Jakarta (ANTARA) - Budayawan Dr Ngatawi Al Zastrouw S Ag M Si mengemukakan salah satu upaya untuk mengarus utamakan nilai-nilai toleransi di masyarakat dengan terus mensosialisasikan praktik-praktik hidup yang baik supaya menjadi contoh bagi masyarakat.
"Cari praktik-praktik hidup yang sudah dilakukan oleh komunitas atau masyarakat dalam menghadapi pendemi ini, terutama saat mereka bisa saling bertoleransi satu sama lainnya. Kemudian hal-hal itu bisa dibuat video, meme dan ulasan yang baik, kemudian di upload di media sosial dan media massa agar menjadi perbincangan-perbincangan yang positif," ujar Ngatawi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ngatawi menjelaskan selama pandemi ini sudah banyak contoh-contoh yang sudah dilakukan dari berbagai komunitas di tanah air, seperti komunitas Taring Babi, yang merupakan komunitas anak-anak jalanan binaan dirinya sendiri yang isinya anak-anak punk. Mereka hampir setiap minggu melakukan konser amal.
"Mereka langsung data ke RT/RW yang butuh bantuan. Tidak melihat suku, agama, etnis. Pokoknya dia punya data ada yang membutuhkan bantuan, dia beri. Itu namanya bertoleransi. Mereka bekerja sama dengan para santri membikin konser setiap minggu. Mereka juga membuat lukisan, lalu lukisannya dijual untuk membantu hal-hal itu," ujarnya
Baca juga: Ajarkan toleransi dan kebhinekaan kepada anak sejak dini
Baca juga: Peneliti: Masyarakat didorong dapatkan informasi tentang keragaman
Baca juga: Akademisi: Toleransi berbasis kearifan lokal di Papua sudah baik
Contoh lainnya, menurut dia, Komunitas di Yogyakarta yang dimotori dr Riwanto. Sebagai seorang dosen, ia menggerakkan mulai guru besar hingga rakyat jelata untuk menghadapi COVID-19 ini. Masyarakat yang ekonominya kuat diajak guyub diajak patungan untuk mendukung mereka yang kesusahan.
"Itu dilakukan lintas agama, lintas iman, lintas etnis. Lalu ada juga komunitas Gusdurian yang juga telah memberikan bantuan mulai dari Aceh sampai beberapa tempat di Maluku. Nah contoh-contoh toleransi seperti ini yang harus dilakukan," katanya.
Dia menyampaikan bahwa perlu ada juga tim kerja yang bisa membuat semacam video atau dokumentasi, narasi-narasi pendek, meme, foto-foto dengan tagline atau kelimat-kalimat yang menyentuh terkait contoh-contoh bertoleransi tersebut.
Hal tersebut dapat menginspirasi orang lain menunjukkan sikap toleransi antarsesama, kata asisten pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini
Ngatawi menambahkan, ada beberapa hal yang menyebabkan tumbuh suburnya intoleransi di tengah situasi pandemi seperti saat ini.
Pertama, karena keterbatasan pikiran, di mana pikiran yang terbatas pada suasana pandemi ini menjadi panik dan akhirnya mereka memegang pada informasi-informasi yang cocok dengan pikiran dia.
"Kedua hilangnya wisdom atau kearifan. Kenapa hal ini bisa hilang ? Ini karena dominannya kepentingan-kepentingan pragmatis yang menyebabkan orang untuk berpikir alternatif. Yang penting kepentingan dia harus terwujud di mana segala cara akan digunakan untuk mewujudkan kepentingan itu," ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, adanya tarik-menarik politik. Dengan iklim politik yang kompetitif dengan derajat tinggi, maka orang akan menggunakan segala cara untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan politik ini. Pada akhirnya ada pihak yang memanfaatkan dua kelompok itu.
“Selain itu mereka juga memanfaatkan kedangkalan pemikiran-pemikiran sebagian orang yang mudah digerakkan untuk melakukannya. Saya kira tiga itulah yang menjadi penyebab utama tumbuhnya intoleransi dan kerentanan krisis yang terjadi pada pandemi saat ini,” ucapnya
Oleh karena itu, menurut Ngatawi, dalam menghadapi pandemi COVID-19, keutuhan, solidaritas dan toleransi itu tetap terbangun dan terjaga. Untuk itu masyarakat juga harus mencoba untuk menghidupkan dan menggali nilai-nilai tradisi yang baik untuk diwujudkan, dikembangkan dan diamalkan dalam suasana seperti ini.
"Cari praktik-praktik hidup yang sudah dilakukan oleh komunitas atau masyarakat dalam menghadapi pendemi ini, terutama saat mereka bisa saling bertoleransi satu sama lainnya. Kemudian hal-hal itu bisa dibuat video, meme dan ulasan yang baik, kemudian di upload di media sosial dan media massa agar menjadi perbincangan-perbincangan yang positif," ujar Ngatawi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Ngatawi menjelaskan selama pandemi ini sudah banyak contoh-contoh yang sudah dilakukan dari berbagai komunitas di tanah air, seperti komunitas Taring Babi, yang merupakan komunitas anak-anak jalanan binaan dirinya sendiri yang isinya anak-anak punk. Mereka hampir setiap minggu melakukan konser amal.
"Mereka langsung data ke RT/RW yang butuh bantuan. Tidak melihat suku, agama, etnis. Pokoknya dia punya data ada yang membutuhkan bantuan, dia beri. Itu namanya bertoleransi. Mereka bekerja sama dengan para santri membikin konser setiap minggu. Mereka juga membuat lukisan, lalu lukisannya dijual untuk membantu hal-hal itu," ujarnya
Baca juga: Ajarkan toleransi dan kebhinekaan kepada anak sejak dini
Baca juga: Peneliti: Masyarakat didorong dapatkan informasi tentang keragaman
Baca juga: Akademisi: Toleransi berbasis kearifan lokal di Papua sudah baik
Contoh lainnya, menurut dia, Komunitas di Yogyakarta yang dimotori dr Riwanto. Sebagai seorang dosen, ia menggerakkan mulai guru besar hingga rakyat jelata untuk menghadapi COVID-19 ini. Masyarakat yang ekonominya kuat diajak guyub diajak patungan untuk mendukung mereka yang kesusahan.
"Itu dilakukan lintas agama, lintas iman, lintas etnis. Lalu ada juga komunitas Gusdurian yang juga telah memberikan bantuan mulai dari Aceh sampai beberapa tempat di Maluku. Nah contoh-contoh toleransi seperti ini yang harus dilakukan," katanya.
Dia menyampaikan bahwa perlu ada juga tim kerja yang bisa membuat semacam video atau dokumentasi, narasi-narasi pendek, meme, foto-foto dengan tagline atau kelimat-kalimat yang menyentuh terkait contoh-contoh bertoleransi tersebut.
Hal tersebut dapat menginspirasi orang lain menunjukkan sikap toleransi antarsesama, kata asisten pribadi Presiden RI ke-4 KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini
Ngatawi menambahkan, ada beberapa hal yang menyebabkan tumbuh suburnya intoleransi di tengah situasi pandemi seperti saat ini.
Pertama, karena keterbatasan pikiran, di mana pikiran yang terbatas pada suasana pandemi ini menjadi panik dan akhirnya mereka memegang pada informasi-informasi yang cocok dengan pikiran dia.
"Kedua hilangnya wisdom atau kearifan. Kenapa hal ini bisa hilang ? Ini karena dominannya kepentingan-kepentingan pragmatis yang menyebabkan orang untuk berpikir alternatif. Yang penting kepentingan dia harus terwujud di mana segala cara akan digunakan untuk mewujudkan kepentingan itu," ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, adanya tarik-menarik politik. Dengan iklim politik yang kompetitif dengan derajat tinggi, maka orang akan menggunakan segala cara untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan politik ini. Pada akhirnya ada pihak yang memanfaatkan dua kelompok itu.
“Selain itu mereka juga memanfaatkan kedangkalan pemikiran-pemikiran sebagian orang yang mudah digerakkan untuk melakukannya. Saya kira tiga itulah yang menjadi penyebab utama tumbuhnya intoleransi dan kerentanan krisis yang terjadi pada pandemi saat ini,” ucapnya
Oleh karena itu, menurut Ngatawi, dalam menghadapi pandemi COVID-19, keutuhan, solidaritas dan toleransi itu tetap terbangun dan terjaga. Untuk itu masyarakat juga harus mencoba untuk menghidupkan dan menggali nilai-nilai tradisi yang baik untuk diwujudkan, dikembangkan dan diamalkan dalam suasana seperti ini.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment