Semua ini untuk menciptakan iklim yang baik bagi hak asasi manusia di Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (Komnas Disabilitas/KND) merupakan wujud komitmen pemerintah untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia, khususnya untuk para penyandang disabilitas.

"Inilah pertama kalinya perhatian pada hak-hak penyandang disabilitas dilaksanakan melalui pendekatan kelembagaan," kata Dani, sapaan akrab Jaleswari Pramodhawardani, ketika menyampaikan paparan dalam webinar bertajuk Peran Komnas HAM terkait Dampak Pandemi COVID-19 terhadap HAM dan TPB/SDGs yang disiarkan di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI dan dipantau dari Jakarta, Rabu.

Komisi Nasional Disabilitas memiliki tugas untuk melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak dari para penyandang disabilitas. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik tujuh anggota Komisi Nasional Disabilitas di Istana Negara, Jakarta, Rabu (1/12).

Selain melalui pembentukan Komnas Disabilitas, Dani juga menjelaskan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021—2025 sebagai sarana pengarusutamaan HAM.

RANHAM 2021—2025 memiliki empat sasaran strategis, yakni perempuan, anak, disabilitas, dan masyarakat adat. Dalam implementasi peraturan presiden tersebut, Komnas HAM merupakan salah satu instansi yang terlibat dalam rencana aksinya.

Lebih lanjut, Dani memaparkan bahwa saat ini pemerintah sedang membahas secara progresif mengenai kebijakan pengarusutamaan bisnis dan HAM, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), dan RUU Ratifikasi Konvensi Perlindungan Bagi Semua Orang dari Penghilangan Paksa.

"Semua ini untuk menciptakan iklim yang baik bagi hak asasi manusia di Indonesia," kata Dani.

Pemerintah juga secara progresif mendukung penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat, baik melalui jalur yudisial maupun nonyudisial. Secara yudisial, proses hukum pada kasus Paniai telah berjalan dengan dimulainya penyidikan oleh Jaksa Agung.

"Sementara itu, penyelesaian nonyudisial pun terus diupayakan untuk membentuk mekanisme yang sesuai, yang saat izin prakarsa RUU KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, red.) sedang berproses," ucapnya.

Baca juga: Margus: Penghormatan terhadap HAM nilai fundamental Uni Eropa

Baca juga: Pakar: Perlu pedoman pelaksanaan penyadapan untuk UU Kejaksaan baru

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2021