Semarang (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan KPU bisa memperpendek masa kampanye pada Pemilu 2024 sepanjang kalkulasi tahapannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam Pasal 276 ayat (1) UU Pemilu disebutkan bahwa kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
"KPU bisa mengatur waktu penetapan DCT dan pasangan calon (paslon) tetap yang tidak terlalu lama jaraknya dengan masa tenang sebelum hari pemungutan suara," kata Titi Anggraini menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat pagi.
Sejumlah pihak, lanjut Titi, berpandangan agar lamanya masa kampanye diperpendek dibanding Pemilu 2019 karena dianggap memicu politik biaya tinggi dan polarisasi yang menguat di tengah masyarakat.
Masa kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 selama 6 bulan 21 hari (23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019).
Namun, aktivis Maju Perempuan Indonesia (MPI) ini tidak menyebutkan berapa lama masa kampanye pada Pemilu 2024 yang ideal agar irisan tahapan pemilu dengan tahapan pilkada tidak sampai menambah beban kerja penyelenggara pemilu.
Terkait dengan aturan main pemilu/pemilihan yang belum ada di dalam UU Pemilu maupun UU Pilkada, Titi menyebutkan ada banyak hal yang berkaitan dengan terobosan dan inovasi penyelenggaraan pemilu yang perlu aturan lebih baik dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem lantas mencontohkan penerapan sistem teknologi informasi rekapitulasi suara secara elektronik atau Sirekap.
Meskipun Sirekap masih berfungsi sebagai alat bantu atau instrumen akuntabilitas, menurut dia, tetap memerlukan pengaturan yang komprehensif dan kukuh agar pelaksanaannya di lapangan bisa berjalan baik dan tidak menimbulkan masalah.
Selain itu, penggunaan teknologi informasi pendaftaran partai politik peserta pemilu atau Sipol juga perlu penguatan pengaturan dalam PKPU agar semua pihak bisa memahami dan menerima dengan baik.
Dengan demikian, lanjut Titi, pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu bisa berlangsung efektif dan efisien di tengah animo kehadiran cukup banyak partai politik baru.
Dengan kehadiran Sipol, diyakini validitas dan akurasi pendaftaran dan verifikasi parpol bisa terjamin sebab prosesnya diupayakan lebih profesional dan kredibel melalui bantuan penggunaan sistem teknologi informasi pemilu.
Baca juga: KPU sosialisasikan pemanfaatan teknologi informasi untuk Pemilu 2024
Baca juga: Titi Anggraini: Perlu petakan terobosan teknis pada Pemilu 2024
Baca juga: Ini kata Perludem soal "presidential treshold" 20 persen
Dalam Pasal 276 ayat (1) UU Pemilu disebutkan bahwa kampanye pemilu dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
"KPU bisa mengatur waktu penetapan DCT dan pasangan calon (paslon) tetap yang tidak terlalu lama jaraknya dengan masa tenang sebelum hari pemungutan suara," kata Titi Anggraini menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat pagi.
Sejumlah pihak, lanjut Titi, berpandangan agar lamanya masa kampanye diperpendek dibanding Pemilu 2019 karena dianggap memicu politik biaya tinggi dan polarisasi yang menguat di tengah masyarakat.
Masa kampanye calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 selama 6 bulan 21 hari (23 September 2018 sampai dengan 13 April 2019).
Namun, aktivis Maju Perempuan Indonesia (MPI) ini tidak menyebutkan berapa lama masa kampanye pada Pemilu 2024 yang ideal agar irisan tahapan pemilu dengan tahapan pilkada tidak sampai menambah beban kerja penyelenggara pemilu.
Terkait dengan aturan main pemilu/pemilihan yang belum ada di dalam UU Pemilu maupun UU Pilkada, Titi menyebutkan ada banyak hal yang berkaitan dengan terobosan dan inovasi penyelenggaraan pemilu yang perlu aturan lebih baik dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem lantas mencontohkan penerapan sistem teknologi informasi rekapitulasi suara secara elektronik atau Sirekap.
Meskipun Sirekap masih berfungsi sebagai alat bantu atau instrumen akuntabilitas, menurut dia, tetap memerlukan pengaturan yang komprehensif dan kukuh agar pelaksanaannya di lapangan bisa berjalan baik dan tidak menimbulkan masalah.
Selain itu, penggunaan teknologi informasi pendaftaran partai politik peserta pemilu atau Sipol juga perlu penguatan pengaturan dalam PKPU agar semua pihak bisa memahami dan menerima dengan baik.
Dengan demikian, lanjut Titi, pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu bisa berlangsung efektif dan efisien di tengah animo kehadiran cukup banyak partai politik baru.
Dengan kehadiran Sipol, diyakini validitas dan akurasi pendaftaran dan verifikasi parpol bisa terjamin sebab prosesnya diupayakan lebih profesional dan kredibel melalui bantuan penggunaan sistem teknologi informasi pemilu.
Baca juga: KPU sosialisasikan pemanfaatan teknologi informasi untuk Pemilu 2024
Baca juga: Titi Anggraini: Perlu petakan terobosan teknis pada Pemilu 2024
Baca juga: Ini kata Perludem soal "presidential treshold" 20 persen
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Nurul Hayat
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment