Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar bersama Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi mendorong akselerasi pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP).
“Akselerasi pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi menjadi penting disegerakan untuk menghadirkan rujukan instrumen perlindungan yang komprehensif, sehingga mampu meminimalisir terus berulangnya insiden kebocoran data pribadi,” kata Wahyudi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal ini dikatakannya menanggapi munculnya dugaan kebocoran data pasien COVID-19 dari server Kementerian Kesehatan.
Menurut dia, keseluruhan pemrosesan data pribadi pasien COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan merupakan bagian dari ruang lingkup penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang menggunakan sistem elektronik.
Oleh karenanya, terdapat beberapa instrumen hukum yang dapat dirujuk dalam status a quo, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Selain itu, terkait keamanan sistem, Kementerian Kesehatan juga tunduk kepada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang secara teknis operasionalnya telah diatur di dalam Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Akan tetapi, menurut Wahyudi, keseluruhan instrumen tersebut belum memberikan pelindungan yang komprehensif terhadap setiap pemrosesan data pribadi warga negara.
“Mengingat berbagai peraturan tersebut belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, dan cenderung tumpang tindih satu sama lain yang berakibat pada ketidakpastian perlindungan,” ucap dia.
Beberapa aspek yang masih nihil dalam pengaturan saat ini adalah terkait dengan perlindungan data sensitif, kejelasan perlindungan hak-hak subjek data, termasuk mekanisme pemulihan ketika terjadi pelanggaran.
Tantangan besar lainnya dalam penanganan kasus kebocoran data pribadi di sektor publik selama ini adalah hampir tidak ditemukan adanya suatu proses investigasi yang dilakukan secara akuntabel.
Oleh karena itu, Wahyudi bersama dengan Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi lainnya mendorong akselerasi pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.
“DPR dan Pemerintah segera mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Data Pribadi dengan tetap menjamin partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan, sekaligus juga kualitas substansinya,” kata Wahyudi.
“Akselerasi pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi menjadi penting disegerakan untuk menghadirkan rujukan instrumen perlindungan yang komprehensif, sehingga mampu meminimalisir terus berulangnya insiden kebocoran data pribadi,” kata Wahyudi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Hal ini dikatakannya menanggapi munculnya dugaan kebocoran data pasien COVID-19 dari server Kementerian Kesehatan.
Menurut dia, keseluruhan pemrosesan data pribadi pasien COVID-19 oleh Kementerian Kesehatan merupakan bagian dari ruang lingkup penyelenggaraan sistem informasi kesehatan yang menggunakan sistem elektronik.
Oleh karenanya, terdapat beberapa instrumen hukum yang dapat dirujuk dalam status a quo, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Selain itu, terkait keamanan sistem, Kementerian Kesehatan juga tunduk kepada Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, yang secara teknis operasionalnya telah diatur di dalam Peraturan Badan Siber dan Sandi Negara Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Akan tetapi, menurut Wahyudi, keseluruhan instrumen tersebut belum memberikan pelindungan yang komprehensif terhadap setiap pemrosesan data pribadi warga negara.
“Mengingat berbagai peraturan tersebut belum sepenuhnya mengadopsi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, dan cenderung tumpang tindih satu sama lain yang berakibat pada ketidakpastian perlindungan,” ucap dia.
Beberapa aspek yang masih nihil dalam pengaturan saat ini adalah terkait dengan perlindungan data sensitif, kejelasan perlindungan hak-hak subjek data, termasuk mekanisme pemulihan ketika terjadi pelanggaran.
Tantangan besar lainnya dalam penanganan kasus kebocoran data pribadi di sektor publik selama ini adalah hampir tidak ditemukan adanya suatu proses investigasi yang dilakukan secara akuntabel.
Oleh karena itu, Wahyudi bersama dengan Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi lainnya mendorong akselerasi pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi.
“DPR dan Pemerintah segera mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Data Pribadi dengan tetap menjamin partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan, sekaligus juga kualitas substansinya,” kata Wahyudi.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment