Jakarta (ANTARA) - Pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dalam Presidensi G20 Indonesia telah menghasilkan 14 poin komunike yang merupakan komitmen dan pernyataan bersama para anggota forum G20.
Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Keuangan di Jakarta, Sabtu, pertemuan ini mendiskusikan enam agenda prioritas yaitu, ekonomi dan kesehatan global, arsitektur finansial internasional, isu sektor finansial, keuangan berkelanjutan, infrastruktur serta perpajakan internasional.
Poin pertama komunike adalah melanjutkan pemulihan yang merata secara global baik dari sisi kesehatan seperti distribusi vaksin, therapeutic dan diagnostik maupun ekonomi. Kedua, menggunakan semua alat untuk mengatasi dampak pandemi khususnya kepada yang paling terkena dampak.
Kemudian yang ketiga adalah menekankan prioritas tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi di seluruh dunia. Selanjutnya keempat yaitu memastikan implementasi secara global terkait dua pilar perpajakan internasional pada tahun 2023.
Sementara kelima yaitu memperkuat ketahanan keuangan jangka panjang dari arsitektur keuangan internasional termasuk mempromosikan aliran modal yang berkelanjutan dan mengembangkan local currency capital markets. Keenam adalah mendukung negara-negara rentan yang salah satunya sebesar 60 miliar dolar AS melalui penyaluran Special Drawing Rights (SDRs) dan menyerukan kepada IMF untuk membentuk Resilience and Sustainability Trust (RST).
Poin ketujuh adalah memajukan Common Framework for Debt Treatment di luar DSSI untuk memberi kepastian kepada negara-negara debitur yang meminta keringanan pembayaran utang seperti Chad, Ethiopia dan Zambia. Kedelapan, merevitalisasi investasi infrastruktur dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, dapat diakses dan terjangkau. Kesembilan yaitu mengatasi perubahan iklim, perlindungan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati sekaligus menegaskan komitmen negara-negara maju dalam memobilisasi pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang.
Kesepuluh adalah mendorong ekonomi berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh dan inklusif dalam rangka mencapai Agenda 2030 yakni Pembangunan Berkelanjutan sejalan dengan UNFCCC dan Perjanjian Paris. Kesebelas memperkuat ketahanan sektor keuangan global untuk memastikan pemulihan ekonomi yang adil dan menghindari potensi dampak buruk dari pandemi untuk menjaga stabilitas keuangan termasuk implementasi lanjutan dari Peta Jalan G20 yakni pembayaran lintas batas.
Komunike berikutnya kedua belas, menangani secara komprehensif potensi manfaat dan risiko terhadap stabilitas keuangan global yang timbul dari perkembangan inovasi teknologi termasuk risiko dunia maya dan potensi kesenjangan peraturan dan arbitrase yang ditimbulkan oleh kripto. Poin ketiga belas adalah memajukan agenda inklusi keuangan untuk memanfaatkan digitalisasi dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mendorong keberlanjutan serta inklusivitas ekonomi bagi perempuan, pemuda dan UMKM.
Terakhir adalah mendukung Financial Action Task Force (FATF) sebagai badan penetapan standar global untuk mencegah dan memerangi pencucian uang, pendanaan teroris dan pembiayaan proliferasi.
Baca juga: G20: Kesepakatan pajak perusahaan global harus diterapkan tahun depan
Baca juga: BI: Normalisasi di negara maju berisiko bagi negara berkembang
Baca juga: BI: G20 sepakati perlunya kerangka peraturan dan pengawasan kripto
Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Keuangan di Jakarta, Sabtu, pertemuan ini mendiskusikan enam agenda prioritas yaitu, ekonomi dan kesehatan global, arsitektur finansial internasional, isu sektor finansial, keuangan berkelanjutan, infrastruktur serta perpajakan internasional.
Poin pertama komunike adalah melanjutkan pemulihan yang merata secara global baik dari sisi kesehatan seperti distribusi vaksin, therapeutic dan diagnostik maupun ekonomi. Kedua, menggunakan semua alat untuk mengatasi dampak pandemi khususnya kepada yang paling terkena dampak.
Kemudian yang ketiga adalah menekankan prioritas tindakan kolektif dan terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi di seluruh dunia. Selanjutnya keempat yaitu memastikan implementasi secara global terkait dua pilar perpajakan internasional pada tahun 2023.
Sementara kelima yaitu memperkuat ketahanan keuangan jangka panjang dari arsitektur keuangan internasional termasuk mempromosikan aliran modal yang berkelanjutan dan mengembangkan local currency capital markets. Keenam adalah mendukung negara-negara rentan yang salah satunya sebesar 60 miliar dolar AS melalui penyaluran Special Drawing Rights (SDRs) dan menyerukan kepada IMF untuk membentuk Resilience and Sustainability Trust (RST).
Poin ketujuh adalah memajukan Common Framework for Debt Treatment di luar DSSI untuk memberi kepastian kepada negara-negara debitur yang meminta keringanan pembayaran utang seperti Chad, Ethiopia dan Zambia. Kedelapan, merevitalisasi investasi infrastruktur dengan cara yang berkelanjutan, inklusif, dapat diakses dan terjangkau. Kesembilan yaitu mengatasi perubahan iklim, perlindungan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati sekaligus menegaskan komitmen negara-negara maju dalam memobilisasi pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS per tahun untuk memenuhi kebutuhan negara-negara berkembang.
Kesepuluh adalah mendorong ekonomi berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global yang hijau, tangguh dan inklusif dalam rangka mencapai Agenda 2030 yakni Pembangunan Berkelanjutan sejalan dengan UNFCCC dan Perjanjian Paris. Kesebelas memperkuat ketahanan sektor keuangan global untuk memastikan pemulihan ekonomi yang adil dan menghindari potensi dampak buruk dari pandemi untuk menjaga stabilitas keuangan termasuk implementasi lanjutan dari Peta Jalan G20 yakni pembayaran lintas batas.
Komunike berikutnya kedua belas, menangani secara komprehensif potensi manfaat dan risiko terhadap stabilitas keuangan global yang timbul dari perkembangan inovasi teknologi termasuk risiko dunia maya dan potensi kesenjangan peraturan dan arbitrase yang ditimbulkan oleh kripto. Poin ketiga belas adalah memajukan agenda inklusi keuangan untuk memanfaatkan digitalisasi dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mendorong keberlanjutan serta inklusivitas ekonomi bagi perempuan, pemuda dan UMKM.
Terakhir adalah mendukung Financial Action Task Force (FATF) sebagai badan penetapan standar global untuk mencegah dan memerangi pencucian uang, pendanaan teroris dan pembiayaan proliferasi.
Baca juga: G20: Kesepakatan pajak perusahaan global harus diterapkan tahun depan
Baca juga: BI: Normalisasi di negara maju berisiko bagi negara berkembang
Baca juga: BI: G20 sepakati perlunya kerangka peraturan dan pengawasan kripto
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment