Jakarta (ANTARA) - Penulis buku "Sabuk Pertahanan Negara Kepulauan" Ngasiman Djoyonegoro atau Simon mengatakan TNI perlu meningkatkan strategi pertahanannya dalam tiga aspek, yaitu doktrin, organisasi, dan peralatan militer dalam menghadapi peningkatan kompleksitas pertahanan.

"TNI dituntut untuk terus bertransformasi sesuai perkembangan zaman. Modernisasi alutsista, peningkatan efektivitas pengorganisasian, sistem pendukung yang interoperability, dan kebijakan yang adaptif tidak bisa ditawar lagi," kata Simon di Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika memberi sambutan dalam soft launching buku berjudul "Sabuk Pertahanan Negara Kepulauan dalam Kancah Revolution in Military Affairs (RMA)".

Ia memandang perkembangan matra pertahanan semakin tidak terbendung. Selain darat, laut, dan udara, juga terdapat matra siber dan ruang angkasa. "Ekspansi ruang konflik semakin meluas, sulit dideteksi dan diprediksi," ucapnya.

Perkembangan ini mendorong negara-negara yang lebih maju mengembangkan kebijakan pertahanan militer dengan berorientasi pada pengembangan teknologi militer, doktrin, dan pengorganisasian yang mampu menjangkau seluruh matra dan penanganan cepat dengan tingkat presisi yang tinggi.

Apalagi, tutur ia melanjutkan, perebutan pengaruh tak terhindarkan saat ini. Konflik Rusia-Ukraina, perang di Palestina, dan Laut China Selatan yang semakin memanas menunjukkan bahwa konflik masih belum berakhir.

"Selain konflik Rusia-Ukraina, China semakin intensif menunjukkan kekuatan militer-nya di kawasan. Berbagai peralatan militer seperti kapal perang dan pesawat tempur terus melintas di kawasan," ucap Simon.

Secara geopolitik, Indonesia sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua benua dan dua samudera sangat rawan menjadi sasaran empuk serangan militer.

Baca juga: Kemhan-BRIN kerja sama riset dan inovasi dukung pertahanan negara

Baca juga: Nilai strategis pertahanan Ibu Kota Negara Nusantara

Baca juga: Unhan: Pemikiran geopolitik Sukarno relevan dengan pertahanan negara


Terlebih, dengan ketegangan yang kian meningkat di Laut China Selatan akibat terbentuknya aliansi militer Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) dan Five Power Defense Arrangement (FPDA) yang beranggotakan Australia, Malaysia, Singapura, Selandia Baru, dan Inggris juga turut meramaikan keterlibatan militer.

"Ini situasi yang serius yang perlu direspon oleh pemerintah. Strategi pertahanan militer kita harus berorientasi pada pertahanan lintas domain. Sabuk Pertahanan Negara Kepulauan membantu memetakan orientasi pertahanan kita ke depan," tutur Simon.

Oleh karena itu, Simon menegaskan, dalam kerangka RMA, TNI perlu meningkatkan strategi pertahanan dalam tiga aspek, yaitu doktrin, organisasi dan peralatan militer.

"Sabuk Pertahanan Negara Kepulauan ini sifatnya melengkapi dan menyumbangkan perspektif orientasi yang lebih paradigmatik dan menyeluruh," ujarnya.

Soft launching buku Sabuk Pertahanan Negara Kepulauan dihadiri oleh Menteri Pertahanan Indonesia periode 2009-2014 Purnomo Yusgiantoro, anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno, Koorsahli Kasal Laksamana Muda TNI Tolhas Sininta Nauli Basana Hutabarat, dan Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta Asep Saepudin Jahar.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022