Banjarmasin (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Prof Denny Indrayana mengatakan upaya reformasi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebaiknya menjadi presidential issue atau atensi lembaga kepresidenan langsung.

"Masalah ini seharusnya bukan lagi hanya dilihat sebagai masalah bagi satu atau dua kementerian saja. Presiden bisa bertanggung jawab atas penyelesaiannya," kata dia kepada ANTARA, Rabu.

Menurut dia, masalah lapas yang penuh sesak juga harus ditangani dengan otoritas lintas kementerian dan Kemenko-an, seperti soal anggaran lebih banyak ada di Kemenkeu, yang berada di lingkungan Menko Perekonomian.

Punya pengalaman sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014, Denny mengusulkan solusi terkait over kapasitas yang dinilainya bisa dilakukan untuk perbaikan kondisi lapas.

Baca juga: Eddy Hiariej: Keliru salahkan Kemenkumham terkait over kapasitas Lapas

Untuk solusi jangka pendek, ada lima poin yang disampaikannya. Pertama, Menkumham mengeluarkan demi hukum narapidana yang dasar hukum penahanannya di lapas sudah tidak ada lagi, misalnya, karena tidak ada petikan putusan pengadilan.

Kedua, presiden memberikan grasi dan amnesti massal untuk narapidana pengguna narkoba, tentu dengan proses seleksi yang ketat dan bebas dari praktik koruptif. Ketentuan konstitusinya harus mendengarkan pertimbangan MA untuk grasi, serta pertimbangan DPR untuk amnesti.

Ketiga, presiden memberikan abolisi massal terhadap terdakwa pengguna narkoba, tentu juga dengan proses seleksi yang ketat, bebas dari praktik koruptif. Pemberian abolisi tersebut dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

Keempat, redistribusi narapidana dari lapas yang sangat padat, ke Lapas yang kurang padat. Kelima, mengirimkan nara pidana tertentu seperti gembong narkoba, korupsi, terorisme ke pulau-pulau terpencil.

"Untuk langkah ini bisa bekerja sama dengan Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi sekaligus untuk menjaga Indonesia di beberapa pulau terluar," papar salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu.



Kemudian untuk solusi jangka panjang ada enam poin. Pertama, perbaikan politik hukum pemidanaan dengan menjadikan pemenjaraan sebagai langkah paling akhir (ultimum remedium). Termasuk tidak memenjarakan pengguna narkoba, karena semestinya disehatkan di panti rehabilitasi.

Kedua, melakukan pendekatan politik hukum restorative justive dalam pemidanaan, baik pada tingkat peraturan perundangan, maupun pada penegakan hukumnya di lapangan.

Ketiga, mendiversifikasi sanksi pidana, tidak semata-mata pemidanaan tetapi dengan pemidanaan alternatif lainnya, termasuk dengan hukuman kerja sosial yang sudah ada dalam RUU KUHP.

Keempat, memberikan kemudahan hak-hak dan kebebasan lebih awal bagi yang memenuhi syarat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, manula, sakit parah permanen dan anak-anak.

"Poin kelima, pembangunan lapas-lapas baru serta poin terakhir pemerintah bisa mengkaji pelibatan swasta dalam penanganan dan pengurusan Lapas," tandas Denny sebagai senior Partner Integrity Law Firm.

Baca juga: Pakar sebut pidana alternatif salah satu solusi over kapasitas lapas

Pewarta: Firman
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2021