Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan agar masa kampanye pemilihan umum (Pemilu) 2024 tidak mengganggu ketersediaan logistik pada hari-H Pemilu.
"Untuk itu, pertimbangan kalkulasi teknis KPU (Komisi Penyelenggara Pemilu, red.) sebagai pihak yang paling memahami beban kerja penyelenggaraan pemilu mestinya diperhatikan dan dihormati oleh semua pihak," ujar Titi.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika memberi paparan dalam seminar nasional bertajuk, "Masa Kampanye 2024 Dipendekan: Siapa Untung, Siapa Rugi?" yang disiarkan di kanal YouTube Kode Inisiatif, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Dengan konstruksi hukum yang ada saat ini, masa kampanye memiliki korelasi yang begitu erat dengan penyediaan logistik pemilu. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Pramono U. Tanthowi, pada 2019 yang lalu, dengan durasi masa kampanye yang 6 bulan 3 minggu, terdapat ribuan tempat pemungutan suara (TPS) yang surat suara atau kotak suaranya tidak sampai pada hari-H.
Oleh karena itu, Titi meminta agar seluruh pihak menghormati rancangan masa kampanye yang ditawarkan oleh KPU, yakni berdurasi 120 hari. Durasi tersebut telah jauh lebih pendek dari masa kampanye pemilihan legislatif 2009 (9 bulan), pemilihan legislatif 2014 (15 bulan), dan Pemilu Serentak 2019 (6 bulan).
Baca juga: KPU RI: Durasi kampanye bukan satu-satunya penyebab konflik pemilu
Baca juga: KPU RI: Calon baru perlu durasi kampanye yang lebih panjang
"Karena kalau bukan KPU, siapa lagi yang memahami seluk beluk soal tata kelola atau manajemen penyelenggaraan pemilu?" ucap dia.
Lebih lanjut, Titi juga meminta agar pengaturan masa kampanye harus memastikan tersedianya kompetisi yang adil dan setara antarpeserta pemilu dengan peluang keberhasilan yang sama antara yang satu dengan lainnya.
"Ini adalah filosofi nya bahwa kalau kita ingin mengatur masa kampanye, maka kita harus mencari kerangka waktu yang memberikan jaminan kompetisi yang adil dan setara," tutur Titi.
Ia menegaskan, tidak ada periode, durasi, atau masa kampanye yang ideal dalam praktik pemilu global. Pengaturannya beragam antara satu negara dengan yang lainnya.
"Ada negara yang membatasi, ada pula negara yang tidak membatasi masa kampanye," katanya.
"Untuk itu, pertimbangan kalkulasi teknis KPU (Komisi Penyelenggara Pemilu, red.) sebagai pihak yang paling memahami beban kerja penyelenggaraan pemilu mestinya diperhatikan dan dihormati oleh semua pihak," ujar Titi.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika memberi paparan dalam seminar nasional bertajuk, "Masa Kampanye 2024 Dipendekan: Siapa Untung, Siapa Rugi?" yang disiarkan di kanal YouTube Kode Inisiatif, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Dengan konstruksi hukum yang ada saat ini, masa kampanye memiliki korelasi yang begitu erat dengan penyediaan logistik pemilu. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Pramono U. Tanthowi, pada 2019 yang lalu, dengan durasi masa kampanye yang 6 bulan 3 minggu, terdapat ribuan tempat pemungutan suara (TPS) yang surat suara atau kotak suaranya tidak sampai pada hari-H.
Oleh karena itu, Titi meminta agar seluruh pihak menghormati rancangan masa kampanye yang ditawarkan oleh KPU, yakni berdurasi 120 hari. Durasi tersebut telah jauh lebih pendek dari masa kampanye pemilihan legislatif 2009 (9 bulan), pemilihan legislatif 2014 (15 bulan), dan Pemilu Serentak 2019 (6 bulan).
Baca juga: KPU RI: Durasi kampanye bukan satu-satunya penyebab konflik pemilu
Baca juga: KPU RI: Calon baru perlu durasi kampanye yang lebih panjang
"Karena kalau bukan KPU, siapa lagi yang memahami seluk beluk soal tata kelola atau manajemen penyelenggaraan pemilu?" ucap dia.
Lebih lanjut, Titi juga meminta agar pengaturan masa kampanye harus memastikan tersedianya kompetisi yang adil dan setara antarpeserta pemilu dengan peluang keberhasilan yang sama antara yang satu dengan lainnya.
"Ini adalah filosofi nya bahwa kalau kita ingin mengatur masa kampanye, maka kita harus mencari kerangka waktu yang memberikan jaminan kompetisi yang adil dan setara," tutur Titi.
Ia menegaskan, tidak ada periode, durasi, atau masa kampanye yang ideal dalam praktik pemilu global. Pengaturannya beragam antara satu negara dengan yang lainnya.
"Ada negara yang membatasi, ada pula negara yang tidak membatasi masa kampanye," katanya.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022
0 comments:
Post a Comment