Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden (KSP) mengawal proses pengadaan dan distribusi obat COVID-19, termasuk pengimporan bahan baku obat dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk menangani penderita infeksi virus corona.

“Saya sudah memantau dan melihat ada beberapa isu. Mulai dari kelangkaan obat impor, persoalan transportasi karena terbatasnya kargo, dan clearance atau pemeriksaan bea cukai yang butuh waktu lama tujuh sampai 10 hari,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam rapat koordinasi secara virtual di Jakarta, Kamis.

Kepala Staf Kepresidenan sudah menyampaikan permasalahan dalam pengadaan obat COVID-19 tersebut dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo.

"Permasalahan sudah saya sampaikan di rapat terbatas. Untuk transportasi nanti ada dukungan dari TNI, kemudian masalah clearance bea cukai harus dipercepat," kata Moeldoko.

"Kami butuh informasi detail terkait apa yang mau diimpor, berapa besarnya, dan jenisnya apa saja, sehingga bisa terakomodasi dengan baik dan segera kita percepat prosesnya,” ia menambahkan.

Ia menyatakan bahwa pemerintah akan memfasilitasi transportasi obat-obatan dan alat kesehatan yang diimpor dari luar negeri.

“Dengan adanya fasilitas kemudahan ini, silakan manfaatkan dengan sebaiknya karena kita ingin ketersediaan obat segera terpenuhi. Tapi kemudahan ini jangan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Urusannya dengan saya nanti,” katanya.

Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan kebutuhan beberapa obat untuk penanganan pasien COVID-19.

“Kalau kita lihat saat ini masih ada kebutuhan obat. Contohnya adalah Remdesivir, dan Intravenous Immunoglobulin (IVIG). Namun kami sudah berkoordinasi dengan industri obat dan kedutaan-kedutaan di luar negeri untuk mendapatkan pasokan,” kata Agusdini.

Ia mengungkapkan bahwa pasokan Intravenous Immunoglobulin akan diperoleh lewat Iran dan pengirimannya kemungkinan dilakukan akhir Agustus 2021. Sementara Remdesivir akan didatangkan dari India, Mesir, dan Bangladesh.

“Sebenarnya rata-rata dari industri farmasi sudah punya jadwal penerbangan dan punya bea cukai masing-masing negara. Tapi ada kesulitan transportasi untuk mengambilnya," katanya.

"Sementara itu ada contoh lain seperti PT Kalbe Farma yang bisa memproduksi Favipiravir tapi bahan bakunya masih harus diimpor dari China,” ia menambahkan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Cecep Herawan juga mengemukakan adanya kebutuhan dukungan transportasi dalam upaya pengadaan obat COVID-19.

“Memang banyak barang yang dikirim langsung oleh negara maupun entitas ke Indonesia. Namun ada yang butuh dukungan transportasi untuk mengambil barang itu. Sebagai contoh ada beberapa di Singapura dan China yang harus kita ambil sendiri,” kata Cecep.

Asisten Operasi Panglima TNI Mayjen Syafruddin mengatakan bahwa pesawat angkut Hercules sudah disiapkan untuk membantu mengangkut obat-obatan dan alat kesehatan untuk penanganan COVID-19.

“Dari 28 pesawat angkut Hercules, kami akan siapkan empat pesawat untuk mengambil obat-obatan dan alat kesehatan di India dan China. Saat ini kami sedang menunggu jadwal pengambilan. Kami harap bisa kami dapatkan jadwal lebih cepat, agar kami bisa bersiap,” kata Syafruddin.

Baca juga:
Permintaan obat COVID-19 melonjak 12 kali lipat sejak Juni
Pemerintah tambah jalur distribusi obat COVID-19

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2021