, dan belum tahu titik puncaknya sampai di mana.
Menurut dia, kurva yang meroket bahkan nyaris vertikal ini mirip dengan kurva infeksi India pada April lalu, yang membuat negara tersebut lumpuh karena tingkat penularan yang sangat tinggi setelah upacara massal keagamaan.
Charles mengatakan upaya pemerintah untuk mencegah agar Indonesia tidak lumpuh seperti India lewat PPKM Mikro yang diperketat perlu diapresiasi. Namun, melihat angka kasus harian COVID-19 yang terus mencetak rekor belakangan ini, PPKM Mikro menurut dia tidak lagi efektif untuk meredam laju penularan di hulu.
Baca juga: Thailand umumkan pembatasan baru COVID di Bangkok dan lima provinsi
Baca juga: Menko PMK sebut pemerintah dorong percepatan pengadaan vaksin nasional
Baca juga: Tambah 9.271, kasus COVID-19 harian di DKI kembali catatkan rekor
"Angka keterisian tempat tidur (BOR) fasilitas kesehatan di hilir, seperti di lima provinsi Pulau Jawa sudah merah, di atas 80 persen," ujar Charles.
Menurut dia, untuk menyelamatkan hilir yang nyaris kolaps Presiden Jokowi perlu menerapkan PSBB secara nasional atau setidaknya penguncian di Pulau Jawa, yang berimplikasi pada penutupan secara total terhadap sekolah, pusat perbelanjaan dan perkantoran, kecuali pada segelintir sektor usaha vital tertentu.
Kalau pembatasan mobilitas besar-besaran tidak dilakukan di hulu maka penambahan kapasitas faskes sebanyak apapun di hilir tetap tidak akan memadai, tambah Charles.
Apalagi, lanjut dia, tidak semua provinsi memiliki kapasitas faskes yang sama. Kapasitas faskes di Pulau Jawa tentu berbeda dengan kapasitas di Indonesia Timur.
"Kita tentu tidak ingin, jika tanpa pembatasan sosial besar-besaran, provinsi lain seperti di Indonesia Timur, yang BOR faskesnya saat ini masih hijau, menjadi kacau balau seperti faskes Pulau Jawa sekarang," kata Charles.
Ia menekankan bahwa faskes di hilir tidak akan kuat meredam "banjir bandang" kalau angka penularan dari hulu sangat deras.
"Derasnya penularan COVID-19 di hulu harus kita redam sedini mungkin dengan pembatasan sosial besar-besaran," kata Charles.
"Tolong Pak Jokowi, kondisi sudah darurat. Jangan sampai ini semakin gawat, dan akhirnya kita semua tersapu 'banjir bandang' yang sebenarnya sudah kita ketahui ancamannya, tapi telat kita tanggulangi," kata Charles dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Ia mengatakan angka kasus harian COVID-19 yang terus mencetak rekor dari hari ke hari menunjukkan kurva infeksi di Indonesia sedang terus meroket, dan belum tahu titik puncaknya sampai di mana.
Menurut dia, kurva yang meroket bahkan nyaris vertikal ini mirip dengan kurva infeksi India pada April lalu, yang membuat negara tersebut lumpuh karena tingkat penularan yang sangat tinggi setelah upacara massal keagamaan.
Charles mengatakan upaya pemerintah untuk mencegah agar Indonesia tidak lumpuh seperti India lewat PPKM Mikro yang diperketat perlu diapresiasi. Namun, melihat angka kasus harian COVID-19 yang terus mencetak rekor belakangan ini, PPKM Mikro menurut dia tidak lagi efektif untuk meredam laju penularan di hulu.
Baca juga: Thailand umumkan pembatasan baru COVID di Bangkok dan lima provinsi
Baca juga: Menko PMK sebut pemerintah dorong percepatan pengadaan vaksin nasional
Baca juga: Tambah 9.271, kasus COVID-19 harian di DKI kembali catatkan rekor
"Angka keterisian tempat tidur (BOR) fasilitas kesehatan di hilir, seperti di lima provinsi Pulau Jawa sudah merah, di atas 80 persen," ujar Charles.
Menurut dia, untuk menyelamatkan hilir yang nyaris kolaps Presiden Jokowi perlu menerapkan PSBB secara nasional atau setidaknya penguncian di Pulau Jawa, yang berimplikasi pada penutupan secara total terhadap sekolah, pusat perbelanjaan dan perkantoran, kecuali pada segelintir sektor usaha vital tertentu.
Kalau pembatasan mobilitas besar-besaran tidak dilakukan di hulu maka penambahan kapasitas faskes sebanyak apapun di hilir tetap tidak akan memadai, tambah Charles.
Apalagi, lanjut dia, tidak semua provinsi memiliki kapasitas faskes yang sama. Kapasitas faskes di Pulau Jawa tentu berbeda dengan kapasitas di Indonesia Timur.
"Kita tentu tidak ingin, jika tanpa pembatasan sosial besar-besaran, provinsi lain seperti di Indonesia Timur, yang BOR faskesnya saat ini masih hijau, menjadi kacau balau seperti faskes Pulau Jawa sekarang," kata Charles.
Ia menekankan bahwa faskes di hilir tidak akan kuat meredam "banjir bandang" kalau angka penularan dari hulu sangat deras.
"Derasnya penularan COVID-19 di hulu harus kita redam sedini mungkin dengan pembatasan sosial besar-besaran," kata Charles.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment