Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengklaim putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) menunjukkan pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) bukan perbuatan malaadministrasi.

"Putusan ini menepis tuduhan bahwa Perkom 1/2021 yang di dalamnya mengatur TWK dilakukan secara malaadministrasi termasuk tuduhan melanggar HAM pegawai KPK," kata Ghufron dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Pada 31 Agustus 2021, MK menolak gugatan uji materiil dengan menyatakan Pasal 69B ayat (1) dan Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK berlaku bukan hanya bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK sehingga tidak bersifat diskriminasi sehingga tetap konstitusional.

Sedangkan pada 9 September 2021, MA juga menolak gugatan uji materiil yang diajukan dua pegawai KPK mengenai Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (Perkom 1/2021) sehingga TWK dinyatakan sudah sesuai dengan peraturan lain.

"Namun kami menghargai segenap pihak dan pegawai KPK yang telah menyalurkan haknya konstitusionalnya untuk memohon pengujian tafsir terhadap UU No. 19/2019 dan Perkom 1/2021 karena lawan dalam upaya hukum adalah sahabat dalam mencari kebenaran dan keadilan," tambah Ghufron.

Menurut Ghufron, dengan putusan MK dan MA yang sudah final dan mengikat tersebut, pimpinan KPK berharap mengakhiri perdebatan mengenai TWK KPK.

Baca juga: MA tolak gugatan pegawai KPK atas peraturan soal TWK
Baca juga: Hamdan Zoelva sebut putusan MK mengenai TWK sudah final
Baca juga: KPK: Putusan MK tegaskan TWK sudah sesuai aturan


"Kami mengajak semua pihak secara dewasa menerima putusan ini dan berdasarkan putusan MK dan MA tersebut, kami akan melanjutkan proses peralihan status pegawai KPK ini berdasarkan Perkom 1/2021 dan peraturan perundangan lain baik di internal KPK maupun tentang manajemen ASN," ungkap Ghufron.

Ghufron berharap masyarakat terus berpartisipasi dalam mengawal dan bersama-sama memberantas korupsi.

"Karena pemberantasan korupsi untuk kemajuan bangsa dan negara adalah tanggung jawab bersama," tambah Ghufron.

Sedangkan Yudi Purnomo selaku penggugat di MA mengatakan bahwa putusan MA tidak berbeda jauh dengan Putusan MK bahwa secara formal TWK bisa dilakukan KPK tapi proses pelaksanaannya harus dilakukan dengan transparan dan akuntabel.

"Namun pada kenyataannya ternyata hasil temuan Komisi Ombudsman menunjukkan adanya malaadministrasi dan ada 11 pelanggaran HAM hasil temuan Komnas HAM," kata Yudi.

Yudi menyebut dalam putusan hakim MA secara tegas dan jelas menyatakan bahwa tindak lanjut hasil asesmen TWK merupakan kewenangan pemerintah bukan KPK.

"Oleh karena itu kami menunggu kebijakan dari Presiden Jokowi terhadap hasil asesmen TWK pegawai KPK yang saat ini belum diangkat sebagai ASN sesuai dengan perintah Undang-Undang KPK mengenai alih status Pegawai KPK menjadi ASN," tambah Yudi.

Pelaksanaan TWK di KPK berlangsung berlangsung pada Maret-April 2021 dan diikuti 1.351 orang pegawai namun hanya ada 1.271 orang yang lolos dan telah dilantik sebagai ASN.

Setelah KPK berkoordinasi dengan sejumlah lembaga negara, diputuskan dari 75 orang pegawai yang tidak lolos TWK, ada 24 orang yang yang dapat dibina, artinya ada 51 orang pegawai yang akan diberhentikan.

Dari 24 orang tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan akan menyusul dilantik sebagai ASN sehingga sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021.

Dua penggugat uji materiil di MA yaitu Yudi Purnomo dan Farid termasuk dua orang dari 57 pegawai yang tidak lolos TWK. Yudi Purnomo adalah penyidik KPK dan Farid Andhika adalah fungsional pengaduan masyarakat, keduanya juga aktif di Wadah Pegawai KPK.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2021