Jakarta (ANTARA) - Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengungkapkan saat ini dibutuhkan peran dari pemuda untuk bersatu dan merefleksikan kembali peran mereka untuk menjaga kedaulatan bangsa dan melawan intoleransi serta terorisme.
"Dampak negatif era digital itu sangat banyak yaitu hoaks, permusuhan, dan provokasi yang dimanfaatkan untuk menyebarkan paham intoleransi dan terorisme. Jadi pemuda saat ini dibutuhkan untuk bisa menentukan, apakah kita masih bersepakat untuk menjaga kedaulatan dan mencegah perpecahan bangsa,," kata Septiaji dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan komitmen untuk bersatu dan menjadi bagian dalam menjaga kedaulatan bangsa sebagaimana para pendahulu bangsa kala itu, harus dibekali dengan empat poin dasar dalam konteks era digital, yaitu melindungi diri sendiri dari berbagai manipulasi informasi yang menjauhkan dari semangat kebangsaan dan persatuan serta semangat Pancasila.
Baca juga: MPR: Semangat Sumpah Pemuda tangkal radikalisme kalangan muda
“Kedua, melindungi keluarga kita, lingkungan dan masyarakat sekitar serta yang terakhir dan yang lebih luas adalah melindungi bangsa ini,” tutur pria yang juga aktif dalam berbagai forum nasional dan internasional ini.
Septiaji mengungkapkan hal yang menjadi kekhawatirannya sebagai aktifis adalah tantangan kemajuan teknologi yang dibalik banyak manfaatnya menyimpan efek negatif. Alih-alih menjadi bangsa yang produktif, jebakan era digital justru menjadikan para pemuda ini terpenjara dan kecanduan kepada hal-hal yang kontraproduktif.
Sehingga menurut Septiaji dibutuhkan empat pilar yang perlu dimiliki oleh para pemuda di era digital saat ini.
“Yang pertama, keahlian atau kecakapan. Kedua, budaya digital yang baik dan etika digital lalu yang terakhir adalah keamanan digital. Empat pilar tersebut yang bisa melindungi, memperkuat dan memperkaya wawasan para pemuda untuk memastikan agar mereka tidak menjadi korban manipulasi informasi, hoaks, konten provokatif yang tidak beretika,” ungkapnya.
Lanjutnya, disamping 4 pilar tadi, ia juga menyinggung mengenai kepekaan pemuda akan toleransi. Karena menurutnya, toleransi menjadi sangat penting agar para penerus bangsa dari negeri yang kaya akan keberagaman ini tidak boleh gagap toleransi.
“Indonesia ini kan budayanya beragam. Jadi, ketika kita bertemu dengan sesuatu yang berbeda itu jangan kemudian mudah menghakimi, jangan mudah berkomentar negatif jangan mudah mengajak orang untuk membenci. Jangan jadi gagap toleransi,” katanya.
Baca juga: Jelajahi semangat Sumpah Pemuda tangkal radikalisme
Dengan bekal tersebut diharapkan para pemuda tidak cukup hanya memiliki toleransi tetapi juga bisa mengambil bagian dengan menjaga dan melindungi toleransi untuk mengikis akar masalah dari radikalisme dan terorisme. Septiaji, juga mengingatkan peran serta dukungan pemerintah, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya sangat diperlukan dalam mendukung dan mengarahkan energi para pemuda kepada hal yang positif dan produktif.
“Para pemuda itu sudah banyak yg memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan banyak hal. Jadi saya rasa pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama jangan segan untuk memberikan kesempatan, jangan anggap para pemuda ini selalu sebagai ‘anak kecil’, tapi justru berikan anak muda ini tantangan,” ungkapnya.
Pria yang pernah menjabat sebagai ketua Comlabs ITB ini menilai, karakter pemuda Indonesia masa kini adalah pemuda dengan karakter yang menyukai tantangan, dan menurutnya ada celah bagi pemerintah dan para stakeholder untuk masuk dan mendorong para pemuda untuk menjadi agen perubahan, pemuda yang memiliki inisiatif dan pemuda yang memiliki jati diri yang kuat sehingga terhindar dari paham yang merujuk pada radikalisme dan terorisme.
Baca juga: PGI: Energi pemuda sangat besar cegah radikalisme dan terorisme
Hal tersebut sejalan dengan program dan kegiatan yang diadakan Mafindo dalam rangka pembekalan kepada para pemuda agar senantiasa menjadi agen perubahan di tengah masyarakat dan memberdayakan potensi pemuda untuk ikut berperan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif melalui program literasi dan pemberdayaan pemuda.
“Memperingati Sumpah Pemuda, kami menginisiasi kegiatan dialog kebangsaan bersama pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia untuk me-refresh kembali pemahaman, bahwa tantangan di era digital itu akan cepat selesai jika pemuda ikut turun tangan. Kita mengajak para pemuda untuk bergabung menjernihkan ekosistem disinformasi di Indonesia,” tuturnya.
Dengan peran serta pemuda, dirinya optimis di tahun 2050 nanti bangsa ini akan menjadi bangsa maju dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dan hal ini akan terwujud jika pemuda mau mengambil peran dan terlibat untuk menjaga kedaulatan bangsa.
Baca juga: BNPT apresiasi pembentukan satgas penanggulangan terorisme Garut
"Dampak negatif era digital itu sangat banyak yaitu hoaks, permusuhan, dan provokasi yang dimanfaatkan untuk menyebarkan paham intoleransi dan terorisme. Jadi pemuda saat ini dibutuhkan untuk bisa menentukan, apakah kita masih bersepakat untuk menjaga kedaulatan dan mencegah perpecahan bangsa,," kata Septiaji dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan komitmen untuk bersatu dan menjadi bagian dalam menjaga kedaulatan bangsa sebagaimana para pendahulu bangsa kala itu, harus dibekali dengan empat poin dasar dalam konteks era digital, yaitu melindungi diri sendiri dari berbagai manipulasi informasi yang menjauhkan dari semangat kebangsaan dan persatuan serta semangat Pancasila.
Baca juga: MPR: Semangat Sumpah Pemuda tangkal radikalisme kalangan muda
“Kedua, melindungi keluarga kita, lingkungan dan masyarakat sekitar serta yang terakhir dan yang lebih luas adalah melindungi bangsa ini,” tutur pria yang juga aktif dalam berbagai forum nasional dan internasional ini.
Septiaji mengungkapkan hal yang menjadi kekhawatirannya sebagai aktifis adalah tantangan kemajuan teknologi yang dibalik banyak manfaatnya menyimpan efek negatif. Alih-alih menjadi bangsa yang produktif, jebakan era digital justru menjadikan para pemuda ini terpenjara dan kecanduan kepada hal-hal yang kontraproduktif.
Sehingga menurut Septiaji dibutuhkan empat pilar yang perlu dimiliki oleh para pemuda di era digital saat ini.
“Yang pertama, keahlian atau kecakapan. Kedua, budaya digital yang baik dan etika digital lalu yang terakhir adalah keamanan digital. Empat pilar tersebut yang bisa melindungi, memperkuat dan memperkaya wawasan para pemuda untuk memastikan agar mereka tidak menjadi korban manipulasi informasi, hoaks, konten provokatif yang tidak beretika,” ungkapnya.
Lanjutnya, disamping 4 pilar tadi, ia juga menyinggung mengenai kepekaan pemuda akan toleransi. Karena menurutnya, toleransi menjadi sangat penting agar para penerus bangsa dari negeri yang kaya akan keberagaman ini tidak boleh gagap toleransi.
“Indonesia ini kan budayanya beragam. Jadi, ketika kita bertemu dengan sesuatu yang berbeda itu jangan kemudian mudah menghakimi, jangan mudah berkomentar negatif jangan mudah mengajak orang untuk membenci. Jangan jadi gagap toleransi,” katanya.
Baca juga: Jelajahi semangat Sumpah Pemuda tangkal radikalisme
Dengan bekal tersebut diharapkan para pemuda tidak cukup hanya memiliki toleransi tetapi juga bisa mengambil bagian dengan menjaga dan melindungi toleransi untuk mengikis akar masalah dari radikalisme dan terorisme. Septiaji, juga mengingatkan peran serta dukungan pemerintah, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya sangat diperlukan dalam mendukung dan mengarahkan energi para pemuda kepada hal yang positif dan produktif.
“Para pemuda itu sudah banyak yg memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan banyak hal. Jadi saya rasa pemerintah, tokoh masyarakat dan tokoh agama jangan segan untuk memberikan kesempatan, jangan anggap para pemuda ini selalu sebagai ‘anak kecil’, tapi justru berikan anak muda ini tantangan,” ungkapnya.
Pria yang pernah menjabat sebagai ketua Comlabs ITB ini menilai, karakter pemuda Indonesia masa kini adalah pemuda dengan karakter yang menyukai tantangan, dan menurutnya ada celah bagi pemerintah dan para stakeholder untuk masuk dan mendorong para pemuda untuk menjadi agen perubahan, pemuda yang memiliki inisiatif dan pemuda yang memiliki jati diri yang kuat sehingga terhindar dari paham yang merujuk pada radikalisme dan terorisme.
Baca juga: PGI: Energi pemuda sangat besar cegah radikalisme dan terorisme
Hal tersebut sejalan dengan program dan kegiatan yang diadakan Mafindo dalam rangka pembekalan kepada para pemuda agar senantiasa menjadi agen perubahan di tengah masyarakat dan memberdayakan potensi pemuda untuk ikut berperan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang positif melalui program literasi dan pemberdayaan pemuda.
“Memperingati Sumpah Pemuda, kami menginisiasi kegiatan dialog kebangsaan bersama pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia untuk me-refresh kembali pemahaman, bahwa tantangan di era digital itu akan cepat selesai jika pemuda ikut turun tangan. Kita mengajak para pemuda untuk bergabung menjernihkan ekosistem disinformasi di Indonesia,” tuturnya.
Dengan peran serta pemuda, dirinya optimis di tahun 2050 nanti bangsa ini akan menjadi bangsa maju dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia, dan hal ini akan terwujud jika pemuda mau mengambil peran dan terlibat untuk menjaga kedaulatan bangsa.
Baca juga: BNPT apresiasi pembentukan satgas penanggulangan terorisme Garut
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2021
0 comments:
Post a Comment