Semarang (ANTARA) - Hingga penghujung tahun 2021 belum ada kesepakatan dalam penentuan hari-H Pemilihan Umum 2024 yang pelaksanaannya bersamaan dengan pemilihan kepala daerah di 34 provinsi dan di 514 kabupaten/kota.

Dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum tidak serta-merta menetapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilihan Umum dan Pilkada 2024, tetapi wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.

Hal itu diatur dalam Pasal 9 huruf a UU Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Penentuan hari-H pencoblosan pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 ini sangat penting. Oleh karena itu, semua pihak, baik penyelenggara pemilu, DPR, maupun pemerintah, harus cermat agar tidak terjadi irisan tahapan antara pemilu dan pilkada yang berpotensi menambah kompleksitas dalam pelaksanaannya.

Terkait dengan rancangan tahapan pemilu dan pilkada ini pernah disampaikan Arief Budiman, Ketua KPU 2017-2021, dalam webinar yang diadakan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah pada 31 Oktober 2021.

Rancangan Tahapan Pemilu dan Pemilihan 2024 disebutkan bahwa pelaksanaan Pemilu Presiden/Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, Pemilu Anggota DPD, dan pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/wali kota pada 21 Februari 2024. Baru pada 27 November 2024 digelar pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan pemilihan wali kota/wakil wali kota.

Di tengah pembahasan antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR, muncul pula wacana pelaksanaan pemilu pada bulan April dan Mei meskipun KPU telah mengusulkan tanggal pemilihan 21 Februari 2024. Sementara itu, pilkada serentak nasional pada 27 November 2024.

Jika pelaksanaan pemilu pada tanggal 17 April, kemudian pilkada pada 27 November, anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini memprediksi bakal terjadi irisan krusial pada bulan April-Juni 2024.

Apabila usulan itu disepakati, penyelenggara pemilu tidak lepas dari beban yang sangat berat. Begitu pula parpol harus menyiapkan bakal pasangan calon presiden/wakil presiden, bakal calon anggota legislatif (tingkat pusat, provinsi, kabupaten, dan kota), dan bakal pasangan calon kepala daerah.

Sengketa Hasil Pemilu
Penyelenggara perlu memperhitungkan pula sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), bahkan ada kemungkinan pemungutan suara ulang. Pada saat yang sama, pilkada memasuki tahapan bimbingan teknis petugas, pemutakhiran data pemilih, dan verifikasi dukungan calon perseorangan. Belum lagi, kalau ada putaran kedua pilpres.

Terkait dengan penentuan tanggal Pemilu 2024, Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva menyarankan agar pembuat undang-undang untuk menetapkan agenda pemilu pada tanggal dan bulan yang sama, atau tidak berubah-ubah setiap pelaksanaan pemilu.

Dalam Kajian Islam dan Konstitusi bertajuk "Maju Mundur Jadwal Pemilu 2024", pakar hukum tata negara Dr. H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. mencontohkan hari-H pencoblosan Pemilu 2019 pada 17 April, sebagaimana diudarakan pada kanal YouTube Salam Radio Channel, Jumat (24/11/2021).

Dengan penetapan pemilu setiap 17 April, menurut Hamdan yang pernah sebagai anggota DPR RI periode 1999—2004, tidak mengubah agenda pelantikan pasangan calon terpilih pada pilpres, yakni setiap 20 Oktober. Hal ini sudah teruji pada Pilpres 2014 dan 2019.

Pelantikan calon anggota legislatif terpilih pada Pemilu Anggota DPR dan Pemilu Anggota DPD 2019, misalnya, juga sudah dipastikan sebelum anggota DPR/DPD periode 2014-2019 berakhir. Produk Pemilu 2019 dilantik pada  1 Oktober.

Hamdan yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfiziah Syarikat Islam memandang perlu hal-hal teknis lainnya tinggal menyesuaikan dengan agenda tahunan itu.

Wacana yang muncul sepanjang tahun 2021 terkait dengan rencana pesta akbar demokrasi 2024 perlu mendapat perhatian dari seluruh pemangku kepentingan pemilu sebelum memutuskan hari-H pencoblosan, memperpendek durasi kampanye, atau hal-hal lain yang krusial.

Pada Pemilu 2019 calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden diberi kesempatan berkampanye mulai 23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019. Sementara itu, dalam Rancangan Tahapan Pemilu dan Pemilihan 2024, disebutkan bahwa kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga mulai 21 Oktober 2023 s.d. 17 Februari 2024.

Mereka juga masih diberi kesempatan untuk menggelar rapat umum dan pasang iklan di media massa mulai 28 Januari hingga 17 Februari atau sampai 3 hari sebelum hari-H pencoblosan 21 Februari 2024.

Durasi kampanye dipersingkat atau tetap seperti penyelenggaraan pemilu sebelumnya, penyelenggara pemilu, DPR, dan pemerintah perlu mendengar dari para calon peserta pemilu/pemilihan sebelum KPU menetapkan Rancangan PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu.

Beban Kerja Penyelenggara
Pada sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah beban kerja penyelenggara perlu mendapatkan perhatian serius. "Kejadian pada Pemilu 2019 jangan sampai terulang kembali. Akibat faktor kelelahan," kata pegiat pemilu Titi Anggraini, tercatat 894 petugas pemilu meninggal dunia dan 5.175 yang sakit.

Terkait dengan jumlah pengawas di tempat pemungutan suara (TPS), muncul usulan penambahan personel pengawas di tiap TPS menjadi dua orang pada Pemilu 2024. Alasan anggota Komisi II DPR, Rifqinizami Karsayuda, antara lain untuk mengantisipasi terjadinya potensi kecurangan dan manipulasi hasil saat rekapitulasi suara.

Kerawanan paling dikhawatirkan itu terjadi di tingkat TPS. Pada Pemilu 2024 kata kuncinya adalah penguatan pengawasan oleh Bawaslu terkait dengan kewenangannya maupun sumber daya manusia. Demikian alasan yang dikemukakan dia kepada ANTARA di Jakarta, Senin (20/12).

Pada Pemilu 2019, jumlah pengawas di tiap TPS hanya satu orang. Kondisi itu lebih baik ketimbang pada Pemilu 2014, yaitu satu orang mengawasi 1-3 TPS. Kalau satu orang sedang istirahat, salat, dan makan , misalnya, ada yang menggantikan untuk mengawasi jalannya rekapitulasi suara di TPS.

Namun, itu semua menunggu penetapan hari pencoblosan Pemilu dan Pilkada 2024. Setelah itu, penyelenggara pemilu baru membuat aturan main apakah jumlah pengawas tetap atau bertambah.

Oleh D.Dj. Kliwantoro
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2021