Banjarmasin (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang berlangsung selama lebih kurang satu tahun lima bulan sejak terdeteksi pertama kali di Indonesia pada Maret 2020 telah memukul hampir semua sektor kehidupan, selain dampak kesehatan masyarakat yang jadi ancaman utamanya.
Aktivitas ekonomi pun menjadi paling terpukul di samping bidang lain seperti pendidikan, sosial kebudayaan, olahraga dan lain sebagainya.
Dalam kebijakan terbaru pemerintah yang menetapkan perpanjangan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 6 September 2021, ada sejumlah pelonggaran aktivitas ekonomi.
Seperti Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan yang mengizinkan mal dibuka dengan protokol kesehatan ketat serta pengunjung wajib telah divaksinasi.
Kebijakan relaksasi itu, menurut Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin Machli Riyadi, berdasarkan pertimbangan matang demi keberlangsungan ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Apalagi seperti Duta Mall Banjarmasin, memiliki lebih dari 2.000 tenaga kerja yang sebagian telah dirumahkan selama mal ditutup. Bahkan tak sedikit jadi korban PHK.
Di sisi lain, manajemen pusat perbelanjaan modern tersebut dapat memastikan prokes dijalankan secara ketat melalui pengawasan satgas internal mereka.
Mal itu kini beroperasi hanya 25 persen dari kapasitas pengunjung dengan jam buka juga dibatasi mulai pukul 10.00 WITA sampai 20.00 WITA.
Manajer Operasional Duta Mall Banjarmasin Yenny Purwanti mengungkapkan toko yang masih bertahan hanya sekitar 70 persen dengan karyawan yang dipekerjakan kurang dari 50 persen dari total 276 pelaku usaha yang menyewa di pusat perbelanjaan modern terbesar di Kalimantan Selatan itu.
Ratusan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun secara khusus mendapat keringanan sewa selama pandemi COVID-19.
"Jadi bayar dua bulan gratis satu bulan dan pembayaran bisa dicicil," ungkap Yenny.
Menurut Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Rikwanto, ada sistem gas rem yang harus berjalan efektif menyikapi pelonggaran sentra ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Untuk itulah, dia mengharapkan adanya sinergi antara Satgas Penanganan COVID-19 dan Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di daerah itu.
"Sistem gas rem ini saya rasa menjadi jalan tengah agar ekonomi tetap tumbuh. Artinya, tidak berhenti total yang menyebabkan masyarakat semakin terpuruk ekonominya," kata dia.
Rikwanto menganalogikan, jika ekonomi tumbuh, namun kasus COVID-19 melonjak maka Satgas COVID-19 jadi remnya. Sebaliknya, jika kasus COVID-19 meningkat akibat aktivitas ekonomi maka Satgas PEN mengingatkannya.
Namun, upaya memulihkan ekonomi jangan sampai mengabaikan kasus penularan COVID-19 yang kini terus terjadi.
Untuk itulah, Kapolda menekankan penerapan prokes tetap menjadi standar wajib yang mesti dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali aktivitas perekonomian.
"Semua kebijakan ada di pemerintah daerah, kami TNI-Polri siap mengawalnya. Yang pasti, jika ada pelanggaran prokes, kita tindak, namun tentunya mengedepankan cara-cara humanis dan persuasif," kata jenderal bintang dua itu.
Baca juga: DPRD Kalsel imbau masyarakat tingkatkan protokol kesehatan jadi 10M
Kebijakan kontraproduktif
Menurut anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D, upaya pelonggaran ekonomi melalui pembukaan mal dan tempat wisata pada saat situasi pandemi di Indonesia belum terkendali adalah kebijakan yang kontraproduktif.
Pertama, kasus konfirmasi di Indonesia mengalami tren penurunan pada Agustus ini di mana rata-rata 7 hari terakhir pada 26 Agustus sudah berada di tingkat 16 ribu kasus konfirmasi per hari jauh dibandingkan situasi puncak gelombang kedua yang mencapai 50 ribu kasus per hari pada pertengahan Juli. Tetapi angka kasus tersebut masih sangat tinggi lebih dari 4 kali lipat rata-rata kasus harian pada pertengahan Mei 2021.
Kedua, terjadi penurunan testing yang sangat tajam. Jumlah penduduk yang menjalani pemeriksaan menurun yang sebelumnya mencapai lebih dari satu juta penduduk per pekan pada pertengahan hingga akhir Juli menjadi 700 ribuan orang saat ini. Jadi penurunan kasus konfirmasi masih bersifat semu karena belum dapat menggambarkan situasi riil.
Ketiga, meski mulai menurun kasus kematian masih sangat tinggi. Dalam sepekan terakhir jumlah kematian rata-rata lebih dari 1.000 kasus per hari masih lebih tinggi hampir 8 kali lipat dibanding pertengahan Mei.
"Meskipun jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dan angka BOR sudah sangat menurun, risiko masyarakat untuk terinfeksi belum berada pada level rendah," ujarnya.
Sementara perkembangan vaksinasi hingga 27 Agustus 2021 baru mencapai 17 persen penduduk yang menerima suntikan dua dosis dari populasi yang menjadi target atau hanya 13 persen dari total penduduk Indonesia.
Untuk itulah, menurut Taqin, pelonggaran kegiatan ekonomi secara lebih luas dalam kondisi seperti ini sangat berbahaya. Sebab memicu kembali mobilitas penduduk ke kota dan antar daerah, sementara varian Delta masih tersebar di berbagai wilayah Indonesia khususnya di kelompok masyarakat yang tidak mau memeriksakan dirinya untuk dites, tidak melakukan isolasi meski ada gejala dan menjadi kontak erat, serta tidak mau dirawat di rumah sakit meskipun bergejala berat.
Taqin merujuk mobilitas penduduk Indonesia berdasarkan data COVID-19 Community Mobility Reports dari Google sudah mengalami peningkatan dua pekan terakhir.
Dengan pembukaan kegiatan ekonomi secara lebih luas maka akan terjadi lonjakan mobilitas yang lebih besar yang memicu kembali penularan lebih masif di tengah-tengah masyarakat yang masih sedikit capaian vaksinasinya.
"Jika pemerintah tetap bersikukuh untuk cepat-cepat melakukan pelonggaran maka bukan tidak mungkin kita akan menghadapi gelombang ketiga ke depannya," ujarnya.
Baca juga: Taati prokes, warga Dayak Kalsel pilih gelar aruh adat di rumah
Perlu dibuka ruang dialog
Kebijakan PPKM dimaksudkan untuk membatasi mobilisasi masyarakat karena memang manusia merupakan perantara penularan dari COVID-19.
Namun, kondisi perekonomian saat ini juga mengalami penurunan sebagai dampak dari pembatasan yang dilakukan, sehingga pemerintah dalam posisi dilematis untuk melakukan pengetatan pembatasan.
Menurut Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat Prof Dr dr Syamsul Arifin, pelonggaran hanya bisa dilakukan jika secara epidemiologis wabah ini sudah terkendali, di antaranya BOR kurang dari 60 persen.
Namun demikian, kata dia, karena pandemi telah berlangsung lama yang telah berdampak pada kondisi perekonomian bangsa, tentunya jika pelonggaran dilakukan harus diiringi dengan pengetatan protokol kesehatan dan peningkatan cakupan vaksinasi yang cepat.
Syamsul mengatakan, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menjaga kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat terutama pada aktivitas ekonomi, maka perlu dibuka ruang dialog antara masyarakat dengan pemerintah untuk sosialisasi kebijakan PPKM terutama dalam hal penerapan prokes selama aktivitas ekonomi dijalankan.
Dialog yang dilakukan di antaranya dapat melingkupi pendataan semua pelaku usaha oleh pihak kelurahan atau instansi terkait untuk menjamin bahwa semua pelaku usaha sudah vaksinasi dan bersedia untuk diberi penyuluhan, pembinaan tentang penerapan protokol kesehatan mulai persiapan dari rumah, di tempat usaha dan pulang dari tempat usaha.
Adapun kesanggupan pelaku usaha untuk menerapkan protokol kesehatan sekaligus bersedia sebagai pengawas kepada pembeli yang melakukan aktivitas di tempat usaha mereka.
Kemudian penyediaan sarana dan prasarana dalam menunjang penerapan prokes seperti tempat cuci tangan, menjaga jarak dan area wajib masker.
Dialog ity penting agar masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan ini dibuat dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka.
Dengan strategi itu, diharapkan tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan tinggi.
Meskipun demikian pemerintah tetap perlu melakukan patroli prokes terutama pada tempat-tempat yang dianggap rawan pelanggaran.*
Baca juga: Prokes masyarakat perairan di Kalsel rendah, TNI-AL beri edukasi
Aktivitas ekonomi pun menjadi paling terpukul di samping bidang lain seperti pendidikan, sosial kebudayaan, olahraga dan lain sebagainya.
Dalam kebijakan terbaru pemerintah yang menetapkan perpanjangan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 6 September 2021, ada sejumlah pelonggaran aktivitas ekonomi.
Seperti Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan yang mengizinkan mal dibuka dengan protokol kesehatan ketat serta pengunjung wajib telah divaksinasi.
Kebijakan relaksasi itu, menurut Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin Machli Riyadi, berdasarkan pertimbangan matang demi keberlangsungan ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Apalagi seperti Duta Mall Banjarmasin, memiliki lebih dari 2.000 tenaga kerja yang sebagian telah dirumahkan selama mal ditutup. Bahkan tak sedikit jadi korban PHK.
Di sisi lain, manajemen pusat perbelanjaan modern tersebut dapat memastikan prokes dijalankan secara ketat melalui pengawasan satgas internal mereka.
Mal itu kini beroperasi hanya 25 persen dari kapasitas pengunjung dengan jam buka juga dibatasi mulai pukul 10.00 WITA sampai 20.00 WITA.
Manajer Operasional Duta Mall Banjarmasin Yenny Purwanti mengungkapkan toko yang masih bertahan hanya sekitar 70 persen dengan karyawan yang dipekerjakan kurang dari 50 persen dari total 276 pelaku usaha yang menyewa di pusat perbelanjaan modern terbesar di Kalimantan Selatan itu.
Ratusan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pun secara khusus mendapat keringanan sewa selama pandemi COVID-19.
"Jadi bayar dua bulan gratis satu bulan dan pembayaran bisa dicicil," ungkap Yenny.
Menurut Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Rikwanto, ada sistem gas rem yang harus berjalan efektif menyikapi pelonggaran sentra ekonomi masyarakat di tengah pandemi.
Untuk itulah, dia mengharapkan adanya sinergi antara Satgas Penanganan COVID-19 dan Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di daerah itu.
"Sistem gas rem ini saya rasa menjadi jalan tengah agar ekonomi tetap tumbuh. Artinya, tidak berhenti total yang menyebabkan masyarakat semakin terpuruk ekonominya," kata dia.
Rikwanto menganalogikan, jika ekonomi tumbuh, namun kasus COVID-19 melonjak maka Satgas COVID-19 jadi remnya. Sebaliknya, jika kasus COVID-19 meningkat akibat aktivitas ekonomi maka Satgas PEN mengingatkannya.
Namun, upaya memulihkan ekonomi jangan sampai mengabaikan kasus penularan COVID-19 yang kini terus terjadi.
Untuk itulah, Kapolda menekankan penerapan prokes tetap menjadi standar wajib yang mesti dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali aktivitas perekonomian.
"Semua kebijakan ada di pemerintah daerah, kami TNI-Polri siap mengawalnya. Yang pasti, jika ada pelanggaran prokes, kita tindak, namun tentunya mengedepankan cara-cara humanis dan persuasif," kata jenderal bintang dua itu.
Baca juga: DPRD Kalsel imbau masyarakat tingkatkan protokol kesehatan jadi 10M
Kebijakan kontraproduktif
Menurut anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D, upaya pelonggaran ekonomi melalui pembukaan mal dan tempat wisata pada saat situasi pandemi di Indonesia belum terkendali adalah kebijakan yang kontraproduktif.
Pertama, kasus konfirmasi di Indonesia mengalami tren penurunan pada Agustus ini di mana rata-rata 7 hari terakhir pada 26 Agustus sudah berada di tingkat 16 ribu kasus konfirmasi per hari jauh dibandingkan situasi puncak gelombang kedua yang mencapai 50 ribu kasus per hari pada pertengahan Juli. Tetapi angka kasus tersebut masih sangat tinggi lebih dari 4 kali lipat rata-rata kasus harian pada pertengahan Mei 2021.
Kedua, terjadi penurunan testing yang sangat tajam. Jumlah penduduk yang menjalani pemeriksaan menurun yang sebelumnya mencapai lebih dari satu juta penduduk per pekan pada pertengahan hingga akhir Juli menjadi 700 ribuan orang saat ini. Jadi penurunan kasus konfirmasi masih bersifat semu karena belum dapat menggambarkan situasi riil.
Ketiga, meski mulai menurun kasus kematian masih sangat tinggi. Dalam sepekan terakhir jumlah kematian rata-rata lebih dari 1.000 kasus per hari masih lebih tinggi hampir 8 kali lipat dibanding pertengahan Mei.
"Meskipun jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dan angka BOR sudah sangat menurun, risiko masyarakat untuk terinfeksi belum berada pada level rendah," ujarnya.
Sementara perkembangan vaksinasi hingga 27 Agustus 2021 baru mencapai 17 persen penduduk yang menerima suntikan dua dosis dari populasi yang menjadi target atau hanya 13 persen dari total penduduk Indonesia.
Untuk itulah, menurut Taqin, pelonggaran kegiatan ekonomi secara lebih luas dalam kondisi seperti ini sangat berbahaya. Sebab memicu kembali mobilitas penduduk ke kota dan antar daerah, sementara varian Delta masih tersebar di berbagai wilayah Indonesia khususnya di kelompok masyarakat yang tidak mau memeriksakan dirinya untuk dites, tidak melakukan isolasi meski ada gejala dan menjadi kontak erat, serta tidak mau dirawat di rumah sakit meskipun bergejala berat.
Taqin merujuk mobilitas penduduk Indonesia berdasarkan data COVID-19 Community Mobility Reports dari Google sudah mengalami peningkatan dua pekan terakhir.
Dengan pembukaan kegiatan ekonomi secara lebih luas maka akan terjadi lonjakan mobilitas yang lebih besar yang memicu kembali penularan lebih masif di tengah-tengah masyarakat yang masih sedikit capaian vaksinasinya.
"Jika pemerintah tetap bersikukuh untuk cepat-cepat melakukan pelonggaran maka bukan tidak mungkin kita akan menghadapi gelombang ketiga ke depannya," ujarnya.
Baca juga: Taati prokes, warga Dayak Kalsel pilih gelar aruh adat di rumah
Perlu dibuka ruang dialog
Kebijakan PPKM dimaksudkan untuk membatasi mobilisasi masyarakat karena memang manusia merupakan perantara penularan dari COVID-19.
Namun, kondisi perekonomian saat ini juga mengalami penurunan sebagai dampak dari pembatasan yang dilakukan, sehingga pemerintah dalam posisi dilematis untuk melakukan pengetatan pembatasan.
Menurut Pakar Kesehatan Masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat Prof Dr dr Syamsul Arifin, pelonggaran hanya bisa dilakukan jika secara epidemiologis wabah ini sudah terkendali, di antaranya BOR kurang dari 60 persen.
Namun demikian, kata dia, karena pandemi telah berlangsung lama yang telah berdampak pada kondisi perekonomian bangsa, tentunya jika pelonggaran dilakukan harus diiringi dengan pengetatan protokol kesehatan dan peningkatan cakupan vaksinasi yang cepat.
Syamsul mengatakan, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menjaga kedisiplinan dan kepatuhan masyarakat terutama pada aktivitas ekonomi, maka perlu dibuka ruang dialog antara masyarakat dengan pemerintah untuk sosialisasi kebijakan PPKM terutama dalam hal penerapan prokes selama aktivitas ekonomi dijalankan.
Dialog yang dilakukan di antaranya dapat melingkupi pendataan semua pelaku usaha oleh pihak kelurahan atau instansi terkait untuk menjamin bahwa semua pelaku usaha sudah vaksinasi dan bersedia untuk diberi penyuluhan, pembinaan tentang penerapan protokol kesehatan mulai persiapan dari rumah, di tempat usaha dan pulang dari tempat usaha.
Adapun kesanggupan pelaku usaha untuk menerapkan protokol kesehatan sekaligus bersedia sebagai pengawas kepada pembeli yang melakukan aktivitas di tempat usaha mereka.
Kemudian penyediaan sarana dan prasarana dalam menunjang penerapan prokes seperti tempat cuci tangan, menjaga jarak dan area wajib masker.
Dialog ity penting agar masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan ini dibuat dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka.
Dengan strategi itu, diharapkan tingkat kepatuhan dan kedisiplinan masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan tinggi.
Meskipun demikian pemerintah tetap perlu melakukan patroli prokes terutama pada tempat-tempat yang dianggap rawan pelanggaran.*
Baca juga: Prokes masyarakat perairan di Kalsel rendah, TNI-AL beri edukasi
Oleh Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment