Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden menyatakan penanganan pandemi di Donggala, Sulawesi Tengah, perlu diperkuat karena menghadapi sejumlah kendala, mulai dari keterbatasan fasilitas kesehatan hingga stigma terhadap pasien COVID-19.
Hal itu disampaikan Tenaga Ahli KSP Fajrimei A. Gofar seusai melakukan kegiatan verifikasi lapangan KSP di Sulawesi Tengah.
“KSP berpendapat bahwa penanganan COVID-19 di Donggala perlu diperkuat dan kami akan berupaya untuk mendukung proses penguatan itu,” kata Fajrimei A. Gofar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Fajrimei menyampaikan pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan selama beberapa hari terakhir di beberapa kawasan di Provinsi Sulawesi Tengah.
Melalui kegiatan tersebut tim KSP menemukan fakta bahwa Kabupaten Donggala merupakan salah satu kabupaten yang selama ini bertumpu kepada Kota Palu dalam upaya penanganan COVID-19.
Hingga saat ini pun berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala telah mencatat 986 kasus positif COVID-19 dan 24 orang di antaranya meninggal dunia.
"Ini temuan yang sangat penting bagi kami," ujarnya.
Baca juga: KSP apresiasi masyarakat sipil di Palu bantu penanganan COVID-19
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, Muzakir Ladoali mengatakan bahwa selama ini penanganan COVID-19 selalu dirujuk ke Kota Palu karena rumah sakit di kabupaten Donggala masih belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai.
“Yang jadi masalah terdapat 211 orang yang isolasi mandiri di rumah, dan kita tahu perilaku masyarakat di rumah itu pasti tidak sesuai dengan protokol kesehatan,” kata Muzakir dalam siaran pers KSP.
Muzakir menambahkan bahwa salah satu problem utama di Kabupaten Donggala adalah stigma buruk terhadap COVID-19 di tengah masyarakat, yang membuat individu-individu yang terjangkit COVID-19 dikucilkan.
Hal ini menyebabkan banyak masyarakat enggan ke puskesmas atau rumah sakit untuk memeriksakan diri.
"Bahkan fasilitas isolasi terpadu yang ada di setiap desa pun menjadi tidak termanfaatkan karena COVID-19 masih dianggap seperti aib. Yang kita butuhkan sekarang ini adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat, bahwa ketika mereka mulai menunjukkan gejala, mereka akan segera menuju ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujar Muzakir.
Permasalahan penanganan COVID-19 di Donggala juga terkendala jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang sangat terbatas.
Menurutnya, Kabupaten Donggala hanya memiliki dua rumah sakit umum yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabelota dan Rumah Sakit Umum (RSU) Pratama Tambu yang berjarak 4 jam perjalanan darat antara satu sama lain.
Baca juga: Moeldoko: Presiden perintahkan waspadai keterisian ICU luar Jawa
Selain itu, menurut Data Dinas Kesehatan Donggala, dari total 1.000 tenaga kesehatan di kabupaten tersebut, sebanyak 20 persen di antaranya terpapar COVID-19.
Di Puskesmas Lembasada, di Donggala, hanya terdapat 14 perawat dari 66 staf yang ada. Selain itu, puskesmas yang melayani 19 desa ini tidak memiliki dokter.
Selama ini puskesmas beroperasi dengan bantuan dokter magang selama 4 bulan dan 1 dokter kontrak dari Kota Palu.
Staf dan tenaga kesehatan di puskesmas Lembasada sempat terjangkit COVID-19, di mana salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pasokan Alat Pelindung Diri dan multivitamin untuk para nakes yang bertugas.
“Beban kerja kami sangat berat karena masyarakat termakan hoaks. Mereka tidak mau divaksin karena mendapatkan informasi bahwa orang akan meninggal setelah divaksin. Jadi kami dengan tenaga yang terbatas ini susah juga mau mengedukasi,” kata Kadris, salah satu perawat dan ketua program vaksinasi COVID-19 puskesmas Lembasada.
Cerita serupa juga dilaporkan oleh para nakes di RSUD Kabelota. Rumah sakit tersebut hanya memiliki 26 nakes yang menangani COVID-19 dan 4 dokter muda yang dikhususkan untuk penanganan COVID-19.
Sejauh ini sudah ada 4 pasien COVID-19 di rumah sakit ini yang meninggal dunia karena tidak bisa segera dirujuk ke rumah sakit di Palu yang kapasitasnya penuh.
RSUD Kabelota sendiri hanya menampung pasien COVID-19 bergejala sedang dan ringan karena pihak rumah sakit tidak memiliki ventilator, persediaan tabung oksigen yang terbatas, dan fasilitas PCR yang belum memadai.
Baca juga: KSP tegaskan pentingnya penegakan prokes dengan bagikan masker
Hal itu disampaikan Tenaga Ahli KSP Fajrimei A. Gofar seusai melakukan kegiatan verifikasi lapangan KSP di Sulawesi Tengah.
“KSP berpendapat bahwa penanganan COVID-19 di Donggala perlu diperkuat dan kami akan berupaya untuk mendukung proses penguatan itu,” kata Fajrimei A. Gofar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Fajrimei menyampaikan pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan selama beberapa hari terakhir di beberapa kawasan di Provinsi Sulawesi Tengah.
Melalui kegiatan tersebut tim KSP menemukan fakta bahwa Kabupaten Donggala merupakan salah satu kabupaten yang selama ini bertumpu kepada Kota Palu dalam upaya penanganan COVID-19.
Hingga saat ini pun berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Donggala telah mencatat 986 kasus positif COVID-19 dan 24 orang di antaranya meninggal dunia.
"Ini temuan yang sangat penting bagi kami," ujarnya.
Baca juga: KSP apresiasi masyarakat sipil di Palu bantu penanganan COVID-19
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, Muzakir Ladoali mengatakan bahwa selama ini penanganan COVID-19 selalu dirujuk ke Kota Palu karena rumah sakit di kabupaten Donggala masih belum memiliki fasilitas kesehatan yang memadai.
“Yang jadi masalah terdapat 211 orang yang isolasi mandiri di rumah, dan kita tahu perilaku masyarakat di rumah itu pasti tidak sesuai dengan protokol kesehatan,” kata Muzakir dalam siaran pers KSP.
Muzakir menambahkan bahwa salah satu problem utama di Kabupaten Donggala adalah stigma buruk terhadap COVID-19 di tengah masyarakat, yang membuat individu-individu yang terjangkit COVID-19 dikucilkan.
Hal ini menyebabkan banyak masyarakat enggan ke puskesmas atau rumah sakit untuk memeriksakan diri.
"Bahkan fasilitas isolasi terpadu yang ada di setiap desa pun menjadi tidak termanfaatkan karena COVID-19 masih dianggap seperti aib. Yang kita butuhkan sekarang ini adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat, bahwa ketika mereka mulai menunjukkan gejala, mereka akan segera menuju ke fasilitas kesehatan terdekat,” ujar Muzakir.
Permasalahan penanganan COVID-19 di Donggala juga terkendala jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang sangat terbatas.
Menurutnya, Kabupaten Donggala hanya memiliki dua rumah sakit umum yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabelota dan Rumah Sakit Umum (RSU) Pratama Tambu yang berjarak 4 jam perjalanan darat antara satu sama lain.
Baca juga: Moeldoko: Presiden perintahkan waspadai keterisian ICU luar Jawa
Selain itu, menurut Data Dinas Kesehatan Donggala, dari total 1.000 tenaga kesehatan di kabupaten tersebut, sebanyak 20 persen di antaranya terpapar COVID-19.
Di Puskesmas Lembasada, di Donggala, hanya terdapat 14 perawat dari 66 staf yang ada. Selain itu, puskesmas yang melayani 19 desa ini tidak memiliki dokter.
Selama ini puskesmas beroperasi dengan bantuan dokter magang selama 4 bulan dan 1 dokter kontrak dari Kota Palu.
Staf dan tenaga kesehatan di puskesmas Lembasada sempat terjangkit COVID-19, di mana salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pasokan Alat Pelindung Diri dan multivitamin untuk para nakes yang bertugas.
“Beban kerja kami sangat berat karena masyarakat termakan hoaks. Mereka tidak mau divaksin karena mendapatkan informasi bahwa orang akan meninggal setelah divaksin. Jadi kami dengan tenaga yang terbatas ini susah juga mau mengedukasi,” kata Kadris, salah satu perawat dan ketua program vaksinasi COVID-19 puskesmas Lembasada.
Cerita serupa juga dilaporkan oleh para nakes di RSUD Kabelota. Rumah sakit tersebut hanya memiliki 26 nakes yang menangani COVID-19 dan 4 dokter muda yang dikhususkan untuk penanganan COVID-19.
Sejauh ini sudah ada 4 pasien COVID-19 di rumah sakit ini yang meninggal dunia karena tidak bisa segera dirujuk ke rumah sakit di Palu yang kapasitasnya penuh.
RSUD Kabelota sendiri hanya menampung pasien COVID-19 bergejala sedang dan ringan karena pihak rumah sakit tidak memiliki ventilator, persediaan tabung oksigen yang terbatas, dan fasilitas PCR yang belum memadai.
Baca juga: KSP tegaskan pentingnya penegakan prokes dengan bagikan masker
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment