Antisipasi serangan terhadap pertahanan negara di dunia siber akan menjadi tren ke depan.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro memandang perlu Indonesia memperkuat intelijen digital untuk mengantisipasi persaingan antara partai dan suhu politik yang mulai memanas pada tahun 2022."Meskipun tidak ada pilkada sepanjang tahun ini, ada sejumlah hal yang patut diwaspadai," kata Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Adapun hal-hal yang patut diwaspadai adalah persaingan politik antarpartai, suhu politik yang akan memanas karena pergantian kepala daerah dengan pejabat sementara (pjs.) dari Kementerian Dalam Negeri di sejumlah daerah, serta mulai digodoknya politik populisme oleh para pendukung.
Pergantian kepala daerah dengan pejabat sementara merupakan isu yang hangat dibicarakan oleh masyarakat menjelang pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tahun 2024. Terlebih, terdapat wacana bahwa TNI dan Polri yang masih merupakan perwira aktif dapat mengisi posisi pejabat sementara hingga pemilihan pada 2024 terlaksana.
Selain itu, penguatan intelijen juga penting untuk mengawal kematangan transformasi digital di Indonesia sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Kematangan transformasi digital diikuti dengan kematangan ancaman yang mengiringinya.
"Pencurian data pribadi, rekrutmen terorisme secara daring, hingga penyerangan siber yang akan makin intensif dan meluas spektrumnya pada tahun 2022," ucapnya.
Simon juga berpandangan bahwa penguatan intelijen penting untuk menjaga integritas nasional. Sejumlah lembaga global dan nasional melaporkan terdapat peningkatan ketimpangan sosial selama pandemi COVID-19. Ketimpangan tersebut mencerminkan polarisasi tingkat ekonomi masyarakat.
"Dikhawatirkan situasi ini akan dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memecah belah bangsa Indonesia," tutur Simon.
Isu strategis lainnya yang menjadi momentum penguatan intelijen adalah kemungkinan instabilitas yang akan terus berkembang berbasis pada analisis dampak COVID-19. Pandemi yang melanda selama 2 tahun ini telah berhasil menunjukkan kelemahan berbagai negara, bahkan negara adidaya.
"Antisipasi serangan terhadap pertahanan negara di dunia siber akan menjadi tren ke depan. Aktor-aktor negara dan nonnegara berlomba-lomba untuk melakukan serangan demi mengumpulkan uang untuk mendukung operasi mereka, bisa terorisme, senjata pemusnah massal, atau peperangan," kata Simon.
Baca juga: Ribuan berkas berbahaya beredar di internet sepanjang 2021
Baca juga: 2021 tahun akselerasi cyber defence
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment