Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menepis tuduhan yang menyatakan bahwa Pemerintah telah mengancam kebebasan berekspresi dengan pembatasan terkait pendaftaran dan pendanaan organisasi non-pemerintah.
"Sudah ada payung hukum yang mengatur segala ruang lingkup terkait organisasi kemasyarakatan (ormas)," kata Jaleswari dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Ia melanjutkan, mulai dari aspek pendaftaran, pendanaan, hingga operasionalnya telah diatur di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2017 Jo. Undang-Undang No. 17 Tahun 2013, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Dalam peraturan perundang-undangan terkait, juga terdapat rambu-rambu yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh ormas.
Sebagai contoh, larangan ormas menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga larangan untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat mendukung tindak pidana terorisme.
Baca juga: Ketua Komisi III dukung Kapolri jamin kebebasan berekspresi
Baca juga: Ini kata Luhut terkait kebebasan berekspresi
Baca juga: Komnas HAM: SNP pedoman pastikan kebijakan tidak bertabrakan HAM
"Bila kemudian terdapat mekanisme prosedural yang diterapkan oleh pemerintah, hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menjamin ormas di Indonesia berjalan dalam kerangka rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait," ucapnya melanjutkan.
Lebih lanjut, terkait tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil, Jaleswari juga menepis tuduhan tersebut.
"Karena salah satu sumber pendanaan masyarakat sipil dapat berasal dari bantuan/sumbangan lembaga asing," tuturnya.
Akan tetapi, dalam proses pemberian bantuan tersebut ada prosedur yang harus dilewati.
Langkah ini untuk menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan ormas yang bertentangan dengan larangan yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan terkait ormas, misal kegiatan terorisme, separatisme, serta kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia lainnya.
"Hal demikian juga sama berlakunya terhadap kegiatan ormas yang didirikan oleh warga negara asing yang beroperasi di Indonesia," kata Jaleswari.
Pengaturan tersebut juga tidak perlu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat.
Hal ini bertujuan untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi, di antaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
"Rasio konstitusional terkait pengaturan mengenai kebebasan berserikat tersebut pun merupakan praktik yang lumrah bila dikomparasikan dengan praktik di negara-negara demokrasi lainnya," ujarnya.
"Sudah ada payung hukum yang mengatur segala ruang lingkup terkait organisasi kemasyarakatan (ormas)," kata Jaleswari dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Ia melanjutkan, mulai dari aspek pendaftaran, pendanaan, hingga operasionalnya telah diatur di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2017 Jo. Undang-Undang No. 17 Tahun 2013, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Dalam peraturan perundang-undangan terkait, juga terdapat rambu-rambu yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh ormas.
Sebagai contoh, larangan ormas menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hingga larangan untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat mendukung tindak pidana terorisme.
Baca juga: Ketua Komisi III dukung Kapolri jamin kebebasan berekspresi
Baca juga: Ini kata Luhut terkait kebebasan berekspresi
Baca juga: Komnas HAM: SNP pedoman pastikan kebijakan tidak bertabrakan HAM
"Bila kemudian terdapat mekanisme prosedural yang diterapkan oleh pemerintah, hal tersebut semata-mata dilakukan untuk menjamin ormas di Indonesia berjalan dalam kerangka rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan terkait," ucapnya melanjutkan.
Lebih lanjut, terkait tuduhan organisasi asing tidak dapat memberikan dana ke masyarakat sipil, Jaleswari juga menepis tuduhan tersebut.
"Karena salah satu sumber pendanaan masyarakat sipil dapat berasal dari bantuan/sumbangan lembaga asing," tuturnya.
Akan tetapi, dalam proses pemberian bantuan tersebut ada prosedur yang harus dilewati.
Langkah ini untuk menjamin bahwa bantuan yang disalurkan tidak ditujukan untuk mendukung kegiatan ormas yang bertentangan dengan larangan yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan terkait ormas, misal kegiatan terorisme, separatisme, serta kegiatan yang bertentangan dengan hukum Indonesia lainnya.
"Hal demikian juga sama berlakunya terhadap kegiatan ormas yang didirikan oleh warga negara asing yang beroperasi di Indonesia," kata Jaleswari.
Pengaturan tersebut juga tidak perlu dianggap sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat.
Hal ini bertujuan untuk menjamin iklim kebebasan berserikat di Indonesia tetap sejalan dengan maksud pembatasan yang diperbolehkan dalam konstitusi, di antaranya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
"Rasio konstitusional terkait pengaturan mengenai kebebasan berserikat tersebut pun merupakan praktik yang lumrah bila dikomparasikan dengan praktik di negara-negara demokrasi lainnya," ujarnya.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment